Cek Toko Sebelah (CTS) adalah film yang tayang di akhir tahun 2016. Film besutan Ernest Prakasa ini bisa menjadi alternatif hiburan di akhir tahun dan awal tahun, tapi tidak untuk anak-anak loh yah.. karena ada adegan-adegan yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak.
Baedewey diluar itu semua menurut saya film ini menyajikan banyolan-banyolan kreatif ala komika yang bikin ngakak abis, namun disisi lain juga ada drama yang menyentuh yang juga bisa bikin nangis penontonnya.
Saya bukanlah orang yang pandai bikin review film, namun sebagai orang yang berseberangan secara politik dengan Ernest, saya tetap angkat topi untuk film CTS ini. Secara obyektif saya menilai film ini lumayan baik karena ada pesan-pesan positif didalamnya, walaupun harus diakui juga ada adegan-adegan yang kurang mendidik, namun secara keseluruhan film ini cukup baik.
Setelah menonton film ini, saya teringat waktu ngekost dulu. Ketika itu yang punya kost-kostan adalah etnis tionghoa yang biasa dipanggil Cici (Cik) dan Kokoh (Koh), hingga saya pindah sampai lupa ga pernah nanya siapa nama mereka, karena terbiasa memanggil Cik dan Koh.
Mereka juga punya warung (toko) tradisional seperti Koh Afuk di film CTS. Pernah ketika saya berbelanja di tokonya, sambil ngobrol si kokoh bilang, "Sebenarnya saya bisa aja sih mas bikin mini market, tapi nanti kalau warung (toko) ini tutup, kasihan warga yang biasa belanja di toko ini," kata Si Kokoh.
"Emang lahan untuk bikin mini market bukan di warung ini koh?" tanyaku.
"Bukan mas, ada di pinggir jalan raya. Sudah ada yang nawarin dan mau bekerjasama. Tapi saya bilang pikir-pikir dulu," jawabnya. (Konfliknya hampir mirip Koh Afuk yang ditawarin untuk menjual tokonya di film CTS).
Hingga aku pindah kost, si Kokoh tetap berjualan di warung (toko) tradisional itu. Di warung tersebut banyak pelanggan (warga) yang diperbolehkan ngutang, seperti di toko Koh Afuk di film CTS, bahkan juga ada preman yang suka malakin warung si Kokoh. Nah ini bedanya warung si Kokoh dan toko Koh Afuk. Di film CTS saya tidak melihat konflik penjaga toko dengan preman yang suka malakin toko. Seandainya itu ada, mungkin akan lebih menarik dan bisa jadi akan menambah banyolan-banyolan di film CTS tersebut.
Si Encik dan Kokoh sangat baik kepada kami (orang-orang yang nge-kost di kost-kostannya). Jika lebaran Si Encik suka bikin ketupat dan opor ayam, dan dibagi-bagikan ke kita yang nge-kost (yang ga mudik). Demikian juga kalo natal dan imlek, Si Encik juga bikin opor ayam ala lebaran untuk dibagikan ke kita. Kalau imlek ada tambahannya, yaitu kue keranjang (kue khas imlek).
Inilah contoh toleransi dan kebhinekaan kami antara islam dengan etnis tionghoa yang  juga merayakam natal dan imlek, sudah terjaga dan terjalin baik sejak itu. Makanya ketika Zhong Wan Xie alias Ahok alias Basuki Tjahaja Poernama berteriak-teriak mengenai SARA, padahal dia sendiri yang sering melecehkan SARA, hingga dia menistakan Al-Qur'an kitab umat Islam, sebenarnya kami sudah cukup lama hidup rukun berdampingan dengan umat beragama lain dan etnis yang lain. Justru statemen-statemen Zhong Wan Xie lah yang bisa merusak kerukunan hidup antar etnis dan antar umat beragama.
Para ulama dan tokoh-tokoh umat Islam juga tidak pernah mengait-ngaitkan Kasus Penistaan Agama yang dilakukan Zhong Wan Xie dengan suku, etnis, agama bahkan politik yang sedang bergejolak di Jakarta. Karena ini memang murni ulah satu orang yang kebetulan berposisi sebagai Gubernur DKI (ketika melecehkan Al-Maidah:51).