Adapun cara dalam meningkatan kecerdasan intelektualitas adalah dengan kita mulai membiasakan berliterasi, meliputi seperti membaca buku, berdiskusi, dan menganalisis.
- Membaca Buku
Membaca buku adalah aktivitas yang melibatkan proses memahami dan mencerna teks tertulis yang terdapat didalam sebuah buku. Maka buku pertama yang penulis tawarkan adalah buku filsafat komunikasi. Disisi lain filsafat menjadi induknya pengetahuan, komunikasi juga menjadi media kita menyalurkan pikiran kritis kita melalui lisan ataupun tulisan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Muhamad Mufid dalam bukunya yaitu “Etika dan Filsafat Komunikasi” bahwa dalam filsafat mengkaji dari segi teori dan praktis, sehingga menjadi landasan untuk berpikir secara mendasar, metodis, dan kritis, sekaligus sebagai pemicu agar mahasiswa bisa mengembangkan berbagai isu-isu mendasar dalam diskursus komunikasi pada umumnya, dan etika komunikasi pada khushusnya.
- Berdiskusi
Berdiskusi adalah kegiatan bertukar pikiran, ide, atau pendapat antara dua orang atau lebih mengenai suatu topik tertentu. Tujuannya bisa beragam, mulai dari mencari solusi atas suatu masalah, memahami sudut pandang yang berbeda, hingga mencapai kesepakatan atau keputusan bersama. Hal ini selaras dengan apa yang pernah dikatakan oleh Socrates tentang metode dialektika (berdiskusi) yaitu metode pencarian kebenaran secara ilmiah melalui bercakap-cakap atau berdialog.
- Menganalisis
Menganalisis adalah proses memeriksa dan mengevaluasi dari suatu objek, data, atau situasi secara mendalam dan terperinci untuk memahami unsur-unsur atau struktur dasarnya. Seperti ketika kita mendapatkan suatu pernyataan dari seseorang maka kita analisis dulu sebelum pada titik kepercayaan terhadap pernyataan tersebut. Apakah pernyataannya bersumber dari sumber yang kredibilitas atau tidak. Dan kita bisa menemukanya dengan cara menganalisisnya.
KECERDASAN EMOSIONALITAS
Sama halnya dengan kecerdasan intelektualitas, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosionalitas sebelum pada cara peningkatan kecerdasan emosionalitas itu sendiri. Mengutip dari perkataan seorang Psikolog Salovey dari University Harvard dan Mayer dari University New Hampshire, mereka berdua menjelaskan tentang kecerdasan emosionalitas yaitu, suatu kemampuan atau intelegensi yang di dalamnya terdapat kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri dan orang lain. Artinya kecerdasan emosionalitas ini sama halnya dengan sejauh mana kemampuan afektif kita sebagai “insani” yaitu manusia.
Adapun cara dalam meningkatan kecerdasan emosionalitas adalah dengan kita mulai mencoba untuk mendengarkan orang lain dan lebih berempati.
- Mendengarkan Orang Lain
Ketika kita ingin meningkatkan kecerdasan emosional, maka kita harus memahami apa yang orang lain rasakan. Salah satu caranya adalah dengan memperhatikan dan mendengarkan atas perkataan ataupun perbuatan orang lain terhadap kita dan lingkungannya. Seperti halnya ketika ada dari teman kita yang sedang bertanya terkait apa yang kita presentasikan dikelas, maka langkah awal yang perlu kita lakukan adalah dengan cara mendengarkannya. Supaya nantinya kita paham akan apa yang dipertanyakan nya sehingga kita tidak akan salah paham, atau dalam bahasa logika komunikasi disebut dengan Logical Fallacy.
- Lebih Berempati
Untuk memahami emosi adalah bagian yang sangat penting, oleh karena itu kita memposisikan diri sebagai orang lain, supaya kita benar-benar mengerti tentang sudut pandang orang itu. Terlepas dari kita mendengarkan dan memahami orang lain atas perkataan dan perbuatanya, kita juga perlu empati atas emosional orang lain. Sehingga kita akan tahu betul apa yang sebenarnya orang itu rasakan dan inginkan. Sama halnya ketika ada yang mengajak kita untuk saling adu argumen, sebelum pada mengcaunter argumen orang itu, kita perlu memahami karakter dan emosional nya, apakah orang tersebut memang betul ingin menjadikan adu argumen itu untuk bahan pembelajaran dan pengalaman atau hanya ingin terpandang oleh khalayak dan bahkan tidak ingin ada jawaban atas argumentasi nya. Maka hal itu bisa kita ketahui dengan kita lebih berempati terhadap orang lain.
Dengan demikian, dua hal diatas yaitu kecerdasan intelektualitas dan kecerdasan emosionalitas merupakan satu kesatuan. Keduanya perlu seimbang, dengan cara kita memahami dan meningkatkan atas keduanya. Dan apakah kedua hal tersebut ada korelasinya dalam upaya peningkatan daya pikir kritis kita sebagai mahasiswa? Ya tentu jelas, karena pada dasarnya kecerdasan intelektualitas dan kecerdasan emosionalitas itu merupakan suatu identitasnya mahasiswa, sehingga itu menjadi pembeda antara mahasiswa dan siswa.
Perlu kita sadari dan ini menjadi konklusi dari penulis, kita sebagai mahasiswa tentu berbeda ketika kita dulu menjadi siswa. Salah satu yang menjadi pembeda adalah dari daya pikir kritisnya. Yang dulunya sebagai siswa lebih menyukai hal yang praktis dan pragmatis, maka ketika sudah menjadi mahasiswa kita ganti pola pikir tersebut dengan lebih mandalami dari suatu pernyataan, mengkaji sampai akar-akarnya, sehingga pada pengambilan kesimpulan dan keputusan atas suatu pernyataan tidak berdasarkan subjektik, melainkan berdasarkan objektif, rasional, fakta, dan dapat dipertanggung jawabkan. Begitupun ketika dulunya sebagai siswa yang mudah tersinggung, baperan, dan tidak menerima saran bahkan kritikan dari orang lain, maka ketika sudah menjadi mahasiswa kita harus bisa melatih emosi kita, mental, serta kepribadian kita dengan prinsip “pembentukan diri” atas apa yang sudah dan akan terjadi. Sebagaimana Tan Malaka pernah berkata, “terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk”. Oleh karena itu langkah dan upaya pertama dalam perwujudan kita sebagai mahasiswa yang mempunyai daya pikir kritis adalah dengan kita meningkatkan KECERDASAN INTETELKTUALITAS DAN KECERDASAN EMOSIONALITAS.