(Tanggapan Terhadap Tulisan Kang H. Idea tentang "Agama dan Tertib Sosial")
Oleh: Masduki Duryat*)
Membaca tulisan Kang H. Idea secara seksama saya hanya menyayangkan terlalu terburu-buru untuk menarik sebuah konklusi yang apakah menunjukkan kedangkalannya ilmunya tentang Islam yang universal, "wa maa arsalnaaka illaa rahmatan li al-'alamin"Â atau hanya ingin menggugah orang lain untuk berpikir. Dengan menjauhkan rasa 'kebencian' dan secara arif membedakan antara ajaran Islam dengan penganutnya dalam memahami ajaran Islam tersebut melalui teks-teks Quran, hadits, iijtihad atau lainnya.
Ketika disebutkan kita akan sia-sia saja untuk berharap agama akan menjadikan penganutnya untuk menjadi baik secara sosial, karena fokus agama hanya menyangkut hubungan vertikal dengan Tuhan. Agama tidak membicarakan persoalan sosial dan tidak berdalil.
Ingatan saya kemudian melayang teringat buku yang relevan dan sudah lama saya baca yang berkelindan dengan persoalan di atas, yakni "Tauhid Sosial" karya Prof. DR. M. Amien Rais, Islam Vertikal & Horizontal yang ditulis Tim Dosen AIK UMMI, Metodologi Studi Islam-nya Prof. DR. Jaih Mubarak atau juga Islam Aktual karya Prof. DR. Jalaluddin Rakhmat dan lainnya. Yang kesemuanya menjelaskan bahwa Islam ajaran yang secara konseptual memperbincangkan tentang ibadah spiritual yang kemudian diharapkan---meminjam bahasa Prof. Amien Rais---dapat 'numusi' dalam kehidupan sosial. Atau dalam bahasa Prof. Jalaluddin Rakhmat harus dibedakan antara Islam konseptual---yang ya'luu walaa yu'la 'alaih---dengan Islam pada tataran aktulitas para pemeluknya.
Ajaran Islam; Sempurna dan Universal
Islam sebagaimana yang kita baca melalui ayat-ayat-Nya misalnya disebutkan "tidak ada satupun yang Kami alphakan dari segala sesuatu" walau tentu al-Quran hanya secara global atau garis besar, karena al-Quran bukan kitab juknis yang kemudian tafsir atau interpretasinya secara implementatif dijelaskan dalam hadits yang secara kondisional dilakukan oleh Nabi pada saat itu, kemudian diberikan ruang untuk melakukan ijtihad (bisa dengan analogi/qiyas, ijma' dan lainnya) dengan mendasarkannya pada al-Quran dan hadits.
Korupsi memang tidak disebutkan dalam al-Quran dan hadits, tetapi mencuri jelas-jelas dilarang oleh agama---tindak korupsi lebih sadis dari sekedar mencuri, yang esensinya sama mengambil hak orang lain yang bukan miliknya---sampai-sampai Nabi mengatakan "law anna fathimata bin muhammadin syaraqat laqata'tuha"Â (seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya saya potong tangannya). Atau persoalan disiplin dan ibadah sosial lainnya. Cukuplah saya sebutkan dalam QS. Al-Fath [48] ayat 29 mewakili kegalauan H. Idea dengan segala kedangkalan ilmunya tentang Islam.
Disebutkan dalam ayat itu paling tidak; Pertama, keras dan tegas terhadap kekafiran (penyimpangan); (menegakkan aturan dengan tanpa pandang bulu atau tebang pilih). "lau anna Fathimata binti Muhammadin saraqat laqatha'tuha". Kedua, kasih sayang terhadap sesama; (populis, berpihak kepada kepentingan public, selalu menjaga soliditas dan solidaritas, keragaman masyarakat memperkaya inovasi, perbedaan menjadi rahmat bukan menjadi laknat). Ketiga, selalu ruku' dan sujud; (rajin beribadah, rendah hati, giat bekerja, tulus, dan senantiasa berbuat semata karena Allah dan untuk kepentingan masyarakat banyak). Keempat, selalu mencari karunia dan ridha Allah; (kreatif menggali potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), cerdas menangkap peluang, taat dan patuh terhadap aturan, seimbang antara do'a dan ikhtiar, serta optimis atas rahmat dan ridha Allah). Kelima, bekas sujud nampak di wajahnya; (kesalehan ritualnya memberi dampak pada kesalehan sosial, integritasnya sebagai muslim tercermin pada perilaku kesehariannya, yang selalu berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat).
Atau kata-kata Tuhan yang ratusan kali diulang dalam Qur'an yang menggandengkan antara alladzina aamanuu dengan wa 'amilush shalihaati yang mengindikasikan hampa dan kosong iman seseorang kalau tidak ada amal shalih yang menyertainya. Semakin kuat tentang ibadah sosial jika kita buka juga QS. 14: 24-25. Indikasinya manifestasi tauhid, deklarasi kehidupan pada ayat ini adalah sikap budaya, sikap mental, dan kehidupan untuk menyebarkan amal shalih dalam setiap kesempatan. Sehingga indikator orang Islam adalah orang yang bertauhid, kapan saja dan di mana saja ia hidup harus menegakkan amal shalih.