Mohon tunggu...
gatot winarko
gatot winarko Mohon Tunggu... -

Sederhana dan Konsisten (Copas from Mandawega) hehe..

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Pentingnya Laporan Keuangan bagi Klub Sepakbola

20 Februari 2014   17:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Indonesian Super League (ISL) kembali digelar mulai 1 Februari 2014. Ada 22 tim yang berpartisipasi dalam kompetisi kasta tertinggi di negeri ini. 22 tim ini dibagi menjadi dua wilayah, barat dan timur. Masing-masing wilayah terdiri dari 11 tim. Pembagian wilayah ini untuk mengurangi jumlah pertandingan yang harus dilakoni oleh satu tim dalam satu musim kompetisi. Tujuannya adalah mengurangi jumlah dana yang harus dikeluarkan klub lantaran banyaknya pertandingan yang harus dijalani. Terlebih jika mereka harus menempuh perjalanan jauh karena luasnya bumi Indonesia ini. Maka pembagian menjadi dua wilayah ini dinilai bijak mengingat keuangan sebagian besar klub ISL tidak sehat.
Hal ini terlihat dari masih banyaknya kasus keterlambatan pembayaran gaji pemain oleh sejumlah klub. Bahkan para pemain yang merasa haknya dizalimi melaporkan masalah ini ke pihak berwajib. Mengingat betapa pentingnya uang bagi si pemain untuk menghidupi keluarnganya, tentu pihak klub yang mengontraknya harus bertanggungjawab. Namun jika klub-klub tersebut juga kekurangan dana untuk melunasi kewajibannya, maka ini akan menjadi masalah yang berlarut-larut. Lantas apa yang menyebabkan masalah ini terjadi?
Seperti yang sudah kita ketahui, meskipun klub-klub tersebut sudah berbentuk badan hukum, tapi kita akan kesulitan untuk menemukan laporan keuangan sebuah klub. Entah memang tidak dibuat atau tak bisa membuatnya. Namun yang pasti, transparansi keuangan sebuah klub sepakbola di negeri ini sangat buruk. Kita tak tahu rincian darimana sumber pendanaan sebuah klub. Keuangan klub akan ramai dibicarakan ketika klub mengalami pailit dan tak mampu membayar gaji pemainnya.

Menanggapi permasalahan keuangan klub yang sering melanda klu-klub di tanah air, sepertinya kita harus berkaca pada tim-tim Bundesliga. Dikutip dari Detik.com, bahwasanya ada tiga pilar yang mampu menopang tim dalam mengarungi kompetisi di negeri yang dipimpin Angela Merkel tersebut. TIga hal inilah yang membuat klub-klub Jerman terhindar dari krisis financial dan siap menatap aturan Financial FIFA Fairplay yang mulai diterapkan.

Pilar pertama adalah data laporan keuangan selama tiga periode yang harus diserahkan ke otoritas liga setempat. Mereka harus menyerahkan laporan keuangan pada musim lalu yang sudah dilewati dan juga laporan pada musim sekarang yang sedang berjalan. Sebuah tim juga harus menyerahkan proyeksi laporan keuangan pada musim berikutnya sebagai antisipasi adanya krisis yang akan menimpa klub.
Dari data keuangan tersebut, pihak Bundesliga akan menilai kelayakan sebuah klub untuk mengikuti kompetisi yang akan berlangsung. Jika keuangan klub dianggap memadai untuk mengarungi  kompetisi, maka klub akan mendapat lisensi dari pihak liga.

Dalam ilmu akuntansi, sebuah laporan keuangan disusun untuk kepentingan berbagai pihak. Selain untuk menilai kelayakan klub mengikuti kompetisi, laporan keuangan juga merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik atau pemegang saham klub. Kinerja keuangan manajemen akan nampak pada laporan keuangan. Bagaimana mereka mengelola keuangan sehingga menhasilkan profit bagi pemilik.

Laporan keuangan juga menjadi acuan pihak kreditor untuk memberikan pinjaman bagi sebuah klub. Dari data keuangan klub dapat dilihat sejauh mana sebuah klub mampu mengenmabalikan pinjamannya atau sering disebut sebagai likuiditas. Terlebih bagi pemain yang akan dikontrak, sebuah laopran keuangan akan menjadi bahan pertimbangan sang pemain untuk bergabung. Jika data tersebut menunjukkan kemampuan klub dalam mengelola keuangannya, maka ini akan membuat pemain merasa terjamin akan hak-haknya.

Pilar kedua adalah adanya aturan yang mengharuskan klub peserta liga menyerahkan uang jaminan kepada pihak pengelola liga. Di Bundesliga, jumlah tersebut berkisar 10 juta euro. Dana tersebut digunakan untuk menjamin keberlangsungan liga. Jika sebuah klub mengalami kesulitan keuangan maka klub dapat mengambil atau meminjam dana tersebut agar tetap bisa melanjutkan kompetisi hingga akhir musim. Setelah musim kompetisi berakhir, dana yang tidak terpakai akan dikembalikan ke pihak klub.

Pilar terakhir adalah aturan mengenai kepemilikan sebuah klub. Di Bundesliga, berlaku aturan  bahwa supporter adalah pemegang saham mayoritas klub. Suporter memegang 50% plus satu suara pemegang saham. Tujuannya adalah agar klub tak dikontrol oleh pemilik yang berjumlah satu orang saja. Ini artinya klub adalah milik supporter. Suporter mimiliki hak untuk menentukan kebijakan klub. Dengan adanya rasa memiliki sebuah klub, maka supporter akan lebih berhasrat dalam mendukung klub. Terbukti, rata-rata jumlah supporter yang memadati stadion di Jerman adalah yang tertinggi diantara liga-liga top eropa lainya.

Bandingkan dengan yang terjadi di Liga Inggris. Bagaimana sebuah klub dikontrol oleh seorang pemilik yang berhak ‘mempermak’ timnya. Seperti yang dilakukan Sheh Mansour dan Roman Abramovic. Tak hanya itu, fenomena ini juga terjadi pada klub di ISL. Celakanya, jika pemilik memliki tujuan lain dalam memiliki klub. Seperti yang menimpa Arsenal dan juga United, yang pemiliknya berhasrat untuk menggelembungkan kantongnya dan menomorduakan prestasi.

Berkat aturan yang tegas tersebut, ternukti tim-tim Bundesliga mampu survive di tengah badai krisis yang melanda Eropa. Selain itu, prestasi timnas Jerman juga cenderung stabil. Ini lantaran sebuah tim dibangun dengan semangat professional dan memiliki visi jangka panjang. Kuncinya adalah pengelolaan keuangan yang jelas dan cerdas. Bahwa keuangan menjadi pondasi utama sebuah klub untuk mengambil kebijakan. Tengok apa yang dilakukan El Barca. Untuk menjaga tingkat keuangannya tetap sehat, mereka memanfaatkan akademinya untuk menghasilkan pemain yang berkualitas. Hasilnya, mereka tak perlu mengeluarkan dana besar-besaran untuk memboyong pemain bintang.

Jika PSSI ingin Liga Indonesia berjalan dengan baik dan juga jauh dari kecurigaan berbagai pihak mengenai pengelolaan keuangan, sudah seharusnya aturan serupa diterapkan di Indonesia. Maju terus sepak bola tanah air. YNWA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun