MENANAMKAN BUDAYA MONDOK UNTUK MEMBENTUK KARAKTER ANAK SEJAK DINI
Dulu telah banyak yang mendiskusikan tentang pentingnya berbudaya, serta nilai budaya dan lain sebagainya. Akan tetapi ini masih perlu dan terus diulas kembali akan nilai luhur yang terkandung didalamnya  yang sudah menjadi tradisi di Negara kita. Namun demikian sudut pandang yang muncul dimasyarakat sangat bervariasi sehingga memunculkan pandangan dimana mansyarakat sudah mampu memiliki cara pandang yang berbeda. Seperti halnya orang tua yang memondokan anaknya ke pesantren baik perempuan maupun laki- laki, ini sudah menjadi tradisi sejak jaman nenek kita atau bahkan kita dulu sehigga muncul perspective bahwa setiap anak  yang sudah mencapai usia remaja wajib mondok.
Macam kegiatan yang di rancang sebenarnya bertujuan membentuk karakter kepribadian yang bagus seperti sholat berjamaah lima waktu ( Magrib, Isya', Shubuh, Dhuhur dan Ashar). Serta hukuman bagi siapa saja yang melanggar sudah tersedia. Disamping itu  santri harus mengikuti berbagai kegiatan seperti pembacaan Alberjanji pada hari-hari yang telah ditentukan, musyabqoh tillawatil qur'an, pidato, membaca kitab kuning, ngaji ilmu fiqih, tahlil, menghafal Al-qur'an dan lain lain.
 Memang itu adalah program pondok pesantren supaya mereka tidak hanya pandai mengaji melainkan juga bisa menguasai ilmu ilmu yang diberikan. Dulu ada yang mengatakan belajar agama yang sungguh sungguh bisa mengalahkan dunia dan seisinya dan memang kalimat benar adanya. Sehingga kemudian munculah yang namanya budaya mondok tadi pada jaman itu. Pondok merupakan tempat untuk menggodok para santri agar terbebas dari hiruk pikuknya keduinawian mereka hidup tanpa fasilitas yang memadai dimana kamarnya pun bebas dari AC, tidurnya menggunakan alas tikar, satu kamar ada yang isi 5 bahkan 10 orang tergantung luas kamarnya. Makan pun harus memasak sendiri dengan keterbatasan apa yang dipunyai santri harus menikmati itu semua. Ketika berangkat sekolah ia harus bisa menahan nafsunya saatmelihat temanya naik motor, baju yang klimis, wajah yang glowing, bahkan makananya pun ia harus sederhana karena memang uang saku yang diberikan pas-pasan. Selain itu santri- santri dulu memang seneng puasa sunnah. Dengan begitu ilmu yang mereka dapat kelak mampu menjadi kan mereka ulama, bejabat, atau orang yang memiliki keharismatikanya sendiri. Kelak disaat mereka menjadi bejabat atau orang penting mereka tidak sombong dan congkak karena kehidupanya dulu sudah di ajarkan bagaimana hidup sederhana meski punya harta atau jabatan. Namun bedanya anak sekarang dengan anak dulu sangat beda, letak perbedaan ini nampak jelas saat melihat santri diera modern seperti sekarang ini ketika mondok mereka harus bermegah megahan seperti ruangan nya harus bersih, segala fasilitas sudah disediakan agar santri tidak repot dengan alasan biar focus belajar, bahkn fasilitas londri pun juga disediakan dan tersedia uang gedung yang tinggi. Tempat tidurnya pun sangat empuk namun begitu kalau dibandingkan dengan santri dulu sangat jauh. Kalau jaman saya dulu kalau ada santri baru yang datang dengan membawa bantal maka sama teman satu kamarnya bantalnya dilempar ke atas genteng, bahkan dengan kalimat "kamu niat kesini itu pindah tidur atau mondok" kalimat sepele tapi mengetuk hati kita agar sadar bahwa niat kita mondok itu apa? Nah ini yang tidak ada pada anak --anak yang nyantri jaman sekarang, makanya saya katakan sangat jauh perbedaanya.
Kemudian tentang proses pembentukan karakter pada seorang anak pun juga dipengaruhi dari lingkungan sekitarnya. Kalau santri yang ketika dirumah sukanya bermalas-malasan maka ketika masuk pondok pasti akan mengikuti teman temanya untuk melakukan apa yang ada dipondok misal belajar kelompok, sholat berjamaah, mengaji, belajar pidato, belajar membaca tahlil dan gotong royong kerja bakti dihari jumat.  Juga jika santri yang ketika dirumah sholatnya bolong bolong maka ia akan belajar mengikuti sholat jamaah sehingga tidak bolong lagi. Nah dengan demikian maka proses pembentukan karakter anak yang paling tepat adalah mondok, sebab dengan modok anak akan semakin pintar dalam memanage dirinya agar bertanggung jawab terhadap apa yang ia punya. Beda sekali dengan yang saya oernah lihat,  bahwa ada santri yang berusia 10 tahun yang mondok dengan yang tidak yaitu ketika menjalani kehidupan sehari- harinya misal kedewasaan yang dipunyai saat menyelesaikan persoalan pun dengan otak yang dewasa, tetapi anak yang seusianya masih menangis saat dihadapkan dengan persoalan yang mungkin sangat sepele, dan  ini memang fakta yang sering saya lihat. Untuk itu ayok jangan takut memondokan anak untuk masa depanya. Mudah mudahan tulisan ini bisa memberi manfaat apabila ada salah tulis maupun salah ucap mohon maaf yang sebesar besarnya.
Jember, 23 Maret 2022. Andi Eka Prima,S.Pd,.M.Pd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H