Mohon tunggu...
Fajar Suyamto
Fajar Suyamto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya adalah Fajar Suyamto,

Selanjutnya

Tutup

Nature

Melindungi Kayu dan Hutan Indonesia

19 Oktober 2012   02:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:40 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini adalah bentuk dukungan dalam penggunaan kayu legal dan kelestarian hutan di Indonesia. Mohon maaf jika tidak diimbangi data pendukung.

Saya baru tahu kalau menggunakan kayu itu harus ada dokumen legalitasnya. Saya mengetahui hal ini setelah ikut gathering tentang Indonesian Legal Wood dengan nara sumber ibu Diah Y Raharjo dari Yayasan Kehati. Supaya setiap kayu yang digunakan ada legalitasnya maka pemerintah menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu disingkat SVLK. Yang saya tangkap dari gathering kemarin, salah dua tujuan dengan adanya SVLK ini adalah untuk melindungi kayu Indonesia di pasar nasional dan Internasional, juga melindungi hutan Indonesia supaya tetap lestari. Hutan lestari inilah yang akan kita wariskan ke anak cucu kita. Hutan lestari inilah yang menjadi paru-paru dunia yang mampu memberi manfaat tak langsung yang justru tak ternilai harganya, antara lain berperan sebagai pengatur sistem tata air sehingga mampu mencegah banjir di  musim hujan dan ancaman kekeringan di musim kemarau.

Jika melihat kondisi hutan di Indonesia kita patut prihatin. Laju kerusakan hutan di negara tropis ini dirasakan semakin besar. Data kerusakan hutan di Indonesia masih simpang siur, ini akibat perbedaan persepsi dan kepentingan dalam mengungkapkan data tentang kerusakan hutan. Laju deforestasi di Indonesia menurut perkiraan World Bank antara 700.000 sampai 1.200.000 ha per tahun, dimana deforestasi oleh peladang berpindah ditaksir mencapai separuhnya. Namun World Bank mengakui bahwa taksiran laju deforestasi didasarkan pada data yang lemah. Sedangkan menurut FAO, menyebutkan laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha per tahun atau setiap tahunnya luas areal hutan berkurang sebesar satu persen (1%). Berbagai LSM peduli lingkungan mengungkapkan kerusakan hutan mencapai 1.600.000 – 2.000.000 ha per tahun dan lebih tinggi lagi data yang diungkapkan oleh Greenpeace, bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3.800.000 ha per tahun yang sebagian besar adalah penebangan liar atauillegal logging. Sedangkan ada ahli kehutanan yang mengungkapkan laju kerusakan hutan di Indonesia adalah 1.080.000 ha per tahun (sumber: http://www.irwantoshut.net).

Sudah menjadi rahasia umum jika kerusakan hutan ini disebabkan oleh aktivitas penebangan liar (Illegal logging), penyelundupan kayu (Illegal Trade) dan kebakaran hutan (forest fire). Kawasan hutan yang terancam dengan penebangan liar, kebakaran hutan dan perambahan hutan, bukan hanya kawasan hutan produksi saja melainkan kawasan hutan konservasi juga.

Dari ngobrol bersama dengan ibu Diah Y Raharjo (Yayasan Kehati ) saya bisa mengatakan kalau masalah hutan dan masalah kayu di Indonesia ini rumit. Tidak perlu saya sampaikan kerumitannya, yang jelas betapapun rumitnya tetap harus berusaha dan optimis untuk menyelamatkan hutan dan kayu di Indonesia.  Salah satu yang membuat rumit adalah ada banyak oknum yang terlibat. Hutan dan kayu menjadi sumber penghasilan dengan cara yang illegal. Penebangan hutan dilakukan dengan illegal tanpa memiliki HPH (Hak Pengusahaan Hutan), proses “pemutihan” kayu illegal terjadi pada saat aliran kayu ke industri. Ada modus supaya kayu bisa masuk ke industri dengan cara membuat konflik dengan masyarakat sekitar yang kemudian kayunya dianggap sebagai temuan. Kayu temuan disita oleh pihak yang berwenang kemudian dilelang dan dimenangkan oleh cukong yang “bermain” disitu. Kayu pun bisa masuk ke industri dengan aman.

Secara ekonomis hutan ini menguntungkan dengan hasil kayunya tetapi juga harus dipertimbangkan dampak lingkungannya. Ketika menebang kayu dari hutan harus diimbangi dengan penananman kembali (reboisasi). Tapi sayangnya ada oknum yang menilep dana reboisasi dan PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan). Prinsip-prinsip kelestarian di dalam pengelolaan hutan produksi (kelestarian fungsi produksi, ekologi dan sosial) harus dilaksanakan. Selama ini pasti sudah banyak aturan yang mengatur itu. Pemerintah pasti juga sudah menindak bagi pelaku yang melanggar. Tetapi ternyata masih banyak cara untuk mengakalinya.

Salah satu usaha tambahan untuk melindungi hutan dan kayu di Indonesia adalah dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Dokumensertifikasi ini sebagai instrumen pasar terhadap produk hutan untuk dapat menahan laju kerusakan hutan tersebut. Selama ini yang terjadi di pasar internasional produk hutan/kayu dari Indonesia harganya turun karena dianggap illegal. Isu bahwa di Indonesia kayunya illegal ini sering dihembuskan oleh negara-negara yang menerima hasil selundupan kayu illegal dari Indonesia. Dengan adanya sertifikasi maka diharapkan harga produk kayu Indonesia bisa terjaga dan hutan produksi juga terjaga.

SVLK ini harus memenuhi prinsip independensi, non-diskriminiatif, obyektif dan transparan. Untuk memenuhi prinsip-prinsip sertifikasi tersebut, maka dengan melibatkan beberapa pihak (pemerintah/kementrian, verivicator, badan verifikasi independent, LSM, asosiasi), diantaranya KAN (Komite AKreditasi Nasional), PT Sucofindo, PT Mutu Agung Lestari (MAL), BRIK, PT Mutu Hijau Indonesia, PT TUV International  Indonesia, PT Almasentra Konsulindo, PT SGS Indonesia, PT Sarbi Moerhani Lestari, PT Equality Indonesia dsb. Dilakukan juga pelatihan pemantau independent bagi LSM. Pengembangan dan implementasi sistem tersebut diharapkan akan memberikan sinergi bagi percepatan pencapaian pengelolaan hutan dan kayu di Indonesia. Dari hulu sampai hilir harus diaudit.

SVLK akan diberlakukan untuk semua jenis usaha kehutanan berbasis kayu, termasuk bagi usaha skala rakyat. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, perusahaan pengolahan kayu yang sudah memperoleh sertifikat LK masih minim. Jumlah industri pengolahan kayu yang sudah memperoleh sertifikat tercatat baru 202 unit manajemen, sedangkan 89 unit lainnya masih dalam proses verifikasi. Padahal ada sekitar 4.000 industri kayu primer dan puluhan ribu industri kerajinan kayu. (sumber: Antaranews.com).

Industri skala rakyat tersebut membutuhkan dukungan berbagai pihak agar bisa memenuhi SVLK. Bagi industri kecil jangan khawatir karena akan dipermudah. Pemerintah memberikan dukungan penuh agar industri dan hutan yang dikelola rakyat bisa memenuhi SVLK.  Selain menyediakan tenaga pendamping, pemerintah juga menyediakan dana untuk membiayai proses verifikasi sertifikat LK bagi usaha kehutanan skala rakyat. Sertifikasi industri kecil/rakyat bisa dengan biaya gratis. Untuk kemudahan, usaha skala rakyat juga diperkenankan untuk melakukan sertifikasi secara berkelompok. Selain itu, masa berlaku sertifikat LK bagi industri kecil/rakyat juga lebih lama daripada bagi usaha skala besar.

Industri yang lulus SVLK berhak untuk mengantongi sertifikat Legalitas Kayu (LK) yang harus disertakan dalam dokumen ekspor. Selama ini industri kecil yang jadi korban dengan adanya kayu illegal, sebagai contoh industri kayu di Jepara tidak bisa ekspor karena tidak memiliki dokumen terbang.

Sebagai orang awam, saya berharap dengan adanya SVLK ini bisa memberi manfaat untuk kelestarian hutan dan bermanfaat untuk industri perkayuan baik di level nasional maupun internasional. Mari kita dukung kelestarian hutan dengan menggunakan kayu legal.

Tulisan ini juga saya posting di http://masfaj.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun