Terus terang ini tulisan pertama Saya pada kompasiana, Saya merasa tergelitik dengan artikel yang baru Saya baca : "Nak, Urungkan Niatmu Jadi Sarjanah". Semoga tulisan ini bisa jadi pencerahan bagi orang tua dan calon mahasiswa yang kurang mampu. -- Singkat Cerita -- Pada tulisan itu menceritakan bahwa biaya pendidikan di Perguruan Tinggi kian mahal dan tidak terjangkau untuk golongan bawah. Salah satu contonya Universitas Gajah Mada yang mematok harga 40juta kontan untuk uang masuk kuliah. Di sana juga  seakan-akan tertulis suatu kesimpulan bahwa : Kampus hanya untuk orang kaya. Orang miskin dilarang masuk kampus untuk belajar. Dan diakhir kalimat dikisahkan Sang Bapak berkata pada anaknya : "Nak, urungkan niatmu jadi sarjana ya…., Sudah jangan menangis terus, Nak…. Mungkin kita hidup di negeri yang salah.…". -- Kualitas & Harga Saya yakin, semua pelajar bermimpi untuk memasuki Perguruan Tinggi (Negeri) Favorit yang notaben-nya memiliki segudang prestasi, pengajar professional, mahasiswa berintelektual dan fasilitas yang memadahi guna menunjang kegiatan akademis dan non akademis. Semua itu tidak terlepas dari Biaya. Saya yakin, para mahasiswa seharusnya bisa menghitung apakah cukup uang SPP mahasiswa persemester bisa menutupi biaya operasional dan pembangunan kampus? Dan biaya-biaya lain untuk menggerakkan mesin akademis sebesar itu? Fasilitas olah raga, kebersihan, perawatan sarana, internet super kencang unlimited, komputer gratis tinggal pakai, parkiran gratis, ruangan ber-AC, lingkungan bersih dan fasilitas-fasilitas lainnya guna membangun calon pemimpin bangsa itu tidak bisa dibayar dengan harga murah. Sampai disini cukup bisa dimengerti bahwa perkuliahkan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Anggaran Pemerintah. Anggaran pemerintah pun tidak akan sanggup menutupi itu semua. Ada kasus baru terjadi di Surabaya : BIAYA SPP SMA Surabaya GRATIS, mungkin itu kabar bahagia, tapi apa yang terjadi? Terdengar kabar bahwa beberapa beberapa sekolah menjadi kumuh, gaji-gaji tenaga keamanan dan lain-lain tidak tepat waktu terbayar, siswa dianjurkan segera pulang setelah jam sekolah selesai. Keadaan seperti itu tidak dapat menunjang semangat belajar siswa-siswa dan mungkin juga semangat mengajar guru-guru. JALAN ITU MASIH ADA Lantas bagaimana? Apakah sudah tertutup pintu bagi si miskin untuk kuliah? Oh tentu tidak.. (dengan gaya sule), semakin tahun semakin banyak jalur-jalur masuk perguruan tinggi yang pro orang miskin. Banyak beasiswa-beasiswa yang diberikan oleh instansi pemerintah maupun swasta untuk membantu perkuliahan si miskin. Banyak? Iya.. suwer! salah satunya adalah PROGRAM BIDIK MISI, program yang diadakan KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL. Dengan adanya program ini pemerintah secara resmi menyatakan bahwa si miskin bebas memilih perguruan tinggi dengan sarat wajib : Harus Miskin. Si Miskin tetap diwajibkan mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi, dengan uang pendaftaran tes di biayai dan jika lolos maka akan dibaiayai perkuliahannya. Sampai disini sudah cukup adil, semua orang tetap disuruh berkompetisi dalam hal akademis, masalah biaya tidak usah dipikirkan. Lantas Bagaimana Yang Kurang Mampu & Tidak Diterima BIDIK MISI-nya? Anda sudah berjuang sejauh ini, tinggal selangkah lagi untuk menggapai pemberhentian terdekat dalam perjalanan mengejar mimpi Anda. Anda akan menyerah? Oh.. tentu jangan.. Banyak juga program-program orang tua asuh, beasiswa-beasiswa swasta dan program-program bantuan lain yang berkeliaran di masyarakat. Anda juga bisa mengkomunikasikan hal ini dengan pimpinan perguruan tinggi, saya yakin mereka tidak sekejam itu. Ada banyak cerita menarik tentang cara si Miskin masuk ke kampus Saya dan itu benar-benar terjadi. Tapi tidak pernah terdengar ada orang mengundurkan diri gara-gara kaget melihat biaya sebesar itu (dan tidak mau berusaha mungkin). JALUR KHUSUS UNTUK SI KAYA Inilah yang masih diperdebatkan oleh beberapa kalangan. Bagi Saya, hal ini cukup bisa dimaklumi, karena ini merupakan salah satu bentuk SUBSIDI SILANG. Uang si kaya, menutupi biaya perkuliahan untuk si miskin. Memang, konsekuensinya jatah si miskin "seolah-olah" berkurang, tapi coba lihat dengan cermat:
- Secara prosentase jatah untuk si kaya semakin besar, tapi jatah keseluruhan juga semakin besar, jadi bukan berarti jatah si miskin semakin kecil.
- Jalur-jalur khusus si Miskin semakin terbuka lebar, jadi peluang pun sangat terbuka lebar.
Menurut Saya, ini merupakan solusi alternatif yang bisa direalisasikan demi kesempatan belajar si Miskin. Semoga ada solusi yang lebih baik di kemudian Hari. Saya yakin, pemerintah tidak akan berhenti berkreasi. INSPIRASI Untuk itulah Saya ingin berbagi kepada masyarakat yang mengalami kecemasan dalam hal biaya perkuliahan anaknya. Saya lulusan S1 dr Perguruan Negeri Favorit di Surabaya, Dari pendaftaran masuk kuliah sampai wisuda, Saya hanya mengeluarkan uang 50 ribu + uang peminjaman toga + foto sama rektor (ternyata foto dengan rektor lumayan murah hehe) SPP Gratis, setiap bulan dapat uang saku lumayanlah. Untuk menutupi biaya operasional sehari-hari, selain subsidi orang tua, juga bekerja dan mencari beasiswa lain (dan itu sangat banyak tersedia di kampus-kampus) Berat? Oh tentu tidak, Tuhan tidak akan membebani hambanya diluar kemampuannya ;) -- Secara logika matematika, saat itu keluarga kami berencana menjual rumah setelah mengetahui kabar bahwa biaya kuliah se mahal itu ditambah Saya danKakak harus masuk perguruan tinggi secara bersamaan di tahun yang sama. Tetapi Tuhan tidak tidur, tinggal siapkan mental untuk perjuangan meraih mimpi. Tuhan akan menunjukkan anak tangga berikutnya jika kita mau menaiki anak tangga yang disediakan di depan kita.
"Jangan terpengaruh desas desus biaya perkuliahan yang mahal. Ambil  kesempatan yang ada. Biaya bisa dicari jalan keluarnya" --kata-kata Bapak Saya kepada seorang temannya yang juga kurang mampu dan anaknya akan kuliah--
-- GUSTI PENGERAN MBOTEN SAREH --
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H