Hubungan akrab Utsman bin Jahja al Alawi dengan Christiaan Snouck Hurgronje, terjalin pada 1886. Kala itu usia Utsman bin Jahja sudah 63 tahun dan tinggal di Batavia. Sementara Snouck Hurgronje berusia 29 tahun dan tinggal di Leiden. Banyak pejabat pemerintah kolonial Belanda yang berperan dalam hubungan Utsman dan Snouck ini. Juga bisa dilacak melalui korespondensi antar keduanya.
30 Agustus 1886, Utsman bin Jahja berkirim surat kepada Snouck Hurgronje. Ini korespondensi pertama. Dalam surat itu, Utsman berencana mengirimkan buku-buku karangannya pada Snouck. Utsman secara khusus meminta Snouck menulis surat pada pemerintah Belanda agar mendukung penyebaran buku karyanya. Lebih khusus lagi, Utsman memohon Snouck agar namanya disebut dalam surat ke pemerintah Belanda itu.
Buku karya Utsman yang diberikan pada Snouck berisi pandangannya yang anti tarekat. Utsman menjelaskan bahwa penyebaran tarekat pada kalangan yang tidak terdidik, bisa membawa masalah bagi Belanda. Karenanya Utsman minta pada Snouck agar pemerintah Belanda mendukung penyebaran bukunya. Sebagai antisipasi bahaya dari tarekat yang kian tersebar di Jawa.
Snouck terkesan dengan pandangan dan tentu saja niat dari Utsman ini. Sebagai awalan, Snouck membuat tulisan di surat kabar Belanda, tentang pentinganya pandangan Utsman bagi perumusan kebijakan Belanda tentang Islam. Snouck bahkan menyebut guru tarekat dan pengikutnya adalah musuh paling bahaya bagi otoritas Belanda di negara jajahan, khususnya Hindia Belanda alias Nusantara. Snouck juga tak ragu menyebut Utsman sebagai rekan potensial. Ia menggambarkan seorang Utsman lebih berharga daripada sekian bupati peminum anggur yang liberal.Â
Masih pada Agustus 1886. Utsman kembali melakukan korespondensi dengan Snouck, lewat surat yang kedua. Kali ini tanpa tedeng aling-aling, Utsman berharap bisa mendapatkan jabatan tertentu. Tujuannya agar bisa bekerja sama lebih jauh dengan pemerintah kolonial Belanda. Utsman percaya diri sebab menurut informasi dari van der Chijs---inspektor bidang pendidikan pribumi, ia telah mendapat kesan yang baik di kalangan pejabat pemerintah Belanda.
Lagi-lagi, surat yang kedua dari Utsman pada Snouck juga disertai buku karangannya. Kali ini buku berisi pujian atas keadilan Belanda di Tanah Jawa.Karena itu, Utsman menegaskan, tidak seharusnya rakyat melakukan perlawanan atas pemerintah.
Korespondensi terakhir baru terjadi lagi pada 8 Juli 1888. Sebuah surat yang terakhir dikirim Utsman untuk Snouck. Isi suratnya, Utsman menyatakan kesediaannya mengabdi kepada Belanda. Dia secara tegas menyatakan hasratnya untuk diangkat sebagai penasehat untuk urusan Islam dan Arab, sebagai mufti pemerintah.Â
Baru pada Mei 1889, Snouck datang ke Hindia Belanda dan tiba di Jawa. Snouck mendiskusikan kemungkinan mengangkat Sayyid Usman sebagai pembantu dalam mengamati perkembangan Islam di Hindia Belanda. Pertemuan Utsman dan Snouck secara teratur berjalan intensif. Utsman pun menghadirkan buku karyanya yang pas buat kepentingan pemerintah kolonial. Salah satunya buku yang memuat sekitar dua puluh dua contoh praktik bidah terlarang yang dilakukan oleh umat Muslim.Â
Dalam buku itu, Utsman melancarkan kritik yang tajam terhadap para ulama yang terlibat dalam jihad. Ia menyebut jihad sebagai delusi atas ajaran Islam yang benar. Utsman menyalahkan para ulama pesantren dan pengikut tarekat karena mendukung pemberontakan. Dia bahkan menuduh mereka telah mempraktikkan bidah dan klenik dalam kehidupan keagamaan.Â
Dan, sebagaimana diharapkan Utsman, usaha Snouck Hurgronje akhrnya membuahkan hasil. Setelah meyakinkan pejabat tinggi di pemerintahan jajahan di Batavia, pada 3 Mei 1891 Sayyid Usman secara resmi diangkat sebagai Penasihat Kehormatan untuk Urusan-Urusan Arab. Dengan posisi tersebut, Sayyid Usman mengabdikan hidup