Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jampi

26 Januari 2015   20:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:20 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih seminggu, sejak malam itu, siswa bersangkutan juga belum menunjukkan tanda-tanda membaik, masih sama. Padahal ruqyah dilaksanakan siang dan malam. Secara bergantian alQuran dibacakan di asrama dan di hadapan siswi yang sering kesurupan.

Dengan permohonan maaf, kelompok liqo' juga menyerahkan kembali kepada guru-guru untuk mencari alternatif lain, demi kesehatan siswi dimaksud.

Saya pun bertanya kepada siswa-siswi di depan kelas seperti percakpan di atas. "Dukun, tetapi menggunakan mantera Jawa." Jawab salah seorang siswa dengan malu-malu dan ragu-ragu. Saya memaklumi, mungkin dia takut dikatakan sebagai pelaku bid'ah, khurafat atau syirik.

Saat itu juga, saya setujui usulnya. Dan langsung menanyakan siapa dan dimana tempat tinggal dukun dimaksud. Saya juga memberi penjelasan kebolehannya dari kaca mata agama, agar rasa malu dan ragu tidak ada lagi, sekaligus meyakinkan: "Yang kita minta sehat dan normal seperti sebelumnya," kataku memberi penekanan.

Sore hari, dua orang guru pergi menemui dukun dimaksud dengan satu hajat: mohon bantuan menjadi perantara penyembuhan siswi yang kerasukan.

Saya tidak ikut. Dan, tentunya tidak tahu persis bagaimana dukun yang menggunakan mantera Jawa, mengadakan ritual.

Informasi yang saya dapat dari dua orang guru yang diutus bahwa, setelah hajat disampaikan, dukun masuk ke dalam kamarnya mengambil sebotol air. Dia tidak perlu datang menemui siswi itu. Melainkan sebatas memberi petunjuk dan arahan.

Kemudian air dalam botol itu dibawa pulang. Sesuai petunjuk dan arahan air disiramkan ke tempat-tempat tertentu dan disisakan sedikit, untuk diminumkan dan disapukan ke muka.

Saya juga tidak melihat, bagaimana prosesi penyiraman air dari botol dilakukan. Pun, tidak menyaksikan cara meminum dan menyapukan sisa air ke muka. Yang saya saksikan hanya setelahnya.

Berangsur siswi itu, kesehatannya membaik. Tidak kesurupan lagi, dan bisa mengikuti pelajaran seperti biasa, meskipun belum maksimal. Keadaan kelas pun normal kembali. Proses belajar mengajar begitu juga. Sudah seperti semula.

Kemudian, di akhir jam belajar, menjelang pulang, saya bercerita sesuatu yang di luar pelajaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun