Akhir-akhir ini obrolan masyarakat di pinggir-pinggir sawah, di pos ronda, di pinggir lapangan, anak muda penikmat tweeter, IG, You Tube dan WAG lintas generasi dan lintas pendidikan masih hangat membincangkan tentang virus Covid-19 yang katanya merupakan konspirasi para big boz, biangnya pemilik modal, elite kaum kapitalis. Misalnya saja si Toni yang suka berkeliaran di dunia maya makin sumringah menyuarakan bahwa Covid-19 adalah buatan para elit kapitalis yang ingin memperkaya diri dengan cara menyengsarakan orang banyak. Kemudian si Markonah seorang buruh pabrik yang sebagian besar mendapatkan informasinya dari whats up group pun demikian, semakin marah dengan aksi Covid-19 yang makin menggila dan tentunya semakin membatasi ruang gerak Markonah dalam beraktivitas mencari penghasilan. Kang Prapto dan kawan-kawannya di pinggir sawah malah semakin bingung dengan berbagai informasi yang bersliweran, mereka tidak punya cukup earplug untuk menutup dan membatasi informasi yang masuk ke telinga mereka. (tokoh diatas bukanlah nama sebenarnya)
Melihat suasana hangat di masyarakat yang membicarakan teori konspirasi membuat media-media mainstream menggelar talk show dan semacamnya untuk memberi ruang kepada para ahli virus, ahli penyakit menular dan pihak-pihak terkait menyampaikan sudut pandang keilmuan mereka. Sudut pandang keilmuan yang memang sudah teruji melalui penemuan-penemuan yang memang sudah terpajang dalam pelbagai jurnal ilmiah. Mereka seolah tidak terima dengan tuduhan bahwa petualangan Covid-19 adalah sebuah konspirasi. Mereka yang sudah belajar bertahun-tahun, melakukan riset dan seterusnya memanfaatkan ruang media untuk memberikan informasi, memberi penjelasan,dan memberi pemahaman ilmiah kepada masyarakat terkait petualangan Covid-19 yang cukup fenomenal karena dalam waktu singkat dapat singgah di jutaan tubuh manusia dan mampu memisahkan nyawa dengan raga para inangnya. Para ahli virus dan ahli penyakit menular juga gesit menyasar media tweeter, IG dan You Tube untuk memberikan informasi, memberi penjelasan dan pemahanan terkait petualangan Covid-19. Mereka tidak henti-hentinya mensosialisasikan protokol pencegahan Covid-19 kepada masyarakat luas.
Pertempuran para para ahli virus dan para ahli penyakit menular dengan para pendukung teori konspirasi juga tidak kalah heroiknya dengan kainginsembuhannya para jutaan tubuh yang telah dihinggapi virus paling popular di awal 2020. Peta pertempuran ini bisa pembaca intip melalui https://pers.droneemprit.id/konspirasi-covid19/. Masih dari droneemprit.id yang mengutip dari Situs Foreign Policy menjelaskan bahwa menularnya teori konspirasi akan semakin memperkuat teori tersebut, salah satunya karena algoritma social media yg mengutamakan engagement. Para ahli virus dan ahli penyakit menular ini seolah kewalahan untuk menjelaskan covid-19 ini kepada masyarakat. Menurut Daniel Jolley (masih dari laman yang sama) hal ini dikarenakan secara psikologis masyarakat butuh jawaban senderhana atas masalah yang kompleks, dan dengan menyalahkan aktor tertentu atas masalah ini, akan sangat menarik dan meyakinkan. Teori konspirasi ini cenderung banyak dipercaya oleh kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
Ujung-ujung dari kegelisahan kawan-kawan buruh pabrik seperti Markonah, Kang Prapto di pinggir-pinggir sawah dan semangatnya Toni dalam menceritakan teori konspirasi covid-19 adalah membuat sebagian dari masyarakat enggan untuk mengikuti protokol Covid-19 yang telah disosialisasikan oleh media secara masif. Mereka enggan melakukan cuci tangan pakai sabun, menggunakan masker, jaga jarak, jauhi kerumunan dan yang makin parah adalah steatment "ah..., kalian hari gini masih percaya hoax korona, itu semua konspirasi kaum elite kapitalis bro".
Menurut hemat saya sebagai orang yang awam dalam dunia virus dan dunia penyakit menular adalah ikuti anjuran pemerintah untuk melaksanakan protokol kesehatan seperti melakukan cuci tangan pakai sabun, menggunakan masker, jaga jarak dan jauhi kerumunan. Faktanya, mengikuti anjuran pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan tidak perlu mengeluarkan banyak rupiah dari dompet. Karena sebagian masker bisa kita dapatkan dari para donator, atau kita buat sendiri dengan kain bekas yang ada dirumah dan saat ini banyak toko atau tempat yang menyediakan fasilitas cuci tangan lengkap dengan sabunnya. Kita juga tidak perlu ikut ribut-ribut dengan teori konspirasi Covid-19, seperti halnya meributkan Protokol Zionis yang bukunya sudah seringkali terbit dengan berbagai versi bahasanya dan tahun terbitnya. Toh sampai saat ini kita hanya mampu menggali informasi dari sumber-sumber sekunder bahkan sumber tersier yang tidak pernah muncul dalam jurnal ilmiah, yang belum pernah menunjukkan bukti-bukti ilmiahnya.
Sesederhananya pikiran saya adalah andaikata diri kita yang terjangkit virus dan menjalani perawatan intesif di rumah sakit, siapa yang akan mengasuh anak-anak. Apakah tabungan kita cukup untuk membiayai kebutuhan suami / istri dan anak-anak yang menjadi tanggungan kita, belum lagi sisa hutang yang belum terbayar. Apakah kita rela anak-anak atau belahan jiwa kita menanggung beban seperti itu. Marilah kita tetap waspada dalam beraktivitas mencari nafkah dengan mengikuti anjuran pemerintah untuk menerapkan beberapa aturan pencegahan penularan Covid-19.
Benar atau tidak terkait keberadaan teori konspirasi itu #Saya Terserah
Untuk terus waspada terhadap penularan Covid-19 #Saya Berserah
Sumber gambar:https://news.okezone.com/Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H