Mohon tunggu...
Yohanes Widodo
Yohanes Widodo Mohon Tunggu... Dosen - Yohanes Widodo a.k.a masboi. Peminat komunikasi, media, dan jurnalisme. Tamat dari Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan master in Applied Communication Sciecne, Wageningen University, The Netherlands. Mengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ngeblog di http://www.masboi.com Bisa dihubungi di masboi@yahoo.com

Yohanes Widodo a.k.a masboi. Peminat komunikasi, media, dan jurnalisme. Tamat dari Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan master in Applied Communication Sciecne, Wageningen University, The Netherlands. Mengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ngeblog di http://www.masboi.com Bisa dihubungi di masboi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Email Komisi VIII DPR

10 Mei 2011   03:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:53 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di saat mahasiswa di dalam negeri tenang-tenang saja menyikapi isu studi banding DPR, mahasiswa di luar negeri yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) berusaha mengawal dan mengkritisi isu tersebut.

Memang, PPI yang menyoroti isu studi banding DPR ke luar negeri bukan kali ini saja. Sebelumnya, pada bulan Juli 2005, PPI Belanda menyikapi studi banding Komisi V DPR dengan membuntuti dan melakukan aksi paparazzi. Mereka berhasil mendapatkan foto-foto anggota DPR yang menenteng tas bermerek GUCCI dan BALLY di sebuah hotel di Belanda. Mereka pun menyiarkan foto-foto itu melalui Internet dan diliput media, meski tak semeriah sekarang.

Bulan Oktober 2008, ketika penulis menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPI Belanda, menyerukan untuk menolak dan memboikot kunjungan anggota DPR ke Belanda karena DPR tidak memiliki sense of crisis di tengah kemiskinan dan hutang Indonesia yang masih banyak, sehingga seharusnya keuangan negara digunakan secara hemat, tepat guna dan berdaya guna. Meski berkali-kali dikritik, ritual studi banding DPR ini tetap berjalan, hingga kini. Seperti kata pepatah: Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu!

Email Komisi VIII di Youtube

Tahun 2011, PPI Australia kembali merespon isu studi DPR dengan membuat pernyataan, menyampaikan evaluasi dan rekomendasi, serta berdialog dengan Komisi VIII yang sedang melakukan studi ke sana. Menariknya, pasca dialog di KJRI Melbourne, muncul video sindiran di Youtube yang mencuatkan isu tentang email fiktif komisi8@yahoo.com.

Di situ digambarkan, menjelang akhir dialog, seorang mahasiswa menanyakan alamat email Komisi VIII DPR untuk menyampaikan pertanyaan atau komentar yang belum bisa disampaikan karena keterbatasan waktu. Namun, tak seorang pun anggota DPR dari Komisi VIII yang tahu. Akhirnya, seorang staf menyebutkan alamat email ‘komisi delapan at yahoo dot com’, yang ternyata palsu. Video ini cepat menyebar dan menjadi bahan olok-olok di sejumlah situs jejaring social disorot oleh media nasional. Media online dan televisi berita mengangkat isu ini dalam liputan dan acara talkshow.

Dari peristiwa ini kita melihat bagaimana Internet, khususnya Youtube, begitu kuat pengaruhnya. Dengan alat perekam sederhana, seorang mahasiswa Indonesia di Melbourne, mampu menunjukkan kepada dunia bagaimana ‘kualitas’ anggota DPR. Setiap orang bisa dengan mudah menyebarluaskannya, hingga hidung jurnalis pun mampu mengendusnya. Kolaborasi antara jurnalis warga yang mengunggah ke Youtube dan media mainstream menjadikan kasus ini menjadi headline dan menjadi agenda nasional.

Video di Youtube tersebut cukup kuat pengaruhnya, hingga membuat Komisi VIII tak berkutik dan jadi bulan-bulanan masyarakat. Youtube bahkan dianggap sebagai ‘aplikasi pembunuh’ (killer app) (Cornfield and Rainie, 2006). Youtube dianggap ‘mematikan’ dan mampu menggembosi kekuatan elit politik.

[caption id="attachment_106520" align="alignnone" width="475" caption="Email Komisi VIII di Youtube"][/caption] Internet dan Pejabat Publik

Melalui kasus ini kita bisa melihat sejauh mana pejabat publik di Indonesia memahami dan memanfaatkan Internet. Secara umum penulis melihat tiga fenomena yang bisa dicermati.

Pertama, komunikasi melalui Internet dan teknologi informasi belum menjadi pilihan strategi dan manajemen pemerintahan. Lembaga seperti DPR lebih mementingkan membangun gedung baru dan rumah aspirasi dari pada membangun sistem dan memaksimalkan teknologi Internet. Padahal, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi Internet mereka bisa membangun dan memanfaatkan kantor virtual yang murah, efektif, dan efisien. Mereka bisa bekerja dari manapun, tanpa perlu gedung atau ruangan yang sangat besar.

Tak hanya itu, Internet bisa dimanfaatkan untuk mencari informasi dan bahan-bahan yang mendukung dalam penyusunan sebuah Undang-Undang. Mereka tak perlu lagi melakukan studi banding yang justru boros dan hasilnya tidak maksimal. Internet memungkinkan mereka melakukan teleconference dengan pihak-pihak di luar negeri tanpa harus datang langsung. Mereka cukup mengandalkan staf KBRI dan mahasiswa-mahasiswa anggota PPI, untuk mewujudkan itu.

Kedua, pejabat publik di Indonesia belum memaksimalkan Internet untuk mendukung tugas dan pelayanan mereka. Ini ironis, karena di satu sisi, Presiden SBY begitu bangga kehebatan Indonesia sebagai pengguna Facebook terbesar kedua sedunia, di sisi lain, sebagian besar pejabat publik kita masih gagap Internet.

Mereka lebih mengandalkan cara-cara komunikasi tradisional dibandingkan menggunakan Internet. Tak heran jika anggota Komisi VIII DPR lupa dengan alamat email resminya. Mungkin, email tidak dianggap penting untuk diketahui. Atau, mereka bukan lupa namun memang tidak tahu apa itu email, sehingga lebih mengandalkan staf mereka.

Ketiga, budaya penggunaan Internet belum menjadi prioritas pejabat publik kita. Penggunaan email oleh pejabat masih sangat terbatas dan belum dianggap penting. Meski di beberapa tingkatan misalnya pejabat eselon tiga mereka sudah aktif menggunakan Internet, namun di level utama, masih belum terlalu menjadi isu yang penting. Kita bisa mencek, apakah semua lembaga publik dan pejabat publik kita telah memiliki email?

Ini berbeda dengan negara-negara lain yang telah membangun dan menggunakan Internet sebagai media komunikasi dengan publik, termasuk untuk bertanya dan menyampaikan keluhan/pengaduan. Di negara kita, pengaduan masih menggunakan cara tradisional: mengirim surat resmi dan menyertakan dokumen fisik, sementara email belum/tidak dianggap dokumen resmi.

Internet dan Anggota DPR

Satu hal mendasar bahwa Internet telah mengubah ranah politik. Jejaring sosial seperti Facebook dan Youtube digunakan oleh para aktivis untuk ‘menggembosi’ kredibilitas anggota DPR dan pemerintah. Karena itu, jika lembaga-lembaga publik dan pejabatnya masih berperilaku jadul dan menggunakan strategi komunikasi yang obsolete, mereka akan jadi sasaran dan bahan tertawaan rakyatnya.

Kehadiran Internet semestinya mengubah cara para politisi bekerja sebagai wakil rakyat. Internet merupakan media komunikasi yang bisa menghubungkan anggota DPR dan konstituennya secara langsung. Seperti dilakukan oleh Patrick Leahy, seorang senator di Vermont, Amerika Serikat: “I constantly work at fusing my Senate work into my office home page to make it as useful, timely, and user-friendly as possible for Vermonters and others who may visit. I look at my Web site, as my 24-hour virtual office, where visitors can send me an e-mail or search for the information they need anytime, day or night.” Apalagi, anggota DPR kita lebih banyak bekerja di Senayan daripada di tengah-tengah konstituen. Kemampuan untuk bisa dengan mudah dan cepat untuk dihubungi, merupakan satu kebutuhan. Internet, khususnya email, mampu menjebatani kebutuhan itu.

Para politisi dan anggota DPR jangan hanya berlomba-lomba memanfaatkan Internet untuk membangun website di saat kampanye dengan memajang foto-foto keluarga. Setelah kampanye selesai dan mereka terpilih, website dibiarkan teronggok atau bahkan hilang karena hosting tidak diperpanjang. Bagi para anggota DPR: up to date-lah selalu website Anda. Jadikan website Anda sebagai rujukan utama bagi masyarakat tentang kinerja Anda: apa yang Anda lakukan dan pikirkan. Jika website tidak diperbarui, email tak pernah dibuka dan ditanggapi, ini menandakan Anda tidak bekerja dan sekadar makan gaji buta!

Komitmen Pelayanan

Internet menjembatani komunikasi menjadi lebih cepat dan efisien, mudah, dan murah. Internet mampu menghilangkan jarak antara rakyat dan wakilnya dan membangun komunikasi yang egaliter. Jika pemerintah dan pejabat publik makin terbuka, ini akan membangun diskusi-diskusi yang lebih besar untuk perubahan ke arah yang lebih baik. Pemerintah dan pejabat publik bisa menerima masukan-masukan yang membangun dan bermanfaat.

Komisi VIII DPR telah menyebarluaskan email resminya dengan alamat: set_komisi8@dpr.go.id. Namun, persoalannya tak hanya berhenti dengan memberikan email resmi, namun bagaimana membangun sistem yang memungkinkan partisipasi rakyat dalam pengambilan kebijakan atau bagaimana masyarakat bisa memberi masukan atau mengontrol wakilnya.

Di saat kepercayaan dan keterlibatan masyarakat untuk mempengaruhi kebijakan kian menurun, Internet sebagai alat komunikasi bisa menjadi agen demokrasi dan juga media komunikasi massa dan partisipasi politik yang interaktif. Karena itu, tak ada pilihan lain: pejabat publik khususnya anggota DPR semestinya mendengarkan berbagai kritik kemudian mengubah strategi untuk lebih terbuka dan mudah dihubungi oleh rakyat. Bisa dihubungi secara online merupakan keharusan! Jika ke depan, pejabat publik lupa alamat emailnya, itu sungguh memalukan!***

Yohanes Widodo, dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tulisan ini dimuat di Harian Bernas Jogja, Selasa (10/5/2011)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun