Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Dendam "KeSamad" Bikin KPK "Sekarat"

11 Februari 2015   19:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:26 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin banyak orang yang mendukung, semakin banyak pihak yang melibatkan diri, semakin banyak media yang menyorot, tapi nampaknya nasib Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru semakiin “di ujung tanduk”. Upaya gencar Polri untuk “menyeret” para pimpinan KPP mulai dari Bambang, Abraham, Pandu sampai Zulkarnain untuk di jadikan tersangka dalam berbagai kasus, semakin membuat lembaga yang selama ini dianggap “super body” ini semakin kolaps, terakhir beredar kabar sang juru bicara Johan Budi juga mulai “dibidik” untuk dijadikan tersangka juga oleh pihak kepolisian.

Tim independen yang dibentuk presiden juga tidak bisa banyak berbuat, rekomendasi dari Sayfi’I Ma’arif dan kawan-kawan justru hanya dianggap “angin lalu”, jadinya pembentukan tim independen ini hanya berkesan seolah-olah pemerintah sangat serius dalam menyelesaian konflik kedua lembaga penegak hukum ini, padahal sejatinya yang terjadi adalah “pembiaran’ agar KPK dan Polri terus “berkelahi”.

Masyarakat awam akhirnya dapat menilai bahwa tindakan Polri yang ingin “mempidanakan” orang-orang KPK terkesan sebagai “dendam kesamad” atau dendam polisi kepada Ketua KPK, Abraham Samad yang dianggap telah “menjegal” Komjen Budi Gunawan untuk melenggang menuju kursi Kapolri. Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK seakan menjadi penyulut api perselihan antara KPK dengan Polri, tapi kemudian merembet kepada pimpinan KPK lainnya, dan Bambang Wijoyanto yang akhirnya jadi “tumbal” pertama dari hubungan tidak harmonis dua lembaga yang harusnya jadi contoh dalam penegakan hukum ini.

Bambang yang terlihat “gentle” itupun akhirnya memutuskan “mundur sejenak” dari panggung pemberantasan korupsi di negeri ini, non aktifnya Bambang ini tentu membuat jalannya KPK menjadi “pincang”, tapi kepincangan ini nampaknya belum membuat para petinggi korp bhayangkara merasa puas, tidak cukup dengan membuat pincang tapi juga terkesan ingin membuat “lumpuh” KPK, itu yang terlihat secara kasat mata oleh masyarakat awam.

Masyarakat kemudian dibuat semakin bingung dengan kondisi ini, mau membela KPK tapi ragu-ragu karena bisa saja yang dituduhkan polisi kepada para petinggi KPK itu memang benar adanya, mau membela Polri juga agak enggan, karena citra polisi dimata masyarakat selama ini juga agak kurang baik. Masyarakat lalu berharap presiden Jokowi turun tangan untuk menyelesaikan kisruh berkepanjangan ini, karena kalo ini dibiarkan berlarut, tentu akan mencoreng citra penegakan hokum di negeri ini, bagaiman mungkin akan ada penegakan hukum jika dua lembaga penegak hukum terus berseteru sementara kasus-kasus hukum dan tindak pidana korupsi terus menumpuk.  Tapi harapan rakyat sepertinya hanya “mengharap hujan di musim kemarau”, pak presiden yang diharapkan jadi solusi, justru sekarang asyik “blusukan” ke negara-negara  tetangga. Bukannya menuntaskan permasalahan yang ada, tapi ketika berada di negeri jiran Malaysia, justru melahirkan kontroversi baru dengan merangkul pabrikan otomotof Proton untuk menggarap Mobnas di Indonesia.

Agenda kunjungan di Brunai Darussalam juga nyaris menjadi “acara nggak penting”, selain “basa basi” kenegaraan dengan embel-emel penganugerahan “warga kehormatan” kepada sang presiden, selebihnya seperti nggak ada agenda penting yang berdampak kepada kesejahteraan rakyat negeri ini.

Kondisi KPK saat ini benar-benar sedang “sekarat”, kalo tidak segera dibawa ke ICU,  ungkin nggak lama lagi KPK hanya akan “tinggal nama”, tentu kondisi ini menjadi kabar gembira bagi para “pengemplang” duit negara, mereka seperti sedang mempersiapkan “pesta kemenangan” sambil menunggu upacara “penguburan” KPK.

Sebagai rakyat jelata yang nggak paham hukum, aku nggak tau persis sebenarnya siapa yang benar dan siapa yang salah, juga nggak ngerti siapa yang menyulut dan siapa yang tersulut, tapi aku hanya bisa melihat, semua itu berawal dari “dendam keSamad” dari pihak-pihak yang merasa tidak nyaman dengan sepak terjang Abraham Samad selama ini, tapi akhirnya bukan hanya Samad yang dirugikan, tapi seluruh bangsa juga ikut dirugkan oleh kondsi tidak kondusif ini. Kita tidak ingin KPK “mati”, kita juga tidak ingin Polri “terpuruk”, kita tetap berharap punya KPK dan Polri yang kuat dan bersinergi dalam menegakkan hukum di negeri ini.  Tapi aku sendiri belum begitu yakin, apakah harapan ini akan jadi kenyata, karena pak presiden yang kita harapkan menjadi penuntas, sepertinya masih “santai-santai” saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun