Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru dan Realitas Moral Anak: Refleksi atas Kasus yang Menimpa Guru dalam Mengawal Moral Anak

13 September 2022   21:59 Diperbarui: 13 September 2022   21:59 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kepentingan tersebut di atas dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon and Weinstein (1997) yang diadaptasi kembali oleh E. Mulyasa paling tidak dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 peran guru yakni guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaru (inovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet dan sebagai kulminator.

Dengan melihat perannya yang sedemikian mulia dan terhormat, maka posisi guru hendaknya benar-benar menjadi profesi yang berangkat dari hati, sehingga dalam melaksanakan tugas tidak hanya menggugurkan kewajiban tapi juga sebagai sebuah kehormatan, amanat Allah dalam upaya mencerdaskan anak bangsa.

Di sisi lain juga harus ada upaya dari pemegang kebijakan---dalam hal ini pemerintah---supaya tetap 'memuliakan' guru dan ada keberpihakan, baik dari sisi peningkatan mutu dan profesionalismenya, maupun dari sisi finansial.

Sebagai seorang guru, rasulullah dalam sabdanya memberikan penghargaan:"Barang siapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka orang itu disebut "orang besar" di segala penjuru langit." Dan, "Sebaik-baiknya pemberian dan hadiah ialah kata-kata berhikmat. Engkau dengar lalu engkau simpan baik-baik. Kemudian engkau bawakan kepada saudaramu muslim, engkau ajari dia. Perbuatan yang demikian mempunyai ibadat setahun".

Kondisi Moralitas Anak; Memprihatinkan

Harus diakui bahwa banyak di antara peserta didik kita yang berprestasi, kompetitif dan komparatif. Ada yang juara olimpiade, baik di bidang akademik maupun non-akademik.

Tetapi di sisi lain juga ada yang memprihatinkan, kasus pembunuhan disertai kekerasan dengan berbau asmara dan hubungan seksual yang dilakukan oleh anak yang masih SMP di Tangerang, pemerkosaan disertai dengan pembunuhan sadis terhadap Yuyun, kasus di Surabaya serta kasus-kasus lain adalah sebuah realitas yang tak terbantahkan bahwa ada something wrong dalam perkembangan moralitas---dan lebih luas---pada pendidikan anak.

Penelitian-penelitian terdahulu juga memberikan indikasi tentang kehawatiran perkembangan anak dari sisi moralitas. Tatkala sebagian besar anak dan remaja kita telah mengklaim sebagai remaja modern, distorsi perilaku dan pelanggaran moral belum lagi surut (akumulasi dari problematika yang dialami anak dan remaja). Penggambaran gaya hidup anak dan  remaja yang kontra moralitas kerap kita temui dan bahkan dipandang sebagai kewajaran pada sebuah masyarakat yang tengah mengalami 'kesakitan'.

Hasil penelitian Universitas Atmajaya Jakarta bulan Oktober 1994 di beberapa SMP, SMA dan SMK di Jakarta dinyatakan bahwa 9,9% dari 558 siswa yang menjadi responden mengaku telah berhubungan seks dengan teman sebaya setelah menonton film porno.

Hasil penelitian Sulistya Eka, pelajar SMPP 10 Yogyakarta  menyebutkan bahwa dari 461 pelajar yang mengisi angket, sebanyak 31.6% melakukan ciuman pada waktu pacaran, 21,6% meraba-raba organ tertentu milik pacarnya dan 12,7% mengaku pernah bersenggama dengan pacarnya. Sementara itu Jawa Pos edisi 25 Mei 2003 mencatat sebuah polling dari 1.522 siswa SMA/SMK di Jakarta dan Surabaya bahwa rata-rata 10,4% pernah berhubungan seks di luar nikah dan 45% pernah wet kissing (ciuman basah).

Survey terhadap 190 siswa SMA/SMK di Bandung tentang alasan melakukan hubungan seks di luar nikah adalah 26% menyalurkan dorongan seks, 17% ungkapan cinta, 17% untuk kesenangan, 13% dipaksa pacar, 10% agar dianggap modern, 8% uji kemampuan / keperawanan / perjaka, 5% mendapat imbalan, dan 3% mengatasi stress.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun