Publik dikagetkan oleh pemberitaan tentang penetapan Hasto Kristiyanto (Sekjen PDI-P) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus yang melibatkan Harun Masiku.Â
Peristiwa ini tentu saja menjadi guncangan bagi partai berlambang banteng, mengingat kongres partai yang dijadwalkan pada tahun 2025.
Kasus Hasto Kristiyanto mengingatkan kita pada sejarah petinggi partai yang tersandung kasus hukum dalam dinamika politik Indonesia.Â
Kasus-kasus tersebut beragam, mulai dari gratifikasi, suap penambahan kuota impor, pencucian uang, hingga korupsi dana haji. Peristiwa ini menambah daftar panjang isu hukum yang sering kali membayangi partai politik di Indonesia.
Dugaan Penetapan tersangka ini juga membuka pertanyaan besar tentang masa depan PDI-P, terutama dalam menjaga soliditas internal menjelang kongres partai. Akankah PDI-P mampu mempertahankan kekuatannya di tengah tantangan ini?
Pernyataan Kontroversial Hasto
Dalam beberapa bulan terakhir, Hasto Kristiyanto menjadi sorotan publik melalui berbagai pernyataan kontroversial yang tergolong "trengginas" dalam lanskap politik Indonesia.Â
Ia kerap melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait kualitas demokrasi dan pelaksanaan pemilu di Indonesia. Selain itu, Hasto juga vokal dalam isu pencalonan Gibran Rakabuming Raka, yang memicu diskusi luas di berbagai media online dan media sosial.
Topik-topik yang diangkat Hasto mendapatkan reaksi beragam.Â
Beberapa pihak memuji keberaniannya, sementara yang lain mempertanyakan motif di balik pernyataannya, terutama dalam konteks dinamika internal partai.Â