Work From Home atau Bekerja di Rumah kembali menjadi pembicaraan . Fenomena WFH, yang ramai pada saat Pandemi Covid 19 dan gencarnya disrupsi tehnologi kemabali menjadi pembicraan karena munculnya varian Covid baru pada akhir tahun 2021. Hal ini juga ditambah dengan hangatnya pembicaraan akan wacana Pensiun Massal ASN, yang pekerjaannya akan diganti dengan tehnologi.
Bagi generasi Milenial dan Generasi Zilenial Work From Home, menurut mereka menjadi pilihan yang tepat. Apalagi dengan karakteristik Generasi Minlenial dan Zilenial yang sangat candu akan tehnologi.Â
Work From Home menjadi pilihan prioritas . Tetapi sayangnya tidak semua orang nyaman dengan Work From Home. Karena, apapun positifnya pasti ada sisi negatif yang harus diminimalisir.
Pengertian dari Work From Home adalah bekerja jarak jauh, atau lebih tepatnya bekerja dari rumah. Pekerja tidak perlu datang ke kantor dan bertatap muka dengan rekannya pekerja lain. Sebenarnya work from home sudah tidak asing lagi bagi para pekerja freelancer.Â
Menurut Croosby dan T.Moore dalam bukunya  ' Work Life Balance and Working From Home ' (2004) menyatakan bekerja dari rumah berarti pekerjaan yang berbayar yang dilakukan terutama dari rumah dengan durasi waktu 20 jam per minggu.Â
Bagi pekerja lepas atau freelancer Work From Home sering disebut dengan remote working. Disebut demikian karena pekerjaan dilakukan berdasarkan pesanan dan dikerjakan tidak di lokasi kerja (jauh dari lokasi kerja).
Penerapannyapun tergantung dari kesepakatan. Ada yang menerapkan working hours normal, jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Ada juga yang menerapkan jam kerja bebas asal pekerjaan beres dan selalu fast respon.Â
Bagi generasi muda, terutama generasi milineal dan generasi zilenial Work From Home lebih disukai karena menurut mereka lebih efisien waktu. Tidak perlu menghabiskan waktu untuk berangkat kekantor.Â
Waktu perjalanan ke kantor dikonversi untuk menyelesaikan pekerjaan. Dengan begitu produktivitas akan lebih baik serta lebih fleksibel. Hal hal ini juga berdampak pada organisasi kerja, dimana perusahaan tidak perlu menyediakan tempat, menghemat sumber daya dan biaya lainnya. Biaya perusahaan lebih efisien dan efektif.
Bagi saya, yang termasuk generasi kolonial ( sudah menjelang 50... he..he..he atau generasi diatas milinela) Work From Home menjadi tantangan tersendiri. Karena bukan generasi yang anak kandung digital ( untuk menghaluskan generasi yang agak gagap tehnologi),Â
Work From Home membuat kebosanan yang luar biasa. Saya yang terbiasa bekerja dengan rutinitas dan ajeg, kurang bisa menyesuaikan dengan siklus kerja yang melompat lompat (sering orang bilang fleksibel).Â
Bekerja dengan pola teratur, pergi kerja pagi, bertemu dengan teman teman, membicarakan masalah pekerjaan, mendiskusikan berbagai hal tentang pekerjaan, bercanda dengan teman kerja, lalu pulang sore hari hari, bagi saya sudah memberi keasyikan sendiri.Â
Work From Home, memaksa saya untuk langsung berhadapan dengan laptop atau alat kerja canggih  lain yang serba digital menuntut saya untuk berinteraksi dengan benda mati .Â
Belum lagi jika kendala lain muncul, seperti jaringan lelet , aplikasi bermasalah, bahan kerja yang dioalah kurang lengkap atau komunikasi yang slow respon . Membuat ' tensi darah agak naik' Alih alih pekerjaan selesai, malah bikin lelah mental.Â
Belum lagi jika muncul gangguan kerja dari lingkungan sekitar. Sudahlah!!!. Konsentrasi kerja jadi terhenti. Contohnya, enak enak kerja diteriaki istri, gas habis. Mau tidak mau, pekerjaan jadi terjeda. Mau menolak perintah istri tak berani,he,he,he,he. Daripada tak disediakan makan!!!
Lain lagi jika kita Aparatur Sipil Negara. Kewajiban absensi ditempat kerja menjadikan Work From Home hal dilematis. Jika WFH dijalankan, timbul pertanyaan. Penilaian Kinerjanya:  apakah dinilai dari realisasi targe kerja atau kehadirannya?  Tidak hadir ditempat kerja dianggap mangkir, walaupun target kerja bisa diselesaikan.Â
Ujung ujungnya tetap dianggap tidak hadir yang berimbas pada pemotongan uang makan dan tunjangan kerja. Rugilah....he...he...he... Kerja selesai tapi penghasilan berkurang. Belum lagi sanksi disiplin pegawai sudah menunggu. Sudah lelah mental karena gangguan kerja, ditambah lelah mental karena peringatan dan penghasilan yang berkurang. Makin lengkap penderitaan.... !!!
Bagi saya, Kegiatan Work From Home bisa diterapkan, tetapi juga harus dipikirkan juga dampak sosialnya . Lalu  dampak  apa yang harus diminimalisir? :
1. Motivasi Kerja menurun. Hal ini disebabkan karena suasan kerja yang berbeda dengan situasi di kantor
2. Miskomunikasi. Miskomunikasi ini disebabkan kesalahan mempersepsi maksud dari komunikasi yang dilakukan. Komunikasi yang tidak langsung menyebabkan sering gagal faham yang berdampak pada kualitas hubungan
3. Banyaknya gangguan kerja. Bekerja di kantor dengan lingkungan yangbersifat isolatif  dan jauh dari kebisingan pasti mengurangi gangguan kerja. Gannguan kerja yang terlalu bvanyak akan memunculkan rasa jengkel dan marah
4. Â Tidak ada jam kerja yang teratur, bagi saya yang biasanya menyukai keteraturan akan menimbulkan masalah kejiwaan tersendiri.Â
5. Â Tidak semua pekerjaan bisa dilakukan di rumah.Â
Untuk itu Work From Home tetap bisa dijalankan, dengan dilakukan penyesuaian penyesuaian sehingga tidak mengggangu jiwa dan mental yang menjalankan, serta disesuaikan dengan kebiasaan dan kenyamanan pekerja. Â Salam Produktif!!!!!
#WongNdeso
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI