"Kota Soto" adalah top of mind yang langsung terlintas ketika mendengar nama Lamongan. Sebuah identitas kuliner yang patut dibanggakan, karena soto khas Lamongan tidak hanya menjadi simbol daerah, tetapi juga mendukung tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) seperti SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) serta SDG 11 (Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan), khususnya dalam konteks melindungi dan mempromosikan warisan budaya.
Namun, Lamongan bukan hanya tentang soto. Kota dengan jumlah penduduk sebanyak 1.381.414 jiwa, tersebar di 27 kecamatan, 462 desa, dan 12 kelurahan ini memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam pengarusutamaan SDGs.Â
Berdasarkan data dari Balitbangda Lamongan, kota ini menawarkan 24 destinasi wisata dengan total kunjungan mencapai 4.807.240 wisatawan pada tahun 2023. Selain itu, Lamongan memiliki keunggulan di sektor pertanian (padi, jagung, dan sorgum), perikanan, perindustrian, dan lainnya.
Dengan modal yang melimpah ini, sudah saatnya Lamongan naik kelas menjadi kota bertaraf global. Kota ini dapat mereplikasi program-program unggulan dunia seperti NYC Clean Streets Initiative (New York), Paris Vlib' (Paris), Barcelona Superblocks (Barcelona), dan Berlin Mobility Plan (Berlin), yang berhasil menjadikan kota-kota tersebut mendapat predikat "sustainable cities."Â
Untuk mempelajari lebih lanjut, pembaca dapat merujuk buku "10 Implementasi SDGs di Kota-Kota Dunia" karya Moh. Agung Santoso.
Langkah Awal Menuju Keberlanjutan
Meskipun memiliki potensi besar, Lamongan masih membutuhkan banyak penyesuaian untuk menjadi kota yang berkelanjutan. Berita baiknya, Lamongan telah menginisiasi beberapa program unggulan yang relevan dengan SDGs.Â
Berikut ini adalah rincian program tersebut: