Dalam diam ada tanda jamak yang mengukir kata-kata lewat tajamnya bibir. Seperti pedang yang menghunus, menghujam dada, pada keterasingan makna yang sebelumnya tidak diterjemahkan dalam perpustakaan hati.
Aku hanya bisa berlari, tanpa sedikitpun mengoreksi kata-kata yang sudah ribuan abad menjelma jadi puisi dalam dada. Ada kerinduan yang hilang dama sunyi, kerinduan menjadi diri sendiri. Menembus batas kemanusiaan, dalam kisah-kisah kesesatan, yang meleset maknanya menjadi setan.
Dalam sunyi, aku menemukan setitik cahaya, yang lahir dari hati yang tulus. Untuk menebar senyum, tanpa pamrih sedikitpun. Bairlah sunyi menjadi sunyi, dan aku tetap beridiri tanpa meski berharap belas kasih orang. Sebab aku lahir untuk hidup dan kemanusiaan, seperti yang diajarakan Nabi dalam agama.
Masduri,
Surabaya, 15 Nopember 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H