Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Fatwa

9 Juni 2014   18:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:32 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Islam adalah agama yang diturunkan ke muka bumi oleh Tuhan melalui seorang nabi dengan tujuan sangat mulia: menebarkan kasih. "Dan Aku mengutus Engkau untuk mengasihi semua makhluk", kata Tuhan melalui firmanNya kepada Nabi islam, Muhammad saw.. Agar pesan mulia itu teraktualisasi dalam kehidupan nyata, Nabi juga menguatkan dengan sabda: "Perbuatan yang sempurna harus diawali dengan membaca nama Tuhan yang maha Kasih dan Sayang."



Pesan Tuhan yang maha Suci dan keteladanan Nabi saw. yang penuh hikmah hendaklah menjadi rujukan utama umat islam dalam menjalani hidup. Cinta dan kasih sayang adalah intisari ajaran islam. "Bukan dari golonganku orang yang tidak mengasihi yang kecil dan menghormati yang besar." kata Nabi saw.. Sejarah kemamusiaan juga menjadi bukti nyata, bahwa peradaban besar umat manusia di muka bumi ini terlahir karena semangat kasih sayang dan saling mencintai.

Sangat disayangkan. Inti dan semangat ajaran suci tidak sepenuhnya menjadi panduan dan pijakan bagi umatnya dalam menapaki jalan. Kasih sayang yang menjadi substansi ajaran seakan terabaikan. Kepentingan di luar inti ajaran muncul lebih dominan dalam penampakan. Kelompok yang mengaku paling islam -karena simbol yang dominan- terlihat mendominasi dan sangat produktif dalam menebar kebencian terhadap sesama.

Penghakiman terhadap sesama muslim yang berbeda pandangan menjadi isu nyata. Begitu juga terhadap yang berbeda iman. Kebencian itu dipoles dengan nuansa keagamaan yang sangat kreatif dalam bentuk pendapat hukum atau fatwa. Seperti fatwa sesat dan haram terhadap pemikiran tertentu, sampailah fatwa halal darahnya bagi yang mengikuti pemikiran lain yang menurut mereka berseberangan atau bertentangan.

Kemudian fatwa yang diciptakan dijadikan dasar dan pijakan untuk melakukan aksi penghancuran. Seperti yang diderita oleh muslim Ahmadiyah, Syiah dan pihak-pihak yang memberikan pembelaan terhadap mereka. Kelompok yang berafiliasi kepada pemikiran yang beda juga mendapat perlakuan yang sama, seperti kelompok liberalis dan pluralis. Bahkan fatwa mati sudah disiarkan untuk tokoh liberal yang bernama Ulil Abshar Abdala.

Kelompok yang menampilkan diri sebagai "islam yang benar" memang tidak dominan saat ini. Terbukti fatwa mereka menuai hujatan dari yang lain dan tindakan mereka juga dianggap brutal dan penistaan. Tetapi ketidaktegasan pemilik otoritas terhadap aksi mereka, membuat mereka lebih bersemangat untuk tetap memainkan peran nyata atas keyakinan mereka. Seandainya tidak cepat ditindak tegas secara hukum, pengikut mereka lambat laun akan semakin banyak dan meluas.

Sangat mengkhawatirkan ketika instrumen politik resmi mengakomodir kekuatan mereka. Semangat kebencian mereka terhadap yang lain seperti mendapat pembenaran dan perlindungan. Seandainya instrumen politik yang menerima kehadiran mereka berada ditampuk kekuasaan, maka pastilah mereka akan menampilkan model keislaman yang diyakini di pentas kekuasaan yang sah.

Tidak berlebihan, seandainya kita memiliki kecurigaan yang besar atas agenda yang mereka usung dengan bergabung pada kekuatan politik yang "bertarung" saat ini. Dan seandainya kekuatan politik tempat mereka bernaung dan berlindung berhasil mendapatkan tahta kekuasaan, maka pentas politik di tanah air akan terganggu, bahkan berubah. Sangat mungkin kondisi politik seperti di negeri-negeri Arab saat ini juga akan terjadi di tempat kita. Pergantian kekuasaan dan perseteruan politik akan diwarnai dengan pertumpahan darah.

Tidak sedikit nyawa manusia muslim di negeri itu melayang sia-sia hanya karena angkara murka dan kebencian terhadap sesama. Sungguh tragis akibat dari sebuah kebencian yang menjalar ke urat nadi kehidupan bernegara. Pembunuhan yang disengaja dan direncanakan mendapat legitimasi oleh negara. Perang yang disulut oleh amarah dijadikan dasar kondisi darurat yang membolehkan pembunuhan.

Gelombang kebencian yang begitu dahsyat di negeri para nabi itu dikemas dan di tampilkan secara elegan dalam bentuk fatwa. Walaupun fatwa dalam sistem hukum islam hanyalah pendapat hukum yang tidak memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat. Namun bagi umat pendapat itu dianggap sebuah kebenaran yang legitimat. Cukup berpegang kepada fatwa umat yang percaya akan melakukan tindakan sesuai dengan kehendak orang yang berfatwa.

Seperti pembunuhan yang terjadi di Mesir, tidak dapat dilepaskan dari sebuah fatwa dari Yusuf Qorhawi. Rakyat mesir yang setuju dengan Qordhawi memberikan perlawanan tanpa sedikitpun gentar menghadapi kematian. Karena kematiaan bagi yang mengikuti fatwa adalah kesyahidan. Dan syahid adalah jalan pintas menuju surga. Begitu jugalah yang terjadi di negeri-negeri lain di timur tengah. Dalam sistem hukum islam fatwa tidak mungkin dibatalkan, dengan demikian perang sipil di sana juga akan terus berlanjut tanpa pembatalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun