Oleh Masad Masrur
Apa hebatnya Yunani selain cerita-cerita tentang dewa dan kota-kota kuno yang melegenda. Sebagai orang yang tidak tahu banyak selain cerita-cerita kuno itu, ketika ada yang menyebut “Santorini”, saya langsung bertanya: nama apa itu, apa yang ada disana?
Terbang ke Pulau Santorini, saya sebelumnya membayangkan akan bertemu dengan turis-turis Eropa yang memadati pulau karang itu. Sebab di benak saya, konon pulau ini dipenuhi dengan gereja-gereja “blenduk” bercat putih dan biru.
Warna putih itu dimaksudkan untuk mengurangi panas dari cahaya matahari. Sementara warna biru yang melekat pada kubah-kubah gereja memberikan kesan teduh atau sejuk.
Namun ternyata turis yang bareng kami, kebanyakan justru berasal dari sesama Asia: tentu saja China. Ibu-ibu tua dari China itu serombongan dan ditemani pemandu dan berfoto-foto saja.
Memang tak banyak yang ada di Santorini, kecuali keindahan pulau karang dengan deretan bangunan putih dan biru yang mungkin jauh lebih indah Labuan Bajo, Flores, Rinjani atau di Ternate.
Menurut Wikipedia, Santorini merupakan kelompok bundar pulau gunung berapi di Laut Aegea, terletak 200 km dari daratan Yunani. Pulau ini merupakan kelompok Kepulauan Cyclades.
Sama dengan Indonesia yang kepulauan, Santorini juga bagian amat kecil dari negara kepulauan Yunani. Dulunya, Santorini dikenal dengan nama Stongili dari bahasa Yunani yang berarti "bundar".
Pada tahun 1200 dan 1579, pulau ini sempat berada di bawah kekuasaan Byzantium dan Venesia. Orang-orang Venesia mengganti nama Thera menjadi Santorini, yang diambil dari Saint Irene, sebuah gereja di pulau itu.
Tahun 1579, Kekaisaran Ottoman dari Turki merebut pulau tersebut dan memberikannya otonomi yang adil hingga pembebasan Santorini yang terjadi setelah Revolusi Yunani pada tahun 1821.
Iklim di Santorini serupa dengan iklim Mediterania, yaitu umumnya matahari ada hampir di sepanjang tahun, dengan musim panas yang relatif hangat dan kering, serta musim dingin yang ditandai hujan dan udara sejuk. Yang menarik dan khas di pulau ini adalah keledai yang masih menjadi peliharaaan dan alat transportasi penduduk asli.