Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Mat Kancil Marah

17 Januari 2015   17:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:57 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nama aslinya sebenarnya adalah Ahmad Khalil, tapi entah siapa yang memulainya, tau-tau masyarakat disekitar lebih mengenal lelaki setengah baya itu sebagai Mat Kancil, mungkin karena sikap dan kelakuannya yang jenaka dan humoris mirip dengan tokoh fabel yang terkenal itu. Dia sih enjoy saja dipanggil seperti itu, toh apalah arti sebuah nama, begitu prinsipnya, yang penting dia nggak pernah nyusahin orang lain, selalu berbuat baik dan mampu berbaur bersama warga dengan wajar.

Sudah cukup lama Mat Kancil melakoni profesi sebagai penjual bensin eceran, usahanya pun selama ini lancar-lancar saja dan nyaris tanpa kendala, lokasi kios bensinnya yang strategis yaitu di pinggiran jalan lintas kabupaten serta agak jauh dari pengecer BBM lainnya membuat Mat Kancil melaju nyaris tanpa saingan. Dia juga sengaja membangun kios kecilnya agak jauh jauh dari rumahnya sendiri dan pemukiman warga, karena dia tau bahwa bisnis kecilnya itu mengandung resiko, utamanya resiko kebakaran, jadi jauh-jauh hari dia sudah mengantisipasinya, andaipun karena sesuatu hal terjadi kebakaran di kios bensinnya, api tidak akan merembet ke rumah-rumah warga, dia berpedoman bahwa cara dia nyari makan nggak boleh mengganggu apalagi merugikan orang lain. Itulah sebabnya semua warga menyukainya, apalagi humor-humor segar yang meluncur dari mulutnya, selalu membuat suasana menjadi “hidup”.

Tapi dua bulan belakangan ini, Mat Kancil mulai agak kesal dengan usaha bisnisnya, bukan karena bisnisnya sepi atau mulai ada saingan, tapi lebih karena kebijakan pemerintah yang mengubah-ubah harga BBM seenaknya saja. Bulan lalu, ketika kenaikan harga BBM dikurangi sedikit kenaikannya, Mat Kancil sempat rugi ratusan ribu rupiah, stok bensin di kios yang dia beli dari SPBU dengan harga lama terpaksa harus dia ecerkan dengan harga baru yang lebih murah, tapi dia masih bersabar.

Tapi kali ini kesabaran Mat Kancil sudah di ambang batas, siang itu usai melaksanakan sholat Dzuhur, dia menikmati kopi buatan isterinya di ruang tengah, televise yang sedari tadi menyala tiba-tiba menyiarkan breaking news yang memberitakan penyesuaian harga BBM, Elpiji dan Semen. Awalnya Mat kancil santai saja menyimak berita itu “ah, itu berita biasa” gumannya sambil menghirup kopi panasnya, tapi ketika diumumkan harga premium menjadi 6.600 rupiah, dia mulai terhenyak. Terbanyang di kepalanya, ada dua puluh jerigen bensin yang ada di kiosnya, bensin itu baru tadi malam dia beli dari SPBU dengan harga 7.600 rupiah, dan kalo sekarang harganya diturunkan lagi, dia sudah membayangkan berapa ratus ribu kerugian yang akan dia derita.

Mat Kancil segera beranjak dari duduknya, meraih kunci mobil lalu segera melarikan mobil pick upnya menuju kios bensinnya, dia segera membuka kios lalu menikkan jerigen-jerigen berisi bensin itu ke atas pick up. Dengan wajah kesal Mat Kancil membawa mobilnya menuju tanah lapang di pojokan desa, menurunkan jerigen-jerigen itu lalu menjaukan mobilnya dari jejeran jerigen berisi bensin itu. Nggak lama kemudian, tanpa diduga ternyata Mat Kancil melakukan aksi yang tergolong nekat, dia membuka oblong yang dipakainya lalu menyulutnya dengan korek, setelah kaos oblongnya mulai terbakar dia melemparkannya ke deretan jerigen berisi bensin itu. Kontan saja sang bensin “menyambut mesra” lemparan api itu, segera saja api membesar menyambar semua jerigen yang ada, kobaran api disertai asap hitam segera memenuhi udara disekitar lapangan. Warga yang terkejut melihat dari kejauhan kobaran api dan asap tebal segera berlarian menuju tempat itu, mereka mengira terjadi kebakaran, sebagian dari mereka malah berteriak histeris sambil meminta tolong, sementara Mat Kancil yang kini hanya mengenakan singlet dengan santai memandangi kobaran api itu dari pinggir lapangan dekat dengan mobil pick upnya, sebenarnya hatinya ikut terbakar juga akibat kemarahan yang sudah tidak dapat ditahannya, tapi itu tidak dia ekspresikan di wajahnya.

Hanya dalam waktu beberapa menit saja, pinggiran lapangan sudah dipenuhi orang, dua orang polisi juga sudah sampai di TKP, tapi keduanya tidak melakukan tindakan apapaun kepada mat Kancil, hanya berjaga-jaga supaya warga jangan mendekati kobaran api. Sebagian warga menganggap tindakan Mat Kancil itu sebagai tindakan “gila”, gimana tidak, bensin seharga jutaan rupiah itu dibakar begitu saja.

Seorang wartawan freelance yang juga telah sampai di lokasi mencoba mendekati Mat Kancil, dia ingin mengorek informasi mengapa Mat Kancil melakukan tindakan nekat itu,

“Maaf pak, kalo boleh saya tau kenapa bapak melakukan tindakan nekat ini” tanya si wartawan sambil menyodorkan android untuk merekam wawancaranya.

Mat Kancil memandangi si wartawan sesaat kemudian mulai menjawab “ Terus terang saya kesal dengan kebijakan harga BBM yang plin plan ini, saya mau protes tapi pasti nggak ada yang dengar protes saya karena saya bukan siapa-siapa, ya inilah ekspresi kekesalan saya”

“Maksud bapak?” lanjut si wartawan

“Bulan kemarin saya sudah rugi ratusan ribu rupiah akibat perubahan harga BBM, stok bensin yang saya beli dengan harga mahal terpaksa saya jual dengan harga dibawahnya untuk menyesuaikan harga pemerintah” lanjut Mat Kancil sambil menekan emosinya “ Nah, barusan saya lihat di tivi, pemerintah bikin harga baru lagi, padahal baru tadi malam saya menamah stok bensin saya dengan harga lama, kan saya bakalan rugi banyak lagi, padahal selama ini keuntungan bersih yang saya ambil cuma seratus dua ratus perak saja, ya sudah daripada saya stress lebih baik bensin-bensin itu saya bakar, toh yang saya lakukan ini nggak merugikan siapapun”

“Tapi tindakan bapak ini tergolong nekat dan mungkin orang menganggap bapak sudah gila” si wartawan coba memancing.

Mat Kancil kembali memandangi wajah si wartawan, dan tanpa di duga dia memberi jawaban mengejutkan “ Ah, sampeyan itu sama saja, pengecut, banci, beraninya mengatakan tindakan saya gila karena saya cuma orang kecil, tapi sampeyan pasti nggak punya nyali untuk mengatakan bahwa pembuat kebijakan itu gila seperti saya”

Si wartawan hanya tersenyum getir di skak matt oleh Mat Kancil, wajahnya agak memerah tapi kemudian segera mengalihkan pembicaraan,

“Maaf pak kalo pertanyaan saya tadi menyinggung bapak, terus apa yang akan bapak lakukan setelah ini?”

Mat Kancil tersenyum untuk mengurangi groginya sang wartawan “Saya kapok jualan bensin, rencananya saya akan beralih ke bisnis batu giok saja, nampaknya prospeknya sekarang bagus dan sepertinya resikonya juga kecil”

Mat Kancil bangkit dari duduknya di tanah pinggir lapangan, apipun mulai mengecil karena bensin dan jerigen-jerigen sudah habis terakar, warga pun sudah mulai meninggalkan lapangan. Dengan langkah santai seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, Mat Kancil membuka pintu mobil, menghidupkan mesin lalu meninggalkan lapangan itu.

Ah, ternyata Mat Kancil yang jenaka yang humoris itupun bisa marah juga, ketika kesabarannya sebagai rakyat kecil mulai menipis, mungkin saja jutaan Mat Kancil lainnya di negeri ini juga merasakan hal yang sama, hanya cara mengekspresikannya tidak se”gila” Mat Kancil. Duh, Ironinya negeriku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun