Mohon tunggu...
Anhar Widodo
Anhar Widodo Mohon Tunggu... -

ya menulis, ya riset, ya pelatihan, ya konsultasi, ya semuanya tentang komunikasi. sekarang ada (tambahan tugas baru), menulis tentang budaya dan (spesifik) media...ya silahkan saja komentarnya...nuwun

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ilusi tentang Kenaikan Gaji

25 Maret 2011   14:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:26 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak tersiar kabar lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Peraturan Gaji PNS (kita lebih sering memahami itu sebagai "kenaikan gaji PNS"), banyak pihak mulai menebar opini, baik yang setuju, mendukung, menolak, skeptis, atau diam (tapi tetap menerima dengan girang hati).  Pada satu sisi, pemerintah menaikkan penghasilan PNS dengan harapan (dan maksud yang seharusnya) adanya peningkatan kualitas dan kinerja, baik sebagai individu maupun secara organisasi. Pada sisi yang lain, pemerintah juga meninggalkan masalah, terkait persoalan, bagaimana jika setelah gaji PNS dinaikkan ternyata kinerja juga tidak membaik? Di sinilah sebenarnya kritik dan pernyataan skeptis dimunculkan guna menegaskan pernyataan bahwa: Kenaikan gaji PNS bukanlah sesuatu yang gratis, harus ada yang dibayarkan, dan itu adalah dedikasi, loyalitas dan totalitas PNS sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Barangkali jika Negara mampu menerapkan sistem yang seimbang antara "hadiah dan hukuman", maka berapapun --dan waktu kapanpun-- gaji dinaikkan tentu tidak akan menjadi masalah.

Kenaikan gaji PNS selalu ditarik-tarik dan coba diperdebatkan dengan mereka (non-PNS) yang susah payah untuk mendapatkan UMR/UMK. Lebih jauh banyak yang mencoba mengadu nasib PNS dengan para petani, nelayan, buruh lepas dan kuli bangunan, juga para PKL dan tukang becak --yang katanya selalu tidak lebih beruntung dibandingkan PNS. Benar bahwa pada satu sisi PNS mendapatkan "jaminan rasa aman" akan kepastian penghasilan bulanan dan pensiun (jika masih ada pensiun). Dengan kondisi yang demikian, berapa pun penghasilan PNS, selalu lebih beruntung dibandingkan mereka dengan penghasilan yang "tidak pasti". Maka sampai detik ini, orang masih menganggap PNS adalah sebuah pekerjaan/status yang hebat dan layak diperjuangkan --bahkan dengan cara-cara yang tidak terpuji, suap misalnya. Namun perlu menjadi catatan kita semua, bahwa setiap isu kenaikan gaji PNS berembus, maka sebelum kenaikan tersebut benar-benar terealisasi, sektor-sektor lain yang berkait dengan "harga" selalu telah merubah harganya sendiri tanpa melihat, benarkah kenaikan gaji PNS signifikan dengan kenaikan harga di berbagai sektor penopang hidup masyarakat (termasuk PNS di dalamnya).

Coba misalnya saja pemerintah mampu memberikan kepastian bahwa kenaikan gaji PNS ini tidak akan berdampak pada kenaikan harga-harga di pasar,  dapat dipastikan kenaikan gaji PNS akan berdampak signifikan pada tingkat kesejahteraan mereka. Pada akhirnya, "akrobat ekonomi" yang sering dilakukan hampir sebagian besar PNS non struktural (tanpa jabatan dan tanpa tambahan penghasilan) pada golongan I, II dan III dapat dihindarkan, dan totalitas pada pekerjaan menjadi lebih terjaga.

Bandingkan misalnya dengan  kenaikan penghasilan pejabat negara, anggota DPR dan sebagainya. Mau naik berapapun, mau naik setahun berapa kali sekalipun, sepertinya tidak berpengaruh pada gejolak harga di akar rumput. Jelas, hal ini karena mereka sebagai elit politik jumlahnya tidak banyak (meskipun penghasilan mereka sangat banyak), dan lebih parah lagi, penghasilan mereka menjadi "gaji beku" karena hampir seluruh kebutuhan hidup mereka selama menjabat telah dipenuhi oleh negara.

Mengulang kembali soal pertanyaan seputar gaji. Apakah benar, saat gaji/penghasilan seorang PNS dinaikkan, katakanlah 10-15 % dari gaji pokoknya, otomatis tingkat kesejahteraan mereka juga akan ikut terkerek?? Apakah kita tidak memperhatikan aspek kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang ternyata naiknya jauh lebih gila-gilaan dari sekadar 10-15%? Kemudian diikuti inflasi, gejolak pasar, BBM yang ikut-ikutan naik, subsidi yang dikurangi dan sebagainya, dan sebagainya.

Sebagai seseorang yang secara sengaja (dan kebetulan) merupakan bagian dari PNS bukan siapa-siapa dengan tidak menjabat apa-apa, saya pribadi kadang merasa miris membayangkan saudara-saudara kita yang belum berkesempatan memperoleh kepastian rasa aman setiap bulan --dan pada saat yang bersamaan selalu bersyukur bahwa nasib saya ternyata lebih baik dan lebih beruntung dibandingkan saudara-saudara yang lain. Namun, tetap saja rasa kecewa pada pengelola negara tidak menemukan jawabannya, saat kenaikan gaji (ternyata) hanya permainan angka-angka, yang diputar dan dikendalikan oleh mereka yang paham (dan merasa paham) bagaimana negara ini mesti dikendalikan, kemana bangsa ini akan dibawa.

Sedih, kecewa, bersyukur, menyesal, gundah dan berharap bahwa kenaikan gaji ini bukan sekadar ilusi....

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun