Mohon tunggu...
Masud
Masud Mohon Tunggu... Administrasi - Tegasco

Pimp

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Reses, Wakil Ketua DPRD Sultra Dorong Penghentian Pungutan Retribusi di Wakatobi

7 Februari 2015   16:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14232766952025313317

[caption id="attachment_395446" align="aligncenter" width="150" caption="PP Nomor 12 tahun 2014 tentang PNBP"][/caption]

KENDARI - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra), Nusalam Lada dari politisi PDIP saat melakukan reses disalah satu daerah pemilihannya di Kabupaten Wakatobi menegaskan, akan mendorong pemerintah pusat untuk segera meninjau ulang dan menghentikan aktifitas Jagawana Taman Nasional Wakatobi (TNW) melakukan pungutan terhadap wisatawan, pelaku usaha lokal, domestik dan mancanegara yang tidak mencerminkan etikat baik.
Dalam siaran advetorialnya, Nursalam Lada menolak cara pungutan yang terkesan tidak etik tersebut. "Etikat baiknya, saat melakukan pungutan retribusi masuk kawasan TNW dan pungutan lain, agar tidak mengganggu wisatawan, laporan masyarakat ada dua warga asing yang rencananys berlibur dan menghabiskan waktu yang cukup lama di TNW tetapi oknum petugas Jagawana setempat melakukan pungutan saat turis-turis asyik menikmati liburannya, belum lagi kapal pelni yang datang karena program pemda Wakatobi itu dipajaki hingga Rp 8 juta, ini kan berdampak menurunnya pengunjung dan PAD Wakatobi, belum lagi tumpang tindihnya aturan pajak dan retribusi, sehingga kita dorong pemerintah pusat menghetikan pungutan retribusi dan meninjau ulang peraturan pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2014 ini, sebab semua orang yang masuk dan hidup di Wakatobi dikenakan retribusi yakni, izin masuk dan izin pemamfaatan lingkungan," tegas Nursalam Lada.
Penegaskan ini disampaikan akibat Balai Taman Nasional Wakatobi (B-TNW), Sulawesi Tenggara, saat ini memberlakukan tarif atau retribusi baru meliputi, tarik masuk taman nasional, tarif taman wisata alam, tarif taman burung dan margasatwa. Tarif tersebut berdasarkan (PP) nomor 12 tahun 2014 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada kementerian kehutanan sejak diterbitkan pada 14 Februari 2014 di TNW. Dengan terbitnya PP tersebut, kepala TNW A.G Martana menyurat dengan nomor surat S,387/BTNW-1/PF/2014 tertanggal 27 April 2014 kepada seluruh operator Dive se Kabupaten Wakatobi serta pemda setempat. Diantara dive tersebut yakni, Mawada Dive Centre, Patuno Resort, Wakatobi Trip/Dive Centre Trip, Alam Mitra Wakatobi, Tomia Dive Centre, Wakatobi Dive Resort, Hoga Island Resort, Tomia Scuba Dive Centre dan Raka Centre.
Salah satu retribusi yang dituangkan pada PP tersebut yakni, pemamfaatan jasa lingkungan wisata alam di TNW sebesar Rp.50 Juta/tahun untuk perhektar pada zona tertentu dan berlaku bagi BUMN/BUMD/Pemda, pengusaha lokal dan lain-lainnya.
Akibat pemberlakuan PP nomor 12 tahun 2014 ini, seorang warga Wakatobi Idris meminta hal yang sama agar PP tersebut ditinjau ulang sebab Wakatobi ini merupakan destinasi TNW dunia.
"Perlu ditinjau ulang, sebab kabupaten Wakatobi merupakan destinasi taman nasional dunia, jika PP tersebut diberlakukan berarti seluruh warga yang ada di Wakatobi ini membayar biaya jasa pemamfaatan dan jasa lainnya kepada pihakTNW," kata Idris beberapa waktu lalu.
Peninjauan ini, kata Idris karena berdasarkan Undang-undang, Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya).
Kemudian berdasarkan buku zonasi TNW, Kawasan Kepulauan Wakatobi dan perairan disekitarnya seluas ± 1.390.000 Ha ditunjuk sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menhut No. 393/Kpts-VI/1996, tanggal 30 Juli 1996 dan telah ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 7651/Kpts-II/2002, tanggal 19 Agustus 2002, terdiri dari 4 pulau besar (P. Wangi-Wangi, P. Kaledupa, P. Tomia dan P. Binongko) yang terbagi menjadi lima kecamatan dalam wilayah administratif Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara.
TNW dikelola dengan sistem zonasi, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 198/Kpts/DJ- VI/1997 tanggal 31 Desember 1997, terdiri atas zona inti, zona pelindung, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan, dan zona pemanfaatan tradisional.
Namun karena proses penetapannya dianggap belum melalui tahapan proses konsultasi diberbagai tingkatan serta pembagian ruangnya belum sesuai dengan fungsi peruntukan serta kebutuhan yang berkembang maka penetapan zonasi lama banyak menimbulkan konflik dilapangan.
Dukungan terhadap keberadaan kawasan TNW selama ini, secara regional terlihat dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Buton (sebelum terbentuknya Kabupaten Wakatobi) yang menyebutkan bahwa kawasan TNW diklasifikasikan sebagai kawasan khusus untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.
"Ini berarti keberadaan TNW telah mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Kebijakan pengembangan daerah sekitar kawasan tidak semata-mata menjadi kebijakan TNW," kata Idris.
Kemudian lanjut Idris, dalam setiap pengambilan keputusan mesti dikoordinasikan dan dikonsultasikan dengan sektor-sektor pembangunan lain yang terkait seperti, kelautan dan perikanan, pertanian, pariwisata, perhubungan, pekerjaan umum, kahutanan, sosial dan lain-lain.
Keterpaduan antar sektor ini mutlak diperlukan untuk meningkatkan pengembangan pemanfaatan potensi, sumberdaya alam TNW, sekaligus meningkatkan proses pengembangan wilayah dan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan aspek-aspek konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Pemberlakuan Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, telah meningkatkan kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat untuk melakukan pembagian kewenangan dan tanggung jawab antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Semangat penerapan Undang-Undang tersebut juga menyangkut pengelolaan sumber daya alam yang selama ini dirasakan kurang memperhatikan kepentingan daerah dan masyarakat Dalam perkembangannya, pada tahun 2003 melalui Undang-undang No. 29 tahun 2003, Kabupaten Wakatobi dibentuk sebagai pemekaran dari Kabupaten Buton.
Letak dan luas kabupaten baru ini sama persis dengan letak dan luas TNW. Oleh karena itu diperlukan kajian tentang arah pengelolaan TNW ke depan yang dapat mengakomodasikan pengembangan wilayah Kabupaten Wakatobi sebagai daerah otonom baru tanpa mengurangi tujuan awal penetapan taman nasional.
Tuntutan revisi/perubahan zonasi TNW ke arah yang lebih memperhatikan kepentingan masyarakat sekitar dan daerah merupakan salah satu agenda yang perlu segera ditindak lanjuti bersamaan dengan penyusunan tata ruang wilayah Kabupaten Wakatobi dengan tidak mengesampingkan kepentingan nasional dan internasional, mengingat TNW adalah merupakan salah satu kebanggaan daerah dan nasional.
Perubahan zonasi tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan efektifitas pengelolaan TNW. Untuk melakukan perubahan-perubahan itu telah dilakukan kajian terhadap efektifitas pengelolaan yang meliputi berbagai aspek yakni, ekologi, sosial ekonomi dan budaya, serta kepentingan pengelolaan TNW yang telah menghasilkan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan dalam proses lebih lanjut bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi, Masyarakat dan pihak yang berkepentingan lainnya (pengusaha, LSM, Perguruan
Tinggi) yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan tercapainya tujuan dan fungsi pengelolaan taman nasional.
Zonasi TNW revisi ini merupakan hasil dari beberapa tahapan yang telah dilalui mulai dari pengumpulan dan analisis data oleh para ahli, verifikasi data, konsultasi publik di tingkat pulau/kecamatan sampai ditingkat Kabupaten Wakatobi. Namun draft rencana ini masih dianggap belum sempurna sehingga perlu dilakukan pembahasan di tingkat pusat (PHKA) baik dari sisi teknis maupun regulasinya, yang pada tahap selanjutnya masih akan melalui tahapan proses konsultasi publik tahap II (pulau/kecamatan, kabupaten sampai dengan pembahasan akhir di pusat (PHKA) sebelum akhirnya disyahkan atau ditetapkan oleh Direktur Jenderal PHKA, dimana zonasi TNW merupakan bagian dari Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi.
Hal ini akan didorong untuk dituangkan dalam Perda tata Ruang Wilayah kabupaten Wakatobi yang akan disyahkan oleh Bupati Wakatobi.
Bupati Wakatobi Ir. Hugua yang dikonfirmasi mengatakan, tindakan pungutan retribusi yang dilakukan Balai Taman Nasional Wakatobi telah dilaporkan kepada pihak kementerian terkait dihadapan presiden dan wakil presiden di istana Bogor beberapa waktu lalu."Sudah saya laporkan ke ibu Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dihadapan Presiden dan Wakil Presiden di istana Bogor soal itu dan akan ada perbaikan ke depan," kata Hugua. (MAS’UD).

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun