Dalam hitungan menit sejak tulisan ini tayang partai hidup mati penentuan Timnas Indonesia bisa atau tidak maju ke Semifinal Piala AFF U18 akan digelar. Pertandingan tersebut pastinya sangat mendebarkan bagi pecinta bola tanah air. Betapa tidak, Indonesia diharuskan menang dengan selisih gol besar (selanjutnya akan disingkat GD), sekurang-kurangnya 7, jika ingin aman mendapatkan tiket ke putaran kalah mati tersebut.
Tentunya tidak berarti kalau menang dengan GD kecil otomatis tersingkir. Jika Vietnam mampu menjaga konsistensi performanya dan tidak kalah dari Myanmar maka berapapun kemenangan atas Brunei akan tetap membawa Indonesia ke semifinal. Â
--- ASEAN Football (@AFFPresse) September 11, 2017
Demikian halnya kalau Vietnam seri dengan Myanmar maka peluang tuan rumah tersebut pasti tertutup karena kalah poin dengan Indonesia dan tentunya sang juara grup Vietnam. Yang menakutkan kubu Indonesia adalah jika Myanmar mampu mengalahkan Vietnam atau Vietnam mengalah dari Myanmar, sehingga meskipun poin ketiga tim akan sama, tetapi GD Myanmar dan Vietnam bisa menjadi ancaman tersendiri. Sementara ini Vietnam dan Myanmar punya GD jauh mengungguli Indonesia dengan cukup signifikan, masing-masing unggul 8 dan 6 gol.
Ketakutan ini jangan dianggap sepele. Kita harus melongok grup sebelah yang dihuni Malaysia sebagai juara dan Thailand sebagai runner-up. Bagi Vietnam sangat boleh jadi Thailand dianggap lebih berbahaya dibanding Malaysia. Oleh karena itu melepaskan partai melawan Myanmar sambil memainkan pemain lapis kedua bisa menjadi pilihan yang manis dan menguntungkan. Kemanisannya terasa karena melawan tim yang lebih mudah dikalahkan untuk menjejak partai final. Sedangkan keuntungannya diperoleh dengan mengistirahatkan pemain inti untuk lebih fit di pertandingan berikutnya.
Sekurang-kurangnya Indonesia perlu menang atas Brunei dengan GD 7 untuk mengamankan jatah semifinal, dengan agresivitas gol (Goal For, GF) tertinggi yaitu 18. Di peringkat itu akan bisa memaksa Vietnam untuk mengalahkan Myanmar, karena kalah 0-1 saja Vietnam akan didepak Myanmar dengan tiebreaker head-to-head setelah baik GD dan GF semua terikat sama dengan Myanmar berturut-turut 14 dan 16.
Sekarang kita kembali membahas kemungkinan Indonesia hanya bisa menang dengan GD kecil terhadap Brunei. Kita tidak boleh meremehkan Brunei meskipun negara tersebut telah menjadi lumbung gol bagi negara-negara lainnya. Faktor tekanan harus menang besar bisa membuat pemain Indonesia kehilangan kesabaran, dan itu bisa kontraproduktif. Jika itu terjadi ada kemungkinan Vietnam mengalah dalam tingkat tertentu kepada Myanmar karena GD mereka sudah tidak terkejar lagi dari Indonesia yang main lebih dulu.
Di sinilah menariknya untuk mengamati apakah Vietnam mengedapankan sifat Ksatria mereka untuk menjunjung tinggi nila-nilai fair play dan tidak takut dengan tim manapun atau sebaliknya akan mendulukan kepragmatisan mencapai tujuan masuk final lebih mudah meskipun dengan itu membiarkan rekord prestasi mereka dicemari dengan kekalahan dan sportifitas yang kurang terpuji.
Apalagi jika mengalahnya dilakukan dengan senatural mungkin hal tersebut akan sukar dideteksi dan relatif mudah terhindar dari sanksi FIFA. Sama-sama diketahui sekarang ini Myanmar sudah masuk kelompok elit sepak bola Asia Tenggara. Itu artinya bukan hal yang sukar bagi Vietnam membiarkan gawangnya dijamah pemain Myanmar.
Vietnam tidak perlu harus melakukan praktek sepak bola gajah untuk mengincar runner-up dan menghindari Thailand, karena kekuatan Myanmar juga hampir seimbang, Â ditambah lagi justru Myanmar sangat menginginkan kemenangan itu. Ibarat jual beli, ada yang ingin beli didatangi oleh penjual. Nikmat apalagi yang harus ditolak, bukan?
Sehingga tindakan melanggar fair play seperti contoh kasus dalam video di bawah ini yang berakibat di dendanya pemain dan pengurusan federasi sepak bola negara oleh FIFA tidak akan sampai terjadi.