Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Inspirasi dari Seorang "Penjual Tempe"

21 November 2014   16:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:14 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai mengantar isteriku ke tempat mengajarnya, akupun menyempatkan diri membantu “meringankan beban isteri” dengan belanja kebutuhan dapur di pasar tak jauh dari sekolah tempat isteriku mengajar, sampai di pasar, yang pertama yang kucari adalah “makanan kebangsaan”ku, tempe. Segera saja kuhampiri penjual tempe langganan isteriku dan sebelum membeli, seperti biasanya aku tanya dulu harganya “ berapa mbak?”,

Penjual tempe menoleh ke arahku lalu menjawab “ biasa mas, seribu”,

“O, masih harga kemaren ya mbak” sahutku.

“Iya mas” jawabnya singkat.

“Kok belum dinaikkan mbak, kan BBM dan harga-harga lain sudah pada naik?” aku mencoba memancing dengan pertanyaan “konyol”.

Mbak penjual tempe itu tersenyum “ Ngak mas, pembeli tempe saya ini kan rata-rata dari kalangan bawah yang paling merasakan dampak kenaikan harga-harga itu, saya nggak mau ikut-ikutan berdosa dengan menambah beban pelanggan-pelanggan saya

Aku terkejut mendapat jawaban yang sebenarnya biasa-biasa saja itu, tapi menurutku “spektakuler”, aku jadi tersipu mendengar jawaban penjual tempe itu.

Aku semakin tertarik untuk meng”interview” mbak tadi, tapi aku nggak jadi melanjutkan pertanyaanku karena kulihat banyak pembeli yang mulai “mengerubuti” mbak penjual tempe itu.

Aku mengambil beberapa potong tempe dan membayarnya, lalu buru-buru pulang karena harus segera berangkat ke kantor.

Sampai di kantor, akupun segera tenggelam dengan aktifitas rutin dan “tugas tambahan” dari atasanku sampai waktunya habis jam kantor.

Pulang dari kantor, isteriku sudah menghidangkan menu makan siang keluarga lengkap dengan tempe yang sudah “disulap” isteriku menjadi tempe bacem dan mendoan. Kamipun segera mengelilingi hidangan “bersahaja” itu dan mulai makan dengan nikmatnya. Sambil mengunyah mendoan, aku kembali teringat pada mbak penjual tempe yang kutemui tadi pagi, bukan teringat sama wajahnya yang (menurutku) “manis” itu, tapi teringat kata-katanya tadi pagi.

Akupun berfikir sambil menghayal (atau mungkin menghayal sambil sedikit berfikir), andai saja “orang-orang besar” di negeri ini punya sikap bijak seperti mbak penjual tempe tadi, pasti tidak akan ada rakyat yang hidupnya “susah”, aaah, aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.

Sementara itu televisi tua yang menyala di ruang keluargaku seperti nggak bosan-bosannya menyiarkan berita demo menolak kenaikan BBM dimana-mana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun