Isu mundurnya Tri Rismaharini dari kursi Walikota Surabaya semakin memanas. Tak ingin masalah ini berlarut-larut, Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso memanggil pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan polemic yang menyita perhatian publik. Setelah mendengar langsung curhatan Risma yang berkunjung ke Senayan, Priyo memutuskan untuk mempertemukan Mendagri, Gubernur Jatim, Walikota Surabaya serta para anggota DPRD Kota Surabaya.
Priyo yang juga berasal dari kota pahlawan ini mengungkapkan alasan Risma untuk mundur. Kepada Priyo, Risma mengaku masih belum bisa menerima pengangkatan Wisnu Sakti Bhuana sebagai Wakil Walikotanya menggantikan Bambang DH. Inilah yang membuat Risma tak focus dalam menjalankan tugasnya memimpin kota Surabaya. Apalagi beredar kabar jika Risma memiliki hubungan tak harmonis dengan Wisnu.
Mengingat Wisnu juga merupakan kader PDIP, partai yang mengusung Risma dalam Pilwalkot Surabaya, maka beberapa pihak menyarankan agar masalah ini diselesaikan dalam internal partai saja. Akan tetapi beredar kabar pula, jika Risma mundur lantaran ada intervensi dari pihak eksternal. Kebijakan Risma menolak pembangunan tol dalam kota bertolak belakang dengan sejumlah pejabat yang ada di atasnya. Namun Risma tetap bersikukuh menolak pemabngunan tol karena menurutnya jalan di Kota Surabaya masih bisa menampung jumlah kendaraan yang melintas.
Sebelum isu ini berkembang terlalu jauh, Risma buru-buru menepisnya. Seperti yang sudah diungkapkannya sejak awal jika keinginannya untuk mundur disebabkan oleh pengangkatan wakil wali kota yang tak sesuai prosedur. Namun bukannya mereda, isu mundurnya RIsma semakin panas setelah ada partai lain yang hendak ‘menampung’ Risma setelah dia melepaskan jabatannya. Yakni Partai Gerindra yang ingin memasangkan Risma mendampingi Prabowo Subianto sebagai pasangan capres-cawapres dalam pilpres 2014 mendatang. Sontak hal ini memicu reaksi dari sejumlah petinggi PDIP yang tak ingin kehilangan kader terbaiknya.
Melihat kiprah Risma dalam memimpin warga Kota Surabaya, tentu masalah ini mendapat perhatian masyarakat, khusunya warga Surabaya. Warga tak ingin Risma lengser begitu saja. Kepemimpinannya yang tegas dan berpihak kepada rakyat masih diinginkan warga. Namun nyatanya, bahwa demokrasi menyebut kekuasaan ada di tangan rakyat hanyalah omong kosong belaka. Demokrasi di negeri ini adalah milik para elit partai politk dan pejabat di pemerintahan. Selebihnya, Pemilu dan sidang-sidang wakil rakyat hanyalah formalitas belaka. Mereka menipu rakyat dengan uang dan pencitraan. Sedangkan yang serius bekerja terus ‘digoda dan dijahili’. Jika hal ini terus berlanjut, jangan terkejut jika pemerintahan akan kehilangan legitimasi karena rakyat sudah jenuh dengan sandiwara yang dimainkan para pejabat di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H