Menteri Agama, Prof. Dr. Nazaruddin Umar dalam sambutannya diacara Rakernas Kementerian Agama RI Â menekankan pentingnya melakukan revitalisasi visi Kementerian Agama agar tetap relevan dengan tantangan zaman. Meskipun visi yang ada saat ini sudah tajam, beliau percaya bahwa perubahan zaman menuntut agar visi ini diperbarui agar tetap dapat menghadapi dinamika yang berkembang. Kementerian Agama memiliki peran yang sangat historis, lahir sebagai jawaban atas perdebatan konsep-konsep dasar negara pada awal kemerdekaan, khususnya dalam menyelaraskan antara nilai-nilai agama dan kebangsaan.
Sejarah mencatat, pembentukan Kementerian Agama tidak terlepas dari diskusi panjang mengenai Piagam Jakarta yang awalnya mencantumkan kewajiban menjalankan syariat Islam. Setelah masukan dari kelompok minoritas, disepakati sila pertama Pancasila berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Dari sinilah peran Kementerian Agama dimulai, menjaga keharmonisan antara agama dan negara untuk stabilitas nasional.
Menteri Agama juga menyoroti tingginya angka perceraian yang mencapai 35% dari total pernikahan, dengan sebagian besar terjadi pada pasangan muda (80% di bawah lima tahun pernikahan). Hal ini, menurut beliau, dapat memengaruhi kekuatan masyarakat dan negara, karena keluarga merupakan fondasi utama bagi kesejahteraan sosial. Dalam Al-Qur'an, lebih dari 500 ayat membahas tentang hukum keluarga, menegaskan betapa pentingnya keberlangsungan keluarga dalam membangun masyarakat yang ideal.
"Jika keluarga berantakan, maka masyarakat akan lemah. Dan lemahnya masyarakat akan berdampak pada daya tahan negara," ujar Menteri Agama. Oleh karena itu, menjaga keutuhan keluarga adalah salah satu cara untuk memperkuat negara.
Menteri Agama mengungkapkan bahwa dulu pasangan yang hendak bercerai diwajibkan untuk menjalani bimbingan di BP4 (Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan). Namun, setelah peralihan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung, kewajiban tersebut tidak lagi berlaku. Beliau mengusulkan agar penghargaan terhadap hakim yang berhasil menunda perceraian untuk memberikan kesempatan pasangan melakukan perubahan sikap diberikan lebih besar. "Jika hakim menunda perceraian hingga pasangan berubah pikiran, itu adalah langkah positif," tegasnya.
Menteri Agama juga menyampaikan bahwa Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Kementerian Agama telah memasuki era baru dengan perubahan signifikan. Litbang berperan penting dalam menyediakan dasar teori untuk kebijakan-kebijakan Kementerian Agama. Kebijakan yang diambil oleh Kementerian Agama harus didasari oleh hasil penelitian dan survei yang objektif, bukan sekadar kehendak individu. Litbang kini memiliki peran yang lebih jelas dalam membantu merumuskan kebijakan yang berbasis bukti dan riset.
Dalam perkembangan terbaru, banyak tugas yang sebelumnya dipegang langsung oleh Kementerian Agama, seperti urusan zakat dan wakaf, kini telah diserahkan ke badan-badan lain seperti BAZNAS dan BWI. Masalah haji kini dipimpin oleh badan yang setingkat dengan menteri, dan jaminan produk halal menjadi lembaga tersendiri yang terpisah. Dengan fokus yang lebih ramping, Kementerian Agama kini lebih berorientasi pada kebimasan, mencakup urusan berbagai agama seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Menteri Agama menegaskan bahwa Kementerian Agama harus menjadi stabilisator masyarakat Indonesia. Agama, jika disalahgunakan, bisa menjadi sumber konflik dan merusak kedamaian negara. Namun, jika dimanfaatkan dengan benar, agama dapat menjadi alat pemersatu dan pengikat persatuan bangsa.
Agama harus menjadi sumber kedamaian dan ketentraman, bukan sebaliknya. Seperti halnya energi nuklir yang bisa digunakan untuk hal yang bermanfaat atau malah menghancurkan, agama juga memiliki dua sisi. Oleh karena itu, Kementerian Agama harus berperan aktif untuk memastikan agama tetap menjadi sumber kedamaian.
Indonesia, dengan keragamannya, harus dapat menjaga keharmonisan antar umat beragama. Menteri Agama mengingatkan pentingnya mengajarkan toleransi dan saling menghargai antar umat beragama. Kita tidak bisa mengajarkan bahwa agama kita yang paling benar dan agama lain salah, karena ini hanya akan menumbuhkan kebencian dan perpecahan. Sebaliknya, kita harus memperkenalkan kurikulum yang mengajarkan sikap saling menghargai.