Sejak era kolonial, Nusantara dilirik oleh bangsa-bangsa barat karena kekayaan alamnya. Kini, kendati kaya, Indonesia masih tertinggal dengan negeri jiran, seperti Singapura dan Malaysia.
Schumpeter (1934) bilang: ‘Enterprenuership is driving force behind economic growth.’ Kendati minim kekayaan alam, jiran kita itu mampu mengubah knowledge menjadi capital.Â
Mereka mampu mengembangkan technopreneurship dan mendasarkan pembangunan ekonominya pada pengetahuan (knowledge based economy)Â yang ditandai dengan penerapan inovasi di bidang teknologi dan manufaktur, layanan bisnis yang memanfaatkan pengetahuan, serta produksi dan distribusi konten kreatif.
Technopreneurship umumnya diwakili oleh perusahaan multimedia (ICT). Bisnis ini ditandai dengan potensi pertumbuhan yang tinggi serta penggunaan pengetahuan dan hak kekayaan intelektual. Misalnya, bisnis software komputer, new media, electronic databases and libraries, serta bisnis pengiriman barang dan jasa melalui Internet (Ghazali, 2011).Â
Technopreneurship dapat memberikan manfaat atau dampak, baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan (Suparno et al, 2008).Â
Secara ekonomi dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas, meningkatkan pendapatan, lapangan kerja baru, dan menggerakkan sektor-sektor ekonomi lain.Â
Dari sisi sosial, mampu membentuk budaya baru yang lebih produktif dan berkontribusi memberikan solusi pada penyelesaian masalah-masalah sosial.Â
Dari sisi lingkungan, technopreneurship memanfaatkan bahan baku dari sumber daya alam secara lebih produktif dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya terutama sumber daya energi.Â
Technopreneurship juga bermanfaat dalam pengembangan industri-industri besar dan canggih. Selain itu, juga dapat memberikan manfaat kepada masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi lemah dan mendukung pembangunan berkelanjutan.Â
Menurut Ono Suparno et.al (2012), ada beberapa bidang investasi dan inovasi yang dapat diprioritaskan untuk memberi manfaat kepada masyarakat, terdiri dari (1) air, (2) energi, (3) kesehatan, (4) pertanian, dan (5) keanekaragaman hayati.Â
Peran Perguruan Tinggi
Realitasnya, technopreneurship di Indonesia belum berkembang. Ini tercermin dari masih sedikitnya jumlah pengusaha berbasis pengetahuan/teknologi. Minat dan kemampuan technopreneurship pun masih kurang. Akibatnya, kekayaan alam Indonesia yang melimpah tidak tergarap untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.Â
Situasi ini perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah dan dunia pendidikan. Kini sejumlah perguruan tinggi berlomba-lomba memasukkan pendidikan kewirausahaan dalam kurikulum mereka.Â