Di atas kepala, langit-langit berbisik,
Menceritakan kisah, di mana mimpi dan nyata berpiknik.
Bukan sekedar pelindung, dari hujan atau terik,
Tapi kanvas kosong, tempat lukisan hari tergantung antik.
Langit-langit rumah, saksi bisu cerita,
Dari tawa riang, hingga air mata yang tersembunyikan.
Di setiap retaknya, ada memori yang tercipta,
Dari masa kecil yang polos, hingga dewasa yang terlupakan.
Di bawahnya, kehidupan berputar dan berlalu,
Langit-langit rumah, menjadi penjaga waktu.
Menyimpan rahasia, harapan, dan ragu,
Menjadi saksi, bagaimana kita tumbuh dan menua di bawah ragam warna ragu.
Ketika malam tiba, langit-langit rumah berubah wujud,
Menjadi layar bagi bintang-bintang yang berkelip jauh.
Membawa pesan dari alam semesta, lembut dan mudah,
Bahwa di atas sana, ada yang lebih besar dari segala keluh.
Langit-langit rumah, lebih dari sekedar atap,
Ia adalah pelukan hangat, saat dunia terasa datar.
Tempat berbagi cerita, canda, dan tepuk tangan meriah,
Dan di setiap sudutnya, ada doa yang terhembus lembut, menembus awan.
Jadi ketika engkau melihat ke atas, dan menatap langit-langitmu,
Ingatlah semua kenangan, dan mimpi yang ingin engkau tuju.
Karena langit-langit rumah, bukan hanya tentang beton atau kayu,
Tapi tentang cinta, harapan, dan segala yang kita jalani, setiap hari, setiap waktu.
--------------------
*Sumber: Â Rizqita Jaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H