Pendidikan bukan sekadar proses hominisasi melainkan humanisasi (DISKURSUS, Jurnal Filsafat dan Teologi, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Oktober 2007). Hominisasi adalah bagaimana murid menimpa pelajaran dengan kata lain studi formal pada umumnya, sedangkan humanisasi adalah murid yang dibentuk supaya dapat olah pikir, olah rasa, dan olah kehendak.Â
Gagasan tersebut merupakan apa yang tertuang dalam pemikiran Prof. Driyarkara, SJ. Pandangan beliau terlebih menyoroti supaya anak didik dapat memahami tentang makna manusiawi dari hidup yang mereka jalani lewat sarana yang ada, sarana tersebut dapat berupa alam ataupun sesamanya. Akan tetapi apa yang terjadi saat ini justru terbalik dari pandangan Driyarkara itu.Â
Beberapa tahun lalu sebelum Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dihapuskan rasanya para murid seakan-akan dihadapkan dengan sebuah kengerian.Â
Di setiap akhir dari tingkatan pendidikan (kelas VI, IX, dan XII) para murid harus berdarah-darah menghadapi segala macam ujian, ada ujian praktik, Ujian Sekolah Bertingkat Nasional (USBN), dan UNBK. Belum lagi mereka harus memikirkan batasan nilai syarat yang harus dicapai supaya dapat lulus.
Bagi murid kelas XII mungkin tantangannya lebih besar, karena setelah lulus mereka ditawarkan pilihan untuk mendaftarkan diri ke studi lanjut yang adalah perguruan tinggi. Saingannya pun bermacam-macam siswa dari seluruh Indonesia terlebih mereka yang mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri, banyak orang yang mengincar PTN karena notabene lebih terjangkau biayanya daripada Perguruan Tinggi Swasta.Â
Dari pemerintah, Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi menyediakan dua cara yakni Seleksi Nilai Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Tidak jarang dalam usahanya mengejar perguruan tinggi yang diinginkan, banyak murid yang menggenjot belajarnya dengan mengikuti bimbingan belajar atau biasa dikenal dengan nama les privat.Â
Dengan kata lain apabila mengikuti bimbel seperti ini murid harus siap untuk mengeluarkan biaya tambahan dalam pendidikan. Padahal tidak semua murid berasal dari kalangan yang berada, sehingga untuk murid dengan kemampuan biasa lalu berasal dari golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah, apakah dapat merasakan juga bimbingan belajar.Â
Lantas pertanyaan selanjutnya adalah apakah mereka dapat bersaing secara kompetitif dengan murid lain yang mengalami bimbingan belajar dan akhirnya dapat memasuki perguruan tinggi yang diinginkan. Manusia memiliki keistimewaannya masing-masing, kemampuan yang ada dalam diri mereka tidak dapat disamaratakan, sejujurnya harus ada proses yang menilik dari sisi kemampuan manusia tersebut.
Transformasi Pendidikan
Dilansir dari Harian Kompas (8/9/2022) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan bahwa terdapat transformasi terhadap seleksi masuk PTN, antara lain SNMPTN, SBMPTN, dan seleksi mandiri.Â
Untuk SNMPTN, pertama diberikan bobot minimal 50 persen, tujuannya supaya murid diharapkan memiliki prestasi di seluruh mata pelajaran, kedua untuk PTN memiliki pembobotan maksimal 50 persen yang diambil dari minat dan bakat.Â