Satu hal lagi yang mebuat prihatin, bibit jeruk yang sudah dimurnikan di balai penelitian Tlekung, sampai sekarang belum pernah di ambil oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah untuk dikembangkan sebagai sumber bibit. Kabupaten Bener Meriah yang juga berkepentingan dengan blok fondasi Jeruk Keprok Gayo ini, justru sudah lebih dulu memanfaatkan peluang ini, tahun 2012 yang lalu, difasilitasi Bupati Ir. Tagore, mereka sukses memboyong puluhan batang bibit jeruk ahsil pemurnian tersebut dari Tlekung ke Bener Meriah.
Agaknya, momentum terbentuknya Komunitas Perlindungan Jeruk Keprok Gayo baru-baru ini, bisa menjadi “titik balik” untuk kembali mengangkat “marwah” jeruk keprok Gayo menjadi salah satu prioritas pengembangan komoditi pertanian di Dataran Tinggi Gayo ini. Dengan mempertahankan kualitas hasil komoditi ini, bukan tidak mungkin, suatu saat jeruk keprok Gayo akan menyusul “saudara tua”nya Kopi Arabika Gayo untuk memperoleh sertifikat Indikasi Geografis. Perlu kerja keras semua pihak tentunya untuk mewujudkan semua itu.
Masih ada satu lagi komoditi pertanian unggulan dari Gayo yang juga sudah memperoleh pengakuan di tingkat nasional yaitu Alpukat Gayo (Pesea Americana), yang berasal dari pohon induk yang berada di desa Umang Kecamatan Bebesen. Diperkenalkan melalui berbagai pameran dan expo hasil pertanian, Alpukat Gayo mulai dikenal di semua penjuru negeri, karena memang memiliki spesifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh komoditi sejenis dari daerah lain.
Alpukat Gayo yang memiliki tekstur daging tebal, lembut dan nyaris tidak berserat ini, kemudian “melenggang” ke kancah Nusantara. Setelah melalui penelitian yang cukup lama pada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian, komoditi pertanian yang selama ini hanya dianggap tanaman sampingan ini resmi meraih predikat sebagai komoditi unggul nasional. Melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 58/Kpts/PR.120/1/2008, Alpukat Gayo resmi menyandang gelar sebagai Komoditi Unggul Nasional.
Tapi nasib Alpukat tidak jauh berbeda dengan komoditi unggul sebelumnya yaitu Jeruk Keprok Gayo. Pengembangan komoditi Alpukat di Kabupaten Aceh Tengah juga terlihat belum optimal, begitu juga upaya pelestarian pohon induk Alpukat, belum maksimal. Padahal, prospek ekonomi dari komoditi ini sangat baik, dari tahun ke tahun, permintaan pasar dan harga komoditi ini terus meningkat.
Untuk bisa mempertahankan komoditas sebagai salah satu penopang perekonomian masyarakat Gayo, agaknya kita perlu belajar dari daerah lain. Untuk komoditi jeruk misalnya, apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Singkawang, Kalimantan Barat dan pemerintah Kabupaten Tanah Karo, bisa sebagai pembanding, meski varietas jeruk yang mereka kembangkan berbeda dengan varietas yang ada disini. Sementara untuk pengembangan Alpukat, kita bisa mencotoh apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah yang saat ini telah berhasil mengembangkan ratusan hektar tanaman Alpukat secara monokultur di daerah wisata Tawang Mangu.
Kita semua tentu berharap, predikat komoditi unggulan nasional yang telah diperoleh dengan susah payah itu tidak hanya jadi kebanggaan semu. Harus ada keseriusan semua pihak untuk mempertahankan predikat ini. Butuh kepedulian khusus dengan menggandeng orang-orang seperti Wiknyo dan orang-orang yang punya kepedulian terhadap kemajuan daerahnya, untuk merealisasikan keinginan kita bersama ini. Tentu saja regulasi pemerintah kabupaten yang berpihak pada kepentingan masyarakat tani disertai alokasi anggaran dan rekruitmen tenaga skill yang memadai , akan sangat menetukan keberhasilan program ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H