merasa penasaran dengan kondisi penyiaran televisi di Indonesia, didukung dengan beberapa sumber yang penulis baca, dalam konsep mekanisme penyiaran pertelevisian sebenarnya terdapat 3 bagian yang berperan penting yakni : 1) pesawat televisi sebagai penerima siaran yang merupakan (barang pribadi milik kita), 2) stasiun televisi yang menyiarkan (milik perusahaan), dan 3) gelombang elektromagnetik, berfungsi mengirim informasi dari stasiun tv melalui getaran frekuensi tertentu, kepada masyarakat (TV) yang merupakan milik publik atau bisa dikatakan milik rakyat indonesia. Nah kawan, seperti yang kita ketahui frekuensi ini sendiri merupakan sumber daya alam yang jumlahnya sangat terbatas, oleh karena sebab itulah, kemudian oleh negara pemanfaatannya diatur, sebut saja dalam UUD 1945 pasal 33, pasal ini menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran bangsa Indonesia, hal tersebut bermakna luas bisa dikatakan yang dimaksud dalam pasal tersebut termasuk juga penggunaan gelombang elektromagnetik yang di gunakan untuk alat komunikasi elektronik. karna itulah media elektronik ini sering dianggap sebagai media yang unik. sebab memanfaatkan sumber daya alam yang seharusnya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat dan bersifat terbatas (frekuensi), karena hal itulah seharusnya pengaturan atas media ini sangatlah ketat, menurut beberapa sumber bacaan, penggunaan frekuensi ini sangat dibatasi, misalnya saja frekuensi radio yang hanya di batasi antara 97-108 MHz, lebih atau kurang dari itu frekuensi di gunakan untuk komunikasi keperluan lain, seperti penerbangan, militer dan sebagainya, karna jumlah frekuensi ini terbatas maka frekuensi ini tidak boleh dimiliki, tetapi hanya boleh dipinjam(sewa) dalam jangka waktu tertentu dengan ketentuan yang berlaku seperti yang di atur dalam UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dalam BAB IV tentang PELAKSANAAN SIARAN Bagian Pertama di jelaskan dalam Pasal 35 yang pada pokoknya mengatakan bahwa isi siaran harus dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan golongan tertentu. Selain itu juga diatur lebih lanjut dalam pasal (Pasal 36) (1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. (2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurang- kurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri. (3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. (4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. (5) Isi siaran dilarang : a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. (6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. Ketentuan dari pasal2 diatas banyak dilanggar oleh pemilik stasiun televisi yang notabene mereka adalah pengguna fasilitas publik yang seharusnya diperuntukan untuk kemakmuran rakyat (gelombang elektromagnetik/frekuensi), bisa kita lihat penyimpangan ini misalnya ketika musim kampanye, adanya berita yang menghebohkan dari dunia artis (kawin cerai, artis jadian,peliputan pernikahan yang gak jelas bahkan mengalahkan durasi peliputan nikahnya anak presiden), komedi-komedi yang kebablasan ngelawaknya dst, padahal di sisi lain negara sudah membiayai kementrian komunikasi dan informatika untuk menjaga agar aturan tersebut ditegakkan, yang pada pokoknya jelas supaya tidak terjadi penyalahgunaan frekuensi, kemudian negara juga membentuk KPI, yang harusnya juga dapat segarang KPK dalam mengawasi penyiaran di televisi, alhamdulillah di mana dalam berjalannya waktu kemudian KPI ini dapat membentuk aturan lebih rinci, yakni P3 dan SPS yang di dalamnya terdapat pasal 11 yang mengatakan (1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik. (2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. Walaupun penegakan atas aturan yang telah dibuat tersebut belum belum kelihatan garang.
PERTANYAANNYA
Nah dari uraian singkat diatas saya ingin meminta pendapat teman-teman semua selaku konsumen media informasi elektronik : (1) apakah dapat dikatakan saat ini telah terjadi monopoli "kepentinga" pemanfaatan frekuensi, khususnya pada ranah pemanfaatan untuk media informasi elektronik (tv, radio, dst) di negara kita ? (2) kemudian kalau benar terjadi seperti itu siapa yang harusnya paling bertanggung jawab dan mengatasi hal ini, saya sendiri merasakan bahwa KPI dan kementrian Kominfo tidak berkutik ketika dihadapkan pada rezim politik yang berkuasa atas stasiun televisi tersebut,terlihat dari banyaknya sangsi yang dijatuhkan tidak efektif, ini membuat masyarakat berspekulasi bahwa “mungkin saja”, pemegang kepemimpinan di dalam lembaga tersebut juga berasal dari unsur politik yang mempunyai kepentingan, sehingga kenetralitasannya patut dipertanyakan, sedangkan bangsa Indonesia saat ini khususnya generasi muda sudah sekarat diracuni oleh buruknya sajian dalam dunia pertelevisian kita ? (3) banyaknya informasi yang menggiring opini masyarakat kepada pola pikir tertentu sering kali membuat perpecahan di negara ini, mengingat media ini merupakan salah satu alat rekayasa sosial yang paling mutakhir.(4) dengan melihat fakta tersebut, sebaiknya langkah solusi apa yang seharusnya dilakukan baik oleh penegak hukum (badan perlindungan konsumen misalnya) serta masyarakat selaku penerima dan konsumen informasi dalam mengatasi masalah tersebut? Sebelumnya, maaf atas ke sok tauan saya, karna sebetulnya saya sendiri merupak orang awam hukum khususnya bidang hukum perlindungan konsumen, tapi yang jelas hal ini mungkin unek2 yang banyak dirasakan temen2 khususya kalangan mahasiswa, untuk itu mohon solusi dan masukannya :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H