Mohon tunggu...
Sumardiono
Sumardiono Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh Agama Islam Fungsional

Saya seorang Penyuluh Agama Islam Fungsional. Berasal dari Gresik Jawa Timur Indonesia. Sosok yang sederhana. Suka dengan ilmu dan membaginya. Tidak berminat dengan popularitas. Kajian favorit saya berkaitan dengan studi agama, filsafat, sosial-budaya, pemberdayaan masyarakat dan isu-isu kontemporer. Saya juga tertarik dengan teknologi. Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam didepan laptop dan membicarakan atau mendengar kajian masalah agama, masalah sosial budaya, isu politik, masalah filosofis. Tujuan besar saya, saya ingin memberi manfaat bagi sesama tanpa membedakan suku, agama, ras dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekerasan terhadap Perempuan: Analisis Struktural

30 Oktober 2023   16:19 Diperbarui: 30 Oktober 2023   16:20 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika membahas tentang kekerasan terhadap perempuan, penting bagi kita untuk memahami bahwa fenomena ini tidak terjadi secara terisolasi, melainkan terkait erat dengan struktur sosial yang ada. Analisis struktural memungkinkan kita untuk melihat bagaimana hierarki, peran, dan hubungan antarindividu dalam masyarakat dapat memberi pengaruh terhadap terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

Dalam struktur sosial, hierarki sering kali menciptakan ketidaksetaraan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. Kekuasaan yang cenderung condong ke arah laki-laki sering kali menghasilkan situasi di mana perempuan dianggap lebih rentan dan memiliki akses terbatas terhadap sumber daya dan perlindungan. Hal ini dapat memicu terjadinya kekerasan, karena pelaku sering merasa memiliki kendali penuh atas perempuan dan merasa memiliki hak untuk mengontrol serta mengeksploitasi mereka.

Misalnya, di banyak masyarakat, terutama di wilayah yang masih kental dengan patriarki, terdapat pandangan bahwa perempuan harus tunduk pada kehendak laki-laki, terutama dalam lingkup keluarga. Hal ini mungkin termanifestasikan dalam kekerasan rumah tangga, di mana suami atau anggota keluarga lain merasa memiliki hak untuk menggunakan kekerasan fisik atau emosional terhadap perempuan sebagai cara untuk menegakkan otoritas mereka. Ketidaksetaraan ini diperkuat oleh norma sosial yang menguatkan pandangan bahwa perempuan seharusnya tunduk pada peran tradisional mereka, tanpa banyak ruang untuk mengutarakan pendapat atau mengambil keputusan sendiri.

Selain itu, peran sosial yang ditetapkan oleh masyarakat juga memainkan peran penting dalam memengaruhi terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Beban peran yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, di mana perempuan sering kali diharapkan untuk memenuhi peran domestik dan merawat keluarga tanpa pengakuan yang setara, dapat menciptakan situasi di mana perempuan menjadi lebih rentan terhadap eksploitasi dan penindasan.

Contoh kasus yang dapat dianalisis adalah kisah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di lingkungan yang sangat patriarkis. Ia bertanggung jawab atas semua tugas domestik, seperti merawat anak-anak, memasak, dan membersihkan rumah, sementara suaminya bekerja di luar rumah. Di bawah beban tanggung jawab yang berat dan peran yang tidak dihargai, ia sering kali menjadi sasaran pelecehan verbal dan fisik dari suaminya. Ketergantungan finansial pada suaminya dan norma sosial yang menganggap kekerasan dalam rumah tangga sebagai masalah pribadi keluarga menyebabkan situasi ini terus berlanjut tanpa intervensi yang memadai.

Selain hierarki dan peran, hubungan antarindividu dalam masyarakat juga dapat mempengaruhi terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Adanya norma sosial yang meremehkan martabat perempuan dan membenarkan tindakan-tindakan diskriminatif juga memperburuk situasi tersebut. Lingkungan yang memungkinkan dan bahkan mendorong penghinaan, pelecehan, dan perlakuan tidak manusiawi terhadap perempuan, baik di tempat kerja, di ruang publik, maupun di lingkungan sosial, dapat menjadi landasan bagi kekerasan terhadap perempuan.

Sebagai contoh, kita dapat mempertimbangkan kasus pelecehan seksual di tempat kerja. Dalam lingkungan di mana perempuan sering kali dipandang rendah dan dianggap sebagai objek seksual, kekerasan seksual di tempat kerja bisa menjadi perpanjangan dari ketidakadilan yang ada. Perlakuan diskriminatif dan pelecehan yang diterima oleh perempuan di tempat kerja tidak hanya merugikan secara emosional dan psikologis, tetapi juga menciptakan ketakutan dan ketidakamanan yang mencegah perempuan untuk mengambil peran aktif dalam ruang publik.

Dalam menganalisis kasus-kasus seperti ini, penting bagi kita untuk mengakui bahwa kekerasan terhadap perempuan bukanlah masalah individu semata, melainkan merupakan akibat dari struktur sosial yang memungkinkan adanya ketidaksetaraan kekuasaan dan perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan. Dengan memahami faktor-faktor ini, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif dalam mencegah dan mengatasi kekerasan terhadap perempuan, melalui upaya-upaya seperti pemberdayaan perempuan, edukasi yang lebih luas tentang kesetaraan gender, serta perubahan sosial yang bertujuan untuk mengatasi akar penyebab ketidakadilan gender.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun