Sudah dua tahun aku lulus dari Pendidikan S1. Tapi sampai saat ini aku belum mendapat pekerjaan. Kelakuanku yang saat itu ikut menjadi aktivis HMI dan ikut seta dalam demo 98 yang berakibat turunnya Rezim baru, membuat namaku dikenal di mana mana. Hal ini menyulitkan diriku agak sulit untuk mencari pekerjaan. Ibuku yang wanita penyabar, tidak pernah menyesali itu semua. " Sabar le !Seng penting nyenyuwun marang Gusti Allah!" (sabar ya nak. Yang penting minta sama Tuhan). Itu yang selalu kuingat, disaat aku putus asa.
"Buk, gimana kalau aku merantau saja?", tanyaku kepada Ibu. "Pikir dulu baik baik!Sudah siap kau merantau rupanya?" jawab ibu kala itu. Â Aku terdiam. Saat itu memang masa krisis moneter. Aku sadar dimana mana di wilayah Indonesia terjadi pelemahan ekonomi . Cari kerja sulit, harga harga mahal, dollar meningkat tajam. Hidup di Indonesia susuah, terutama di Jawa. Itu yang selalu diomomgkan orang. Walaupun rezim Orde Baru sudah turun , tetap kesulitan ekonomi terjadi dimana mana di seluruh Indonesia.
Karena sudah lama aku tidah mendapat pekerjaan, dan Ibu sedih melihat aku, karena suntuk dirumah, maka Ibuku mengizinkan akau. Dengan modal nekat dan sedikit bekat , hanya untuk ongkos bus, aku melangkahkan kakiku menuju Kota Medan. Pilihan itu atas saran Ibu yang berharap aku bisa menemukan adeknya merantau di Medan sejak lama tak berkirim kabar. Dengan diiring doa dengan berurai air mata, ibu melepasku merantau. Â " Jaga diri baik +baik. Jaga sholat ya Mas!"Â
Aku nekat merantau ke Medan. Lima bulan pertama menjadi hal yang tak mudah bagiku, Dengan berbekal nekat aku berusaha hidup dengan menumpang di mesjid.  Untuk makan aku mengajar mengaji dan membersihkan masjid. Dari infaq dan sedekah oenghuni komplek di mesjid aku bisa makan. Lalu aku menjalani profesi sales  force yang kerjanya dor to dor untuk menawarkan dagangan. Profesi ini kujalani hampir 3 tahun dengan pahit getirnya. Aku jalani dengan ketabahan dan tanpa mengeluh.
Saat ini hidupku sudah berubah. ini semua berkat doa ibuku yang tak pernah putus. Satu pesan ibu yang membuatku merantau "Le dadi cah Lanang kudu nekat Nek Ra Nekat ora Berkat " (jadi laki laki harus nekat, kalau tidak nekat tidak berkah).
Pesan itu yang selalu kuingat dan menjadi motivasi hidupku di perantauan. Kini wanita terbaik itu telah  menghadap Illahi. Semoga  ibu selalu bahagia disana dan doa terbaik untuk ibu. Dan selamat  Hari Ibu untuk seluruh bu yang telah berjuang dan berkorban  untuk anak anaknya
#WngNdeso
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H