Ronggowarsito dalam ramalannya menggambarkan periode kekacauan dan bencana alam yang mengindikasikan perubahan besar dalam tatanan sosial dan alam. Ramalan ini menarik jika dihubungkan dengan fenomena perubahan iklim yang kita hadapi saat ini.Â
Kekeringan dan banjir yang tidak teratur adalah manifestasi nyata dari perubahan iklim yang diakibatkan oleh peningkatan gas rumah kaca di atmosfer.
Ramalan Ronggowarsito tidak hanya menggambarkan perubahan iklim secara fisik, tetapi juga dampaknya pada masyarakat.Â
Seperti yang kita alami sekarang, perubahan iklim berdampak luas pada kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.Â
Konflik sumber daya, peningkatan kemiskinan, dan migrasi massal adalah beberapa konsekuensi yang dihadapi umat manusia.Â
Bermacam-macam kesusahan ini menyengsarakan kalangan wong cilik atau warga biasa pada umumnya.Â
Kondisi dunia yang gelap gulita ini dalam alam pikir ramalan Ronggowarsito ternyata merupakan awal menuju Cahaya kemakmuran.
Era penuh bencana disebut dengan Kalabendu (zaman kutukan) yang akan segera beralih pada era Kalasubo (zaman kebahagiaan). Hal ini terekam dalam lanjutan syairnya sebagai berikut:
"Iku lagi sirem jaman kalabendu, kalasuba kang gumanti, wong cilik bisa gemuyu, nora kurang sandhang bukti, sedyane kabeh kelakon."
Terjemahannya:
"(Waktu) itu barulah reda (keadaan) zaman terkutuk, zaman senang yang menggantikannya, orang kecil (rakyat jelata) dapat tertawa, (karena) tidak kekurangan sandang pangan, semua kehendaknya terlaksana." (Serat Sabda Jati dalam Sindhunata, 2024).