Mohon tunggu...
gatot winarko
gatot winarko Mohon Tunggu... -

Sederhana dan Konsisten (Copas from Mandawega) hehe..

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Elpiji 12 Kg Naik, Siapa yang Bertanggung Jawab?

5 Januari 2014   21:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:07 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Kebijakan Petamina untuk menaikkan harga elpiji 12 kilogram menuai banyak protes. Baik dari pembeli yang harus merogoh kantong lebih dalam hingga pihak pemerintah yang merasa kebijakan ini tidak pro rakyat. Bahkan presiden SBY langsung menginstruksikan kepada bawahannya untuk berkoordinasi guna mencari solusi atas permasalahan ini.

Latar belakang naiknya harga elpiji 12 kg ini disebabkan karena Pertamina merasa terus merugi dari bisnis ini. Bahkan kerugian yang diderita Pertamina diduga mencapai triliyunan rupiah dalam beberapa tahun terakhir ini. Kemudian BPK yang bertugas mengaudit laporan keuangan Pertamina menyarankan agar Pertamina mengambil kebijakan untuk menutup kerugian tersebut. Meskipun secara keseluruhan Pertamina memperoleh laba bersih mencapai 30 triliyun rupiah pada tahun 2013, tapi keruginan terus menerus dari salah satu unit bisnis ini tidak bisa ditolerir. Sebagai sebuah BUMN, Pertamina tetap harus patuh pada peraturan yang ditetapkan pemerintah. Salah satuya jika sebuah BUMN mengalami kerugian maka manajemen harus diganti atau perusahaan tersebut harus ditutup.

Setelah melakukan rapat dengan para pemegang saham, akhirnya Pertamina memutuskan untuk menaikkan harga jual elpiji 12 kg. Kenaikan kali ini cukup signifikan, yakni dari angka Rp 70.200 melonjak hingga Rp 117.708. Sebelum kenaikan ini diumumkan, Pertamina berkoordinasi terlebih dahulu dengan kementrian terkait, yaitu kementrian BUMN dan ESDM. Tapi kenyataannya, Jero Wacik selaku Menteri ESDM mengaku tidak tahu atas rencana kenaikan harga elpiji ini sebelumnya. Sedangkan Dahlan Iskan mengakui bahwa kisruh ini adalah akibat keteledorannya. Usai rapat kabinet terbatas bersama Prsiden SBY, Menteri BUMN ini menyatakan bahwa dirinya tak melakukan koordinasi dengan baik dengan pihak-pihak terkait. Selanjutnya dia berjanji akan meninjau ulang kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kg ini.

Tapi publik sudah terlanjur tersentak atas kebijakan di awal tahun ini. Banyak yang mengaitkan hal ini dengan masalah politik. Apalagi ketika para menteri dan anggota DPR dari partai demokrat yang ‘ikut-ikut’ menentang kebijakan ini. Lantas mereka dianggap melakukan pencitraan seolah-olah membela rakyat kecil. Entahlah, ketika kebijakan apapun sudah dikaitkan dengan urusan politik, maka semuanya jadi tambah runyam. Seolah rakyat dibuat bingung mengenai sikap pemerintah, apakah benar mereka membela kepentingan rakyat atau hanya berpura-pura saja?

Dari sudut pandang bisnis, apa yang dilakukan Pertamina ini adalah sebuah kewajaran. Ketika sebuah perusahaan terus merugi maka cara instan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menaikkan harga jual. Apalagi jika perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memonopoli pasar. Berapapun harga yang dipasang, pembeli akan tetap membeli barang tersebut. Tanpa adanya pesaing, maka tak ada pula kekhawatiran jika pelanggan pindah ke lain hati.

Masalahnya Pertamina adalah sebuah BUMN yang tujuannya bukan hanya memaksimalkan profit. BUMN juga berkepentingan untuk melayani masyarakat dan memenuhi kebutuhan publik atas nama negara. Jadi buat apa BUMN mendapat untung besar, toh jika keuntungan ini akan kembali pada pembelinya juga, yakni masyarakat selaku konsumennya.

Pemerintah yang menjadi jembatan dalam proses bisnis antara BUMN dan rakyat harusnya bertindak sebagai penyeimbang. Seperti yang sudah diatur, bahwa laba BUMN sebagian akan masuk kas negara. Uang tersebut lantas digunakan untuk membiayai keperluan negara untuk meningkatkan dan menyamaratakan pembangunan. Jadi, pemerintah bisa saja melakukan intervensi atas kebijakan yang diambil BUMN agar terjadi keseimbangan di masyarakat.

Kembali pada permasalahan kenaikan harga elpiji 12 kg. Melihat keuntungan Pertamina yang mencapai 30 triliyun rupiah, bisa saja pemerintah mengambil sebagian uang tersebut untuk menutup kerugian dari penjualan elpiji 12 kg. Pemerintah bisa mengalokasikan dalam bentuk subsidi seperti yang dilakukan pada elpiji 3 kg. Hal ini agar Pertamina tidak terus merugi karena penjualan tidak bisa menutup biaya operasional produksinya. Atau pemerintah membiarkan harga elpiji meroket dengan resiko akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial secara keseluruhan. Dan keputusan ada di tangan pemerintah, relakah dapur tetap mengepul?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun