Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Poligami: Reinterpretasi Makna secara Sosiologis-Antropologis

15 September 2022   08:24 Diperbarui: 15 September 2022   08:41 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau mau mengikuti jejak Nabi SAW, semestinya laki-laki yang berpoligini adalah dengan janda-janda beranak bukan dengan para gadis muda yang "bahenol" dan masih tergolong belum tersentuh oleh laki-laki lain.

Ikut Sunnah Rasul?

Jika mengikuti sunnah Rasul SAW, maka pernikahan beliau di samping mengikuti perintah Allah SWT juga karena dilandasi dengan semangat membantu, melindungi, dan mendidik isteri-isterinya untuk bersikap dewasa dan memahami nilai-nilai kolektivitas serta perjuangan dakwah yang meminta pengabdian dan pengorbanan yang cukup serius. 

Hampir semua isteri beliau adalah janda kecuali Siti Aisyah binti Ab Bakr al-Shiddqy. Ini menandakan bahwa pernikahan beliau tidak semata-mata pemenuhan "nafsu syahwatiah" melainkan perjuangan dan dakwah ajaran Islam sebagai rahmat li al-lamn. Hendaknya, pengikut Nabi SAW jangan hanya mengikuti formalitas perilaku nabi tanpa menyentuh semangat atau substansi apa yang dilakukan beliau.

Al-Qur'n dan Hads adalah dua perkara yang diwariskan Nabi SAW untuk tetap dipegang oleh umatnya. 

Namun, permasalahannya adalah ketika zaman berubah dengan diikuti juga perkembangan pola pikir manusia dan perkembangan teknologi, maka konsekuensi dari perkembangan tersebut adalah munculnya banyak persoalan kontemporer yang sebelumnya tidak pernah muncul pada zaman sebelumnya, terlebih pada zaman Nabi SAW. 

Hal ini tentu saja harus dapat dicari solusinya dengan tanpa mengebiri daya kritis dan tetap berpegang pada prinsip agama yang ada.

Beberapa usaha untuk mencari solusi tersebut adalah dengan cara melakukan pembacaan kembali teks-teks keagamaan. Usaha penafsiran dan pengkajian kembali teks ini dipandang perlu karena terkadang kita selalu memposisikan teks keagamaan sebagai bahan yang absolut atau mutlak, tanpa mencoba melihat latar belakang teks itu ada, padahal tidak ada yang absolut di alam ini kecuali Tuhan. 

Tentu saja usaha ini bukan untuk mencari-cari legitimasi agama atas perkembangan yang ada tetapi justeru sebagai bagian peneguhan bahwa Islam memang rahmat li al-lamn dan relevan sepanjang masa [al-Islm shlih li kulli zamn wa makn].

Atas dasar pemikiran di atas, diskursus poligami dan poligini dalam kajian Islam menjadi menarik mengingat tarik-menarik persoalan azas nikah dalam pernikahan Islam itu, apakah menganut azas poligami atau monogami, membawa perdebatan panjang hingga sekarang.

Azas Monogami

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun