Setiap memasuki bulan Agustus, pasti kita temui umbul-umbul dengan berbagai warna menghiasi jalan-jalan, gang-gang, bahkan kantor dan rumah peribadatan.Â
Indonesia adalah negara yang berbudaya dan umbul-umbul adalah salah satu produknya. Umbul-umbul sendiri merupakan bendera panjang dengan berbagai warna dan desain yang bervariasi. Mereka biasanya terbuat dari kain, kertas, atau plastik yang diikat dan diayunkan dengan anggun oleh tiang-tiang bendera.Â
Walaupun asal usul umbul-umbul tidak diketahui secara pasti, keberadaannya telah terkait erat dengan tumbuhnya kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia.Â
Dalam buku "Paradise by Design: Tropical Residences and Resorts" karya Bill Bensley tahun 2008, umbul-umbul digunakan dalam tradisi budaya Jawa dan Bali di Indonesia sebagai tanda adanya acara besar. Selain itu, juga berfungsi sebagai dekorasi karena daya tariknya yang menarik perhatian.Â
Di Bumi Blambangan, umbul-umbul telah melekat dalam sendi-sendi adat kebudayaan kota Banyuwangi. Hal ini tercermin dalam lagu berjudul "Umbul-umbul Blambangan" yang merepresentasikan tekad tak kenal menyerah, persatuan yang harmonis, serta semangat gotong royong dalam menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan, demikian kata Andang Subaharianto, seorang rektor Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi.(Zulfikar, 2018).Â
Sementara dalam agama Hindu, umbul-umbul mendapatkan tempat yang sakral bagi para penganutnya. Hal ini terjadi karena umbul-umbul memiliki mitosnya sendiri, yang tercatat dalam kitab Itihasa dalam kisah besar Mahabharata.(www.phdi.or.id, 2023).
 Kisah tentang filosofi umbul-umbul ini diceritakan secara apik oleh I Gede Sudarsana dalam Warta Hindu Dharma (2009). Secara ringkas, kisah Arjuna Pramada menceritakan bagaimana Prabu Yudistira ingin membuat istana indah dan mengutus adik-adiknya untuk mencari contoh.Â
Arjuna menemukan bahwa istana yang paling indah adalah istana Alengka, tempat Dewi Sita ditawan oleh Rahwana. Yudistira mengutus Arjuna untuk pergi ke sana dengan bantuan Sri Kresna.Â
Di sana, Arjuna bertemu dengan Hanoman, dan mereka berdua bersaing membuat jembatan. Meskipun awalnya Arjuna merasa lebih unggul, akhirnya Hanoman mengungkapkan dirinya sebagai junjungan Arjuna, yaitu Rama Dewa yang telah lahir kembali menjadi Sri Kresna.Â
Arjuna dan Hanoman berdebat tentang siapa yang layak untuk disembah, namun Sri Kresna menengahi perdebatan mereka dan mengingatkan Arjuna bahwa hanya Hyang Widhi yang layak untuk disembah.