Anggap saja David Moyes sudah langsung Move On. Moyes adalah orang yang baik, sedikitpun dia tak memunculkan komentar yang berpotensi memicu masalah baru pasca pemecatannya. Dia juga sadar akan resiko pemecatan ini sehingga dia tampak sudah siap menerimanya. Meskipun uang 10 Juta Poundsterling akan masuk kantongnya, menurut saya kebahagiaan terbesar Moyes adalah mulai selasa malam dia akan tidur dengan nyenyak. Tak ada lagi tekanan publik atas buruknya performa Manchester United.
Tugas besar justru beralih ke pundak manajamen MU yang sudah sangat tidak sabar menunggu akhir musim berakhir. Siapa yang akan mereka tunjuk menggantikan posisi Moyes? Ada beberapa nama yang masuk daftar, mulai dari yang sudah sekelas Ferguson, maupun pelatih muda yang sudah punya nama. Pun ada nama dari kalangan internal.
Dari tokoh sepuh (tua) ada nama Louis Van Gaal, Jupp Heynckess, Fabio Capello dan Carlo Ancelotti. Kelebihan para pelatih mbah-mbah ini adalah mereka akan dihormati oleh para pemainnya. Sudah bukan rahasia lagi, jika pemain-pemain sekelas Rooney, Van Persie, ataupun Ferdinand memiliki ego yang tinggi. Mereka hanya tunduk pada Mbah Fergie dan menganggap remeh Moyes yang dianggap belum punya nama. Hasilnya pemain-pemain MU ini tak dapat mengeluarkan kemampuan optimalnya seperti saat diasuh Mbah Fergie. Namun pelatih tua ini tentu tak bisa diharap tinggal dalam waktu lama di MU. Mungkin mereka hanya akan melatih dalam kurun 3-5 tahun saja. Ini artinya tak ada istilah dinasti seperti yang dibangun Mbah Fergie. Akibatnya MU perlahan akan kehilangan identitasnya karena ganti pelatih lagi.
Sementara dari pelatih-pelatih yang masih muda nan kece ada nama Josep Guardiola yang menjadi favorit. Namun yang bersangkutan merasa masih betah di Bayern Munchen, atau mungkin belum siap menjalani kompetisi sengit di BPL.Juergen Klopp juga tak berniat meninggalkan Dortmund yang sudah kental dengan nuansa ‘rock’ sesuai karakternya. Nama beken lain yang menjadi target adalah Antonio Conte dan Diego Simeone. Tapi seperti kita ketahui, aura MU akan berubah jika salah satu dari kedua nama ini ditunjuk sebagai pelatih, dari menyayap menjadi parkir bus. Membajak Rodgers dari Anfield juga dirasa hampir mustahil.
Pilihan lain adalah jika Glazer ingin meneruskan kultur yang dibangun Mbah Fergie adalah menunjuk kalangan internal sebagai pelatih. Ada nama Ole Gunnar Solskjaer yang kini menangani Cardiff City. Roy Keane juga pernah menangani Sunderland. Bahkan jika Glazer menganut teori pelatih yang baik adalah dulu bermain sebagai gelandang bertahan, maka Keane adalah orang yang tepat. Selain itu ada nama yang mulai bersinar, yakni Laurent Blanc. Tapi sepertinya Blanc masih menikmati masa-masa bahagianya bersama PSG, yang menyediakan dana besar untuk merekrut pemain sesuai keinginannya.
Akan tetapi mungkin saja Glazer sengaja memecat Moyes sebelum musim berakhir dan menyisakan 3 laga untuk memberi kesempatan Ryan Giggs tampil sebagai caretaker. Giggs tentu lebih dihormati para pemain daripada Moyes mengingat dia adalah sesepuh di skuad MU. 20 tahun lamanya dia berseragam MU di bawah arahan langsung Mbah Fergie, dan tentu ini adalah poin plus bagi Giggs. Giggs dianggap paham betul gaya melatih Fergie yang membawa MU berjaya. Giggs juga seorang pemain sayap yang menjadi ciri khas permainan MU di era Fergie. Namun sejauh ini Giggs belum mempunyai karir kepelatihan. Hingga usianya memasuki 40 tahun dia masih saja ikut bertempur di atas lapangan.
Tapi siapapun yang akan melatih MU kelak, patut diketahui resiko yang akan ditanggung. Adalah prinsip yang tak perlu dipegang teguh jika MU adalah tim yang tidak gemar memecat pelatih. Glazer, seperti halnya John Henry yang menjadi pemilik Liverpool, kabarnya juga punya klub American Football di bawah konsorsiumnya. Nah, di klub tersebut Glazer adalah seorang pemilik yang tidak segan memecat pelatih jika performa tim tidak seperti yang diharapkan. Pada kasus di MU berbeda lantaran siapa yang berani memecat Mbah Fergie kalau beliau sendiri tak ingin mundur?
Pemecatan Moyes menunjukkan realita di dunia sepakbola bahwa sepakbola bukan sekedar permainan di atas lapanagan saja, tapi sepakbola adalah pemainan bisnis yang menggiurkan. Berapa nilai saham MU yang akan menguap jika performa klub terus seperti ini. Hal yang dianggap wajar karena para pemilik telah menggelontorkan uang mereka sebagai investasi yang akan mereka petik hasilnya di kemudian hari. Tak ada yang bisa kita lakukan, kecuali saling melontarkan olok-olokkan jika tim lawan tersungkur. Dan berbangga jika tim pujaan memenangkan gelar. Perilaku inilah yang dicium para investor sepakbola sebagai potensi mengeruk laba. Fanatisme dan loyalitas para supporter yang mereka tunjukkan sebagai bentuk kecintaan kepada sebuah klub, di sisi lain menjadi petaka bagi klub yang dikuasai pemilik yang berorientasi bisnis. Jadi inilah trend di dunia sepakbola. Semakin instant, semakin baik !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H