Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa Kecap Ada yang Manis dan Asin?

15 Desember 2023   21:03 Diperbarui: 15 Desember 2023   21:10 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surabaya di bulan Desember memang sudah lazimnya masuk musim hujan. Cuaca dingin, jalanan berair, mendukung para pekerja, pelajar, dan mahasiswa untuk mampir ke warung untuk makan soto, bakso, ayam bakar, nasi goreng, dan mie ayam. 

Anda harus mengakui, kesemua makanan tersebut rasanya menjadi luar biasa ketika ditambahkan kecap di dalamnya. 

Jika makanan-makanan tersebut disantap tanpa "kecap," maka akan terasa seperti pernikahan yang tanpa dilandasi saling cinta, "hambar". 

Kecap merupakan komponen yang kini tak terpisahkan dengan kehidupan kuliner Masyarakat Indonesia. 

Eksistensinya telah diterima secara inklusif, produknya tersedia mulai dari pedagang kaki lima hingga hotel Bintang lima.

Sejarah Kecap

Kecap secara historis terlacak sudah ada sejak 300 tahun sebelum masehi (SM), yakni era Romawi kuno dengan penyebutan liquamen. 

Liquamen diketahui berfungsi sebagai penambah cita rasa makanan yang komposisinya terdiri dari petis teri, cuka, minyak, dan merica. 

Kemudian tahun 1690 muncul saus serupa yang lahir dari kebudayaan kuliner bangsa Tionghoa yang dikenal dengan sebutan ke'tsiap. 

Bedanya, saus ke'tsiap ini komposisi utamanya menggunakan kedelai hitam bukan petis teri. 

Baik liquamen maupun ke'tsiap merupakan sebuah produk kebudayaan yang menjadi nenek moyang kecap modern yang kini kerap kita konsumsi.

Kecap dan Jenisnya

Masyarakat Jawa memiliki ciri khas kuliner yang cenderung menyukai rasa manis. 

Ke'tsiap yang merupakan komoditas dagangan orang Tionghoa yang berdagang ke Jawa memiliki rasa yang asin, sehingga kurang diminati. 

Hal inilah yang kemudian dibaca oleh pedagang Tionghoa sebagai tantangan yang harus dicari solusinya. 

Eksperimen menambahkan gula aren untuk menambah citarasa manis pada ke'tsiap pun dilakukan, alhasil produk baru hasil crossculcute ini diterima bahkan diminati oleh orang Jawa. 

Tak berhenti hanya dengan rasanya yang dimodifikasi sesuai selera warga setempat, namanya yang susah untuk diucapkan juga tak luput dari penyesuaian yang semula ke'tsiap menjadi kecap. 

Demikianlah pelacakan historis yang melatarbelakangi adanya kecap dengan rasa manis dan asin.

Potensi Kecap Asal Indonesia

Sebagai produk yang telah memiliki peminat yang besar di tataran lokal maupun global, kecap ternyata mampu menjadi komoditas ekspor dari Indonesia. 

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada tahun 2022 jumlah ekspor kecap Indonesia tembus pada angka 15.696,69 ton dengan nilai US$23,45 juta. 

Jumlah ini meningkat sebanyak 4,44% dari tahun sebelumnya, 15.028,98 ton dengan nilai US$22,10 juta. 

Sementara negara tujuan ekspor tersebar ke 46 negara di dunia, yang diantaranya Australia, Malaysia, Belanda, Arab Saudi, Amerika, dan negara-negara lainnya. 

Asin-manis kecap ternyata tak bisa dipahami sekedar hanya rasa; fakta-fakta menarik yang mengiringi menambah sensasi komprehensif dan kontekstual dalam menikmati kecap sebagai sebuah saus.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun