Mohon tunggu...
Masad Masrur
Masad Masrur Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Pasca Sarjana USAHID JAKARTA

Pernah kuliah di Fakultas Teknik, tetapi beraktifitas di Organisasi Ekstrakampus dan Wartawan Kampus. Kini barusaja menyelesaikan S-2 Ilmu Politik di FISIP Universitas Indonesia. Kini belajar lagi Ilmu Komunikasi di USAHID JAkarta. Kompasiana diperlukan untuk melepaskan beban pikiran, karena hanya dengan menulis beban itu akan berkurang.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ethiopia

1 Juli 2021   12:35 Diperbarui: 2 Juli 2021   13:34 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Masad Masrur

Sebelum berangkat, saya selalu memikirkan bahwa negara ini dipenuhi oleh penduduk kulit hitam ceking kurus dan kelaparan. Memang tidak ada yang saya kenal selain negara yang pernah mengalami kelaparan akut dan menyengsarakan. Tapi siapa sangka, negara Ethiopia ini memiliki sejarah yang gilang-gemilang, bahkan pernah berjaya di era Rasulullah. Harar, salah satu kota di Ethiopia, adalah tujuan pertama hijrah ummat Islam. Negeri ini dulu adalah negeri kaya yang adil.

Setelah transit di Dubai, pesawat kami segera ganti dengan pesawat bertujuan Ethiopia di Afrika. Saya tidak begitu mengenal negara tujuan selain nama kota yang dituju: Addis Ababa. Mungkin karena lelah setelah berjam-jam duduk di pesawat, saya tidak menyadari kedatangan pramugari yang menanyakan tujuan penerbangan saya: Addis or Antaba? Saya pikir dia sedang menawarkan makanan, saya jawab Antaba. Kemudian pramugari itu mencatat di catatannya. Setelah dia berjalan, baru saya berfikir bahwa dia bukan menawarkan makanan. Saat balik lagi, segera saya kasih tahu  pramugari, bahwa saya ke addis, bukan antaba.

Mendarat di  Addis Ababa, dan berkendara menuju penginapan, kanan-kiri terlihat gersang khas Afrika. Tidak terlalu dingin, tapi cerah dan terik. Addis adalah kota cekungan yang tidak sepanas kota-kota lainnya di Afrika. Mungkin seperti Bandung yang dingin meski cerah. Addis mirip kota Jakarta tahun 70-an lah kira-kira. Orang menyeberang jalan tanpa menengok kanan-kiri. Ngujrus saja. Dan mobil-mobil mesti harus berklakson jika ada orang agar tidak menyeberang sembarangan.

Bicara dengan sopir kami, selain bicara soal cuaca kota dan kebiasaan masyarakat Addis, saya bertanya mengenai kebiasaan penduduk, adat dan agamanya. Sopir, bicara fasih mengenai Kristen Ortodok yang banyak dipercaya penduduk Ethiopia. Apa ortodok tanyaku. Semacam way of life? Ia mengiyakan. Dia menerangkan, mayoritas penduduk Ethiopia, yakni sekitar 45 persen dari total populasi beragama Kristen Ortodok. Sekitar 37 persen warga di sana memeluk Islam.

Penduduk Ethiopia sangat toleran dengan kepercayaan lain, terutama Islam.  Bentuk gereja dan pakaian mereka, terutama pakaian wanita, mirip dengan baju-baju muslimah yang berkerudung dan berwarna putih. Rupanya Ethiopia memang memiliki sejarah panjang, terutama perjumpaan mereka dengan Islam, terutama pada saat Nabi Muhammad mengutus pengikutnya untuk berhijrah ke Abyssinia bahkan jauh sebelum hijrah dari Makkah ke Madinah. Abysssinia inilah yang sekarang disebut Ethiopia.

Abyssinia adalah negara Kristen yang adil, dan penguasa Kerajaan Aksum pada waktu itu dikenal dengan gelar negus (najāšī) yang bernama Ashama bin Abjar. Sejarawan modern meyakini bahwa Ashama bin Abjar adalah Negus Armah dan Ella Tsaham. Ja'far bin Abi Talib, yang menjadi pemimpin kelompok pertama, menjelaskan kepada Negus, bahwa dalam Qur’an dijelaskan mengenai Isa. Marya(m) yang juga dipercayai oleh Negus dan penduduk Abyssinia. Penjelasan itu memudahkan Negus untuk mempersilahkan muslim tinggal di wilayahnya, sebab agama mereka dengan agama Islam berasal dari tuhan yang sama.

Tidak banyak tempat yang dikunjungi di Ethiopia. Museum Nasional adalah salah satunya. Itu museum menyimpan harta karun artistik Ethiopia. Ini berisi banyak penemuan arkeologi lokal yang berharga seperti sisa-sisa fosil awal hominid, yang paling terkenal adalah "lucy" yaitu kerangka sebagian dari spesimen australopithecus afarensis. Ditambahkan di galeri ruang bawah tanah adalah tampilan pada Selam, ditemukan antara tahun 2000 dan 2004. Fosil purba ini diperkirakan berumur 3,3 juta tahun yang lalu.

Beberapa gambar dan ornamen di museum menunjukkan keunikan hidup penduduk Afrika. Saya menyapa dan berfoto dengan gadis Ethiopia, seorang ibu dan anaknya. Menurutnya kami disangka datang dari China. Wajar karena ekspansi China di Afrika memang luar biasa, termasuk pekerja dan pengunjung dari Asia, seolah dianggap dari China semua.

Di Universitas Addis Ababa, kami berkeliling melihat kampus bekas kerajaan Ethiopia yang sudah runtuh. Pada gerakan Rastafari, yang memiliki jutaan pengikut di seluruh dunia, kaisar dianggap sebagai simbol religius inkarnasi Tuhan. Konon, Kaisar Heile Selassie, setelah mewarisi tahta dan mendapati Ethiopia yang porak poranda akibat penjajahan Barat, mengumumkan program pembaharuan yang meliputi perluasan pendidikan, perbaikan perhubungan, dan perbaikan nasib pegawai negeri.

Setiap orang Ethiopia memiliki pekerjaan, adalah cita-cita kaisar. Namun pada sisi lain, dalam pemerintahan Kaisar Haile Selassie ada beberapa permasalahan bermunculan, salah satunya korupsi di pemerintahan Haile Selassie. Meskipun upaya untuk membuat negara yang lebih modern dan kesatuan bangsa, tetapi keserakahan, kelalaian dan isu-isu rasial mewabah. Para pelaku pemerintahan mempunyai reputasi buruk dan menimbun kekuasaan.

Masalah lain yang melanda pemerintahan Haile Selassie, ternyata adalah cuaca yang buruk. Cuaca memiliki banyak pengaruh pada nasib penduduk, terutama di wilayah yang sebagian besar agraris. Dampak kekeringan yang terjadi pada tahun 1972 sangat menghancurkan. Diperkirakan bahwa selama 250.000 orang meninggal akibat kelaparan, dan lebih dari 1,6 juta orang yang terpengaruh oleh kelaparan tersebut. Ketika kelaparan menyerang penduduk, hampir selalu didampingi oleh penyakit dan epidemi, Ethiopia menjadi korban wabah penyakit yang umum untuk orang-orang yang kekurangan gizi.

Pada revolusi tahun 1974-1975 kekaisaran dihapuskan. Istana yang digunakannya kini menjadi kampus yang kami kunjungi. Menengok bekas kamar pribadi kaisar yang sederhana dan dinding kamar yang masih memajang foto keberkuasaannya, menunjukkan bahwa Ethiopia masih menghormati kaisarnya. Kini kerajaan Abyssinia dan Kekaisaran Ethiopia sudah tidak ada. Namun semangat dan toleransi penduduknya sangat patut dihargai. 

Pulang kembali dari Ethiopia menuju Jakarta, Pesawat Ethiopian Air yang kami tumpangi cukup memberi kesan "kambing afrika" kepada kami. Bau keringat orang-orang Ethiopia yang khas tidak pernah kami lupakan. Bau itu ternyata terbawa hingga pesawat.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun