Diakui atau tidak, keberadaan sosial media seperti Facebook, Twitter dan Media Sosial Online sejenis memberi dampak yang luar biasa bagi proses transfer ilmu di antara para penggunanya. Banyak di antara kita, termasuk penulis yang mungkin termasuk satu dari banyak orang yang terperangkap dalam hiruk pikuk dan riuh rendah para penikmat sekaligus pembelajar di media sosial tersebut.
Ada salah satu komunitas yang biasa saya kunjungi secara berkala, seperti grup FORUM GTT-GTY & PTY. Apa sih yang menarik dari grupnya para guru tidak tetap, WB dan guru swasta tersebut? Sebagai guru di sekolah swasta tentu saja saya punya alasan akan ketertarikan pada grup tersebut. Dari banyak topik yang sering didiskusikan, sebagian besar selalu berujung pada soal kesejahteraan guru kelas dua itu. Ya, kesejahteraan menjadi isu yang hampir setiap saat menjadi bahan rerasan yang tak ada ujung pangkalnya. Tapi menariknya, sebagian besar dari mereka tampak bangga dengan profesi yang tak memberikan penghasilan memadai tersebut.
Mereka tetap memandang profesi guru sebagai pekerjaan yang mulia sehingga tetap mereka pertahankan walau tiap hari harus beralih profesi setiap habis mengajar demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Idealisme seperti itulah yang membuat mereka tetap bisa menikmati profesinya dalam segala keterbatasan penghasilan. Bicara soal idealisme, salahsatu dari anggota grup tersebut sempat membuat status, “Adakah idealisme yang kita banggakan ini juga dimiliki oleh saudara kita yang PNS, yang secara ekonomi jelas lebih mapan dari kita?”Status itu kemudian dikomentari dengan berbagai komentar yang kebanyakan bernada miring. Hal ini bisa dimengerti karena kinerja sebagian dari mereka, para guru PNS, yang tak lebih baik walaupun telah mendapat tunjangan profesi.
Wallahu a’lam. Saya tak ingin tergoda memberi komentar. Saya sendiri sedang kehabisan kata-kata manakala didatangi banyak orang, atau ditelepon oleh pejabat yang punya otoritas di lingkungan pendidikan dan SMS yang minta tolong agar si guru anu atau guru x yang notabene PNS bisa ikut mengajar di sekolah kami guna memenuhi tatap muka 24 jam/minggu. Tahu, apa artinya itu? Yah, tidak lain karena mereka menginginkan tunjangan profesi yang terancam hilang akibat perubahan kebijakan pemerintah soal kurikulum 2013 ditangguhkan pelaksanaannya.
Saya tidak bisa menjawab permintaan itu. Saya berkeyakinan, bahwa kebaikan yang kita berikan belum tentu menjadikan baik bagi orang yang kita beri. Saya sudah cukup bahagia dengan apa yang saya nikmati hari ini sebagai guru. Seperti mereka, teman-teman GTT-WB di sekolah negeri yang berusaha selalu sumringah, penuh dedikasi dan mencoba tak mengeluh saat menjalani tugas mulianya. Barangkali merekalah sejatinya guru, yang tak mengenal pamrih dan jauh dari keluh kesah. “Tetaplah bangga sebagai guru. Karena, di sanalah kalian menemukan kebahagian dan kesejatian hidup.”
“The great teacher never asks to be paid; a good teacher never complains”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H