Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Utang Hijau American Finance, Jaminan Terumbu Karang!

4 Februari 2025   16:03 Diperbarui: 5 Februari 2025   13:34 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Sumber: Artifficial intelligent

Di era digital, iklan "kredit cepat, instan approval" dari lembaga pembiayaan swasta maupun pinjaman online kian marak. 

Namun, utang tidak hanya menjadi bagian dari kehidupan individu, melainkan juga dimiliki oleh negara. Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, memiliki utang kepada negara adidaya seperti Amerika Serikat.

Salah satu bentuk kerja sama terbaru dalam bidang pembiayaan adalah skema pertukaran utang untuk konservasi lingkungan (debt-for-nature swap). 

Dalam siaran pers Departemen Keuangan Amerika Serikat (treasury.gov, 2024), diumumkan bahwa pada 3 Juli 2024, Amerika Serikat dan Indonesia telah menandatangani perjanjian pertukaran utang senilai $35 juta untuk mendukung konservasi ekosistem terumbu karang di Indonesia. 

Melalui mekanisme ini, sebagian utang Indonesia dikonversi menjadi dana konservasi yang nantinya akan digunakan untuk perlindungan dan pengelolaan terumbu karang---salah satu kekayaan biodiversitas laut terbesar di dunia.

Perjanjian ini tidak melibatkan kedua negara saja, melainkan juga empat lembaga swadaya masyarakat, yaitu Conservation International (CI), The Nature Conservancy (TNC), Yayasan Konservasi Alam Nusantara, dan Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia. Inisiatif ini menawarkan dua manfaat utama bagi Indonesia: pengurangan beban utang sekaligus investasi dalam keberlanjutan lingkungan.

Distorsi Implementasi dan Potensi Bluewashing

Meski terlihat inovatif, implementasi perjanjian ini menimbulkan beberapa kekhawatiran. Amerika Serikat, menurut The New York Times, adalah "the biggest carbon polluter in history" (nytimes.com, 2017). 

Kritik pun muncul, mempertanyakan apakah perjanjian ini didasari oleh ketulusan atau justru merupakan agenda greenwashing---atau lebih tepatnya bluewashing. Sejalan dengan pendapat Parid Ridwanuddin dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI):

"Tanpa komitmen penurunan emisi yang sangat signifikan dari AS dan berbagai perusahaan Carbon Major yang bermarkas di AS, maka debt swap hanya akan menjadi greenwashing atau lebih tepatnya bluewashing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun