Dua hari lagi, rakyat Indonesia akan disuguhkan dengan sebuah pameran epik.Â
Tepatnya pada tanggal 27 November 2024, Indonesia akan menampilkan beragam suara yang ada di negeri ini, dari yang paling sederhana hingga yang paling memikat.Â
Suara, yang kadang dianggap sepele, ternyata bisa menjadi komoditas yang sangat berharga di berbagai sektor.
Menurut Winters (2017), suara adalah gelombang mekanik yang bisa didengar oleh telinga manusia. Sementara itu, Marsudi mengartikan suara sebagai gelombang mekanik longitudinal yang membutuhkan medium untuk merambat (ub.ac.id, 2024).Â
Suara tidak hanya terbatas pada frekuensi yang terdengar oleh telinga, tetapi juga mencakup bentuk komunikasi yang lebih kompleks. Ini sejalan dengan pepatah Latin yang dikenal luas, Vox populi, vox Dei, yang berarti "suara rakyat, suara Tuhan", menurut Alcuin of York. Suara rakyat, dalam konteks ini, memiliki kekuatan untuk mengubah banyak hal, baik dalam konteks politik maupun sosial.
Suara yang Berharga
Di Indonesia, banyak suara yang ternyata memiliki nilai ekonomi tinggi, terutama di dunia kontes burung kicau. Setiap bulan, berbagai jenis burung berlomba untuk menunjukkan keindahan suaranya di kompetisi yang menarik banyak pengunjung.Â
Dalam kontes ini, harga suara burung bervariasi, mulai dari 150 ribu untuk suara Lovebird, 500 ribu untuk suara Cendet, hingga 1 juta untuk suara Murai Batu. Bahkan, ada jenis suara burung lainnya yang bisa dihargai lebih mahal, tergantung pada kualitas dan popularitas burung tersebut.
Kontes burung kicau sering kali menjadi ajang yang dinantikan. Tak hanya para pecinta burung, tetapi juga anak-anak, remaja, hingga lansia datang untuk menyaksikan pertarungan suara burung mana yang paling memikat hati juri. Sayangnya, di balik euforia tersebut, terdapat sebuah permasalahan yang sering terjadi, yaitu subjektivitas dalam penilaian.
Subjektivitas dalam Penilaian
Sebagian besar juri dalam lomba burung kicau memiliki latar belakang atau preferensi terhadap jenis burung tertentu, seperti Lovebird, Cendet, atau Murai Batu. Hal ini berpotensi mempengaruhi objektivitas penilaian.Â