Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Melacak Sejarah Kontroversi UU Kesehatan

11 Juli 2023   21:08 Diperbarui: 11 Juli 2023   21:16 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jagad pemberitaan sedang heboh dengan isu penolakan dari beberapa organisasi nakes terhadap disahkannya undang-undang Kesehatan. 

Melansir laman resmi www.kemenkumham.go.id (2023) menyatakan bahwa Pemerintah Bersama DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR masa persidangan V tahun sidang 2022-2023.

Menariknya, mayoritas fraksi di DPR, yakni fraksi PDI-P, fraksi Golkar, fraksi Gerindra, fraksi PKB, fraksi PPP, dan fraksi PAN, menyepakati pengesahan RUU Kesehatan ini. 

Tercatat ada dua fraksi yaitu Demokrat dan PKS yang menolak, sementara fraksi Nasdem menerima namun disertai catatan.

Isu UU Kesehatan memang telah lama menjadi perhatian publik, khususnya Ketika Pandemi Covid-19 lalu. Kesiapan Lembaga Kesehatan di Indonesia mendapatkan catatan dari berbagai pihak, ada yang mengapresiasi atas kesediaan nakes mempertaruhkan nyawa untuk menolong. Tidak sedikit juga yang memberikan catatan merah kepada intansi Kesehatan untuk segera berbenah.

Kesehatan adalah kebutuhan mutlak bagi seluruh mahluk hidup. Lantas apa itu sehat? Dan mengapa harus dijadikan Undang-Undang?

Kata "sehat" menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat. 

Sementara Kemenkes RI melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, mendefinisikan sehat adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Kompas, 2022).

Sebenarnya jika kita lacak secara historis UU Kesehatan di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Tentu setiap perubahan menimbulkan pro dan kontra, hal inilah yang harus menjadi perhatian kita bersama untuk memahami transformasi UU Kesehatan dari masa ke masa. Sehingga kita dapat memotret peristiwa pengesahan UU Kesehatan oleh Pemerintah bersama DPR secara utuh, terlepas anda pro ataupun kontra.

Tercatat ada empat kali pengesahan UU Kesehatan pasca Indonesia merdeka hingga hari ini. Setiap perubahan membawa kebaruan-kebaruan terhadap pengelolaan Kesehatan di Indonesia. Adapun rinciannya sebagai berikut :

  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan kemudian diganti dengan;
  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan kemudian diperbarui dengan;
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dan terbaru
  • Undang-Undang Kesehatan 2023 (Omnibus Law), yang baru saja disahkan oleh Pemerintah dan DPR.

Perubahan UU Kesehatan (2023) dianggap merugikan nakes. Adapun beberapa contohnya sebagai berikut:

Undang-Undang Ketenagakerjaan

Pasal 79 ayat 2 huruf b UU No.13/2003 (UUK) menyebutkan:

Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

Pasal 79 Ayat 2.d  UUK menyatakan:

Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Draft RUU Cipta Kerja, aturan 5 hari kerja itu dihapus. Sehingga berbunyi:

Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Draft RUU Cipta Kerja ini menyerahkan regulasi terkait hak cuti panjang kepada perusahaan.

RUU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja/buruh yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus dan menyerahkan aturan itu kepada perusahaan atau perjanjian kerja sama yang disepakati

Cuplikan beberapa topik ini menjadi contoh pembanding saja. Sementara untuk informasi selengkapnya tentang perbandingan kedua UU Kesehatan tersebut dapat diakses pada link berikut: 

Perbedaan UU Ketenagakerjaan dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja - Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Barat (ntbprov.go.id)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun