Mohon tunggu...
Untung Bahtiar Setiawan
Untung Bahtiar Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar Abadi

Menulis untuk mengikat Makna Suatu Peristiwa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menakar Faktor Naik-Turunnya Suara Parpol Peserta Pemilu 2019

18 April 2019   18:32 Diperbarui: 19 April 2019   17:07 1478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah perdebatan mengenai hasil sementara raihan suara Pemilihan Presiden (Pilpres), di mana kubu 01 mengklaim sesuai hasil quick count dan kubu 02 juga mengklaim dengan real count hasil internal. Pada kesempatan ini penulis mengajak bergeser sejenak ke perkembangan hasil Pemilu Legislatif (Pileg).

Seperti yang kita tahu bahwa Pemilu 2019 kali ini diikuti oleh 16 partai politik (parpol), yang berkompetisi di level nasional. Tanpa mengesampingkan perolehan suara yang diraih oleh partai lokal di Nangroe Aceh Darussalam. Hanya saja yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah sejauh mana perkembangan hasil Pemilu yang akan mengantarkan perwakilannya di parlemen.

Untuk melihat secara cepat, sejauh mana perolehan hasil pemilu legislatif sementara hanya bisa mengandalkan hasil quick count. Salah satunya dari Litbang Kompas, dan berikut hasil quick count sementara (urutan berdasarkan suara terbanyak):

1. PDIP: 20.19% | 2. Gerindra: 12.81% | 3. Golkar: 11.76% | 4. PKB: 9.34% | 5. PKS: 8.54% | 6. Nasdem: 8.18% | 7. Demokrat: 8.06% | 8. PAN: 6.57% | 9. PPP: 4.65% | 10. Perindo: 2.86% | 11. Berkarya: 2.11% | 12. PSI: 2.06% | 13. Hanura: 1.35% | 14. PBB: 0.76% | 15. Garuda: 0.53% | 16. PKPI: 0.23%.

Sebagai bahan analisis, penulis mencoba membandingkan antara hasil quick count dengan hasil survei sehari sebelum Pemilu yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI):

1. PDI P: 26.7%-31.1% | 2. Gerindra: 13.4%-17.8% | 3. Golkar: 11.5%-15.9% | 4. Demokrat: 4.6%-9.0% | 5. PKB: 4.5%-8.9% | 6. PKS: 3.8%-8.2% | 7. Nasdem: 3.5%-7.5% | 8. PAN: 1.4%-5.8% | 9. PPP: 1.9%-6.3% | 10. Perindo: 2.3%-6.7% | 11. Hanura: 0.5%-3.5% | 12. PBB: 0.5%-3.2% | 13. PSI: 0.5%-3.2% | 14. Berkarya: 0.5%-3.0% | 15. Garuda: 0.4%-2.6% | 16. PKPI: 0.3%-2.3%.

Jika dilihat dari perbandingan antara antara hasil survei dengan hasil quick count, maka penulis sedikit memberikan beberapa catatan:

- Prediksi adanya efek ekor jas (coat tail effect) ternyata tidak begitu signifikan. Di mana di survei yang berpotensi mendapatkan efek ekor jas adalah PDIP dan Gerindra, namun dalam quick count sementara PKS yang paling diuntungkan dan Demokrat justru yang dirugikan.

- Prediksi lima besar ada sedikit pergeseran di mana dalam survei yang diperkirakan masuk lima besar adalah Demokrat namun di quick count digeser oleh PKS.

- Prediksi ada 9 parpol yang berpeluang masuk ke Parliamentary Threshold atau yang masuk 4%, hampir pasti terbukti, dengan menyisakan Hanura, PBB, Berkarya, Garuda, Perindo, PSI, dan PKPI tidak dapat menempatkan wakilnya di DPR RI.

Selain dari catatan tersebut, penulis mencoba mengevaluasi hasil Pemilu Legislatif ini menjadi beberapa faktor yang menyebabkan hasilnya bisa seperti ini:

Pertama: Faktor Kinerja Masing-masing Caleg
Bahwa dalam pencapaian elektoral di Pemilu Legislatif jelas sangat mutlak bahwa masing-masing caleg harus bekerja secara maksimal untuk meraih suara di wilayah daerah pemilihannya masing-masing. Untuk mencapai kinerja yang maksimal, maka caleg juga harus punya daya jual, logistik, soliditas tim dan networking.

Kedua: Faktor Strategi Partai Politik
Strategi politik setiap parpol tentunya berbeda-beda, sesuai dengan potensinya masing-masing. Jika nasdem banyak menjaring caleg yang sudah punya elektoral misalnya caleg dari kader parpol lain, atau mengambil banyak selebritas yang didukung publikasi program melalui media yang dimilikinya, maka lain halnya dengan PKS yang menjual program SIM gratis dan bebas pajak kendaraan bermotor. Atau Perindo yang dengan kemampuan medianya selalu mempublikasi kegiatan parpolnya di televisi.

Ketiga: Pengaruh Efek Ekor Jas Pilpres
Pemilu 2019 kali ini adalah Pileg yang dibarengkan dengan Pilpres. Tentunya hal ini menjadi rumit, karena konsentrasi parpol terpecah menjadi dua. Yakni antara menyukseskan Capres yang diusung di koalisi, juga menyukseskan Pileg untuk mengamankan kursi di DPR. Dengan adanya dua koalisi dalam Pilpres 2019 ini, maka secara umum masyarakat terpolarisasi ke dalam dua kelompok pendukung masing-masing Capres.

Setelah melihat hasil quick count maka kita dapat melihat bahwa ada parpol yang diuntungkan oleh Pilpres ada juga yang kurang beruntung. Jika seharusnya Gerindra adalah parpol yang paling diuntungkan tapi kenyataannya, justru perolehan suaranya tidak berbeda jauh dengan Pemilu 2014 lalu. Hal ini karena adanya politik identitas yang kuat seperti di kubu Capres 02, terutama identitas Islam dalam pertarungan Pilpres.

Sehingga dari koalisi ini, maka dua parpol nasionalis secara mengejutkan justru dirugikan yakni Gerindra dan Demokrat. Sedangkan yang paling diuntungkan adalah PKS terutama setelah PBB berbalik ke Jokowi. Di sinilah kelompok Islam politik seperti eks-Hizbut Tahrir, FPI, dan FUI lebih cocok ke PKS dari pada PAN.   

Hal ini berbeda dengan PKB dan PDIP yang meski mengalami kenaikan, nyatanya faktor Jokowi dan KH Ma'ruf Amin hanya sedikit memberi tambahan suara.  

Keempat: Faktor Masalah Hukum, Perpecahan, dan Parpol Baru
Faktor ini mungkin yang dialami oleh PPP dan Golkar, di mana masing-masing tokoh sentral di kedua parpol tersebut tersandung masalah hukum. Seperti yang dialami oleh Romahurmuziy di PPP dan Setya Novanto di Golkar. Namun karena kedua parpol ini merupakan parpol tertua dan masih mempunyai basis tradisional, sehingga masih mempunyai basis yang loyal.

Meski bukan perpecahan yang mendasar, namun karena perbedaan pandangan terkait Pilpres antara elit dengan stuktur di bawahnya, menyebabkan PBB cenderung makin tenggelam. Selain itu, Hanura dan PKPI semakin kehilangan sosok tokoh juga cenderung mengikis kesolidan parpol dalam menghadapi Pileg kali ini sehingga persiapan yang minim berakibat pada penurunan suara.

Kemunculan parpol baru juga turut menggerus suara parpol seperti parpol Berkarya yang identik dengan Golkar. Namun parpol-parpol baru seperti Berkarya, PSI, dan Garuda kurang mendapat porsi waktu dalam sosialisasi sehingga belum cukup dikenal masyarakat.

Dari ulasan ini yang menarik adalah kemungkinan koalisi di parlemen yang semakin kuat bagi pemerintah karena didukung oleh mayoritas kursi di DPR. Hal ini berbeda dengan hasil pemilu 2014 lalu, di mana Golkar awalnya masih bergabung dengan kelompok oposisi, meskipun di perjalanan akhirnya bergabung dengan pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun