[caption caption="lawan swalayan berjejaring "][/caption]Ketika saya hari ini memasukkkan key word di google.com dengan kalimat: "kecurangan dan pelanggaran indomart alfamart", lalu keluarlah berita sebanyak 12,500 yang akan (bisa jadi) menyangkut kecurangan bisnis kapitalis berjaringan ini. Luar biasa bukan. Kemudian saya ganti keywords dengan "kecurangan dan pelanggaran swalayan modern" maka cukup mencengangkan jumlah beritanya sampai 135,000. Walau tak bisa sepenuhnya dipercaya, saya punya prasangka memang betul banyak pelanggaran yang terjadi baik secara regulasi daerah maupun pusat, baik soal jam kerja, kesejahteraan karyawan, juga soal perizinan yang suka ngawur, menerabas aturan. Contohnya banyak di sleman. Ada 89 Swalayan berjejaring tanpa izin bisa beroperasi seenaknya saja. Ada juga kasus makanan kadaluwarsa masih dijual, ada juga soal tidak ramah lingkungan, dan masih banyak lainnya.
Mungkin kita sudah pernah bahkan sering berbelanja kebutuhan kita di Indomart ataupun Alfmart. Yah..bisnis waralaba ritel seperti Indomart dan Alfamert saat ini memang semakin marak dan menggurita, keberadaannya telah sampai ke wilayah pinggir merebut lahan ekonomi milik pelaku usaha kecil. Oke balik lagi ke tema y...saat kita berbelanja di alfamart atau Indomart coba kita cermati, pasti selalu saja kasir menyebutkan jumlah harga yang lebih tinggi artinya pihak indomart atau alfamart meminta kita untuk membayar harga lebih tinggi dibanding dengan jumlah harga yang tertera di struk balanjaan kita. Jumlahnya memang kecil rata2 dibawah Rp. 100,- membuat kita merasa tidak begitu dirugikan dengan penetapan harga yang dilakukan oleh mereka. padahal sekecil apapun perbedaan harga yang harus dibayar konsumen yang tidak sesuai dengan jumlah senyatanya jelas itu merupakan perbuatan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen. Kita memang merasa tidak dirugikan banget dengan perbedaan harga tsb apalah artinya uang sejumalah Rp. 75,- tapi bukan berarti kecurangan ini menjadi hal yang bisa terus terjadi.
belum lama ini juga kasus plastik kresek di swalayan modern yang biayanya dibebankan ke pembeli. Pebisnis ini maunya enak sendiri saja. Beberapa kasus di Jogja banyak pembeli marah-marah karena main hakim sendiri pihak pengusaha ini. Kembali ke urusan bayar lebih di atas, berikut saya coba analogkan berapa rupiah uang yang diraup oleh alfamart ataupun indomart dengan praktek curangnya ini dalam 1 bulan.
"Jika 1 buah outlet indomaret ataupun alfamart dalam satu hari rata2 ada 100 orang konsumen dengan selisih harga Rp.75, lebih tinggi yang harus dibayar per1 orang konsumen, berarti dalam satu hari pelaku usaha ini mengambil uang konsumen Rp. 7500, dalam 1 bulan Rp. 225.000, ini baru jumlah yang diraup oleh 1 outlet. Jika jumlah outlet Indomaret atau alfamaret di Indonesia ada 5.000 buah outlet berarti dalam 1 bulan keuntungan yang di dapat dari praktek curang ini = Rp. 225.000 x 5.000 outlet = Rp. 1.125.000.000, Bagaimana jika dalam 1 tahun..? anda hitung sendiri saja ya.."
Kebijakan penetapan harga yang dilakukan oleh Indomart dan Alfamart jelas sekali melanggar undang-Undang perlindungan konsumen, Konsumen harus membayar harga lebih tinggi dibanding dengan harga yang sesungguhnya, tapi sepertinya praktek tsb masih aman2 saja, berarti UU perlindungan konsumen belum menyentuh dan melindungi konsumen dari praktek2 curang para pelaku usaha terutama di sektor ritel. Kita hanya bisa berharap semoga UU Perlindungan konsumen bukan saja hanya sebagai suatu wacana saja. Sebelum aku akhiri tulisan ini, yang jelas tidak ada niat untuk mendiskreditkan Indomart ataupun Alfamart (sumber).
Dari ribuan persoalan ini jika diringkas setidaknya ada lima persoalan kecurangan tersebut, antara lain: Pertama, Dominasi pasar oleh swalayan yang merugikan pedagang kecil Dan lokal selama ini sudah sangat parah. Kerakusan pebisnis swalayan ini mengakali regulasi dengan menghalalkan segala cara mulai melanggar jarak dgn pasar traditional, memalsukan nama. Sebagai contoh: banyaknya swalayan tanpa nama di kota Yogyakarta, juga yg kasus di Pasar Cebongan yang kemarin sudah disegel tapi sekarang buka dengan nama baru “bhineka mitra.”;
Kedua, dalam praktiknya, gerai yang illegal tetap beroperasi dengan main buka tutup jika ada hari penertiban; Ketiga, walayan berjejaring tidak membayar pajak di daerah tetapi di Jakarta sehingga dapat dikatakan tidak banyak memberikan manfaat bagi daerah. Swalayan berjejaring modern ini bertentangan dengan spirit trisakti yaitu tidak menjadikan daerah Dan masyarakat berdikari karena trilyunan omset bisnis ini dilarikan keluar daerah. Perekonomian yang kuat adalah yang mampu memutar roda ekonomi di daerah: Dari daerah oleh daerah untuk daerah. Praktik swalayan ini adalah praktik eksploitatif daerah untuk jaringan teror kapitalisme liar.
Keempat, berbagai praktik koruptif penyuapan dalam pendirian gerai swalayan modern-berjejaring telah merusak moral masyarakat dan mengembangkan mentalitas menerabas (permisif). Selain itu, salah satu keluhan masyarakat adalah bahwa swalayan jenis ini tidak bertanggungjawab atas sampah dan masalah lingkungan (sampah) akibat kegiatan bisnisnya tersebut.
Mengingat begitu banyak gejolak sosial ekonomi Dan kebudayaan Dari brutalnya bisnis swalayan berjejaring di republik ini tidak terkecuali di DIY maka upaya pengaduan ini adalah bagian dari dakwah nahi munkar di ruang publik. Jika diikuti di media pecan terakehir ini, penolakan atas dominasi swalayan mulai tak terhindarkan, di berbagai daerah misalnya kota Padang, jogja, sleman, Karanganyar, Dan menyusul gelombang perlawanan di daerah akibat dominasi pasar yang merusak harga diri daerah dan berpotensi meminggirkan potensi ekonomi daerah. Saatnya tidak diam, kita harus melawan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H