Mohon tunggu...
Mas Pink
Mas Pink Mohon Tunggu... -

Berangan-angan jadi Jurnalis, namun garis hidup menentukan lain. Disela aktifitas yang lumayan padat, kadang ingin menulis. Bagiku, menulis adalah membagi pengetahuan dan pengalaman. Pernah dipercaya segelintir orang untuk menjadi Pimpinan Redaksi ataupun Pimpinan Umum pada majalah sekolahan, bulletin, tabloid dan majalah mahasiswa. Semoga mendapatkan manfaat dari apa yang saya ungkapkan... Terbuka terhadap pertemanan tanpa memandang SARAP (Suku, Antar Suku, Ras, Agama dan Penghasilan) :p

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memberangus Korupsi? Diperlukan Komitmen Bersama

23 November 2010   21:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:21 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1290546477642258319

Menjadi negara yang masuk negara lima besar tentu akan membuat rakyat bangga. Namun lain ceritanya jika masuk lima besar dalam urusan korupsi. Jujur sebagai rakyat Indonesia saya malu akan prestasi ini. Namun sepertinya hal ini sepertinya dianggap biasa-biasa saja oleh para petinggi kita. Bagi mereka prestasi lima besar itu justru membuat mereka bangga.

Bermacam macam alasan untuk membenarkan perilaku korupsi ini. Mulai dari warisan kolonial, sampai dengan banyaknya penduduk Indonesia. Kalau bicara masalah warisan koloni, saya kira sangat tidak masuk akal. Di negara Belanda ini, yang saya ketahui justru masyarakatnya sangat taat kepada pajak. Pajak di negara ini sangat tinggi. Bahkan pada taraf taraf tertentu, seseorang bisa membayar pajak 50% dari penghasilannya. Pengalaman saya, penduduk negara Belanda sangat taat membayar pajak walau pajaknya selangit.

Ada juga yang mempermasalahkan jumlah penduduk sebagai alasannya. Hal ini tentunya lebih tidak masuk akal. Belajar dari China yang penduduknya lebih lima kali lipat toh bisa sukses memberangus korupsi ini. Lalu sebenarnya akar permasalahan ini ada dimana?

Jika kita mau jujur, permasalahan korupsidi negara ini bagaikan lingkaran setan. Kita tidak tahu bagaimana cara memutus lingkaran tersebut. Namun sebenarnya permasalahan ini kembali kepada mentalitas bangsa kita. Mentalitas untuk memperkaya diri sendiri tanpa mempedulikan penderitaan orang lain inilah yang menjadi kunci maraknya korupsi, bahkan korupsi berjamaah di negara kita sudah dianggap jamak.

Tidak mudah memang untuk memberangus mentalitas tersebut. Namun tanpa usaha yang keras dan istiqomah, tentunya untuk lepas dalam jeratan lingkaran setan ini sangat sulit. Sebagai ilustrasi sederhana bisa dilihat disini. Dalam memilih pemimpinnya, rakyat kita justru terbuai dengan money politics yang dimainkan oleh para politikus. Kalau kita mau berkaca, harusnya kita peka, kalau seorang pemimpin yang membagi uang-uang untuk dipilih, tentunya ketika nanti menjabat akan mendaya gunakan kemampuannya untuk mengembalikan modal. Ini yang tidak disadari oleh rakyat. Justru bagi rakyat kita, siapa yang bisa memberikan itu yang akan dipilih. Padahal justru hal ini menjadikan boomerang.

Pada kenyataannya banyak petinggi kita ber'hutang budi' kepada koruptor. Secara gamblang kita bisa melihat pada peristiwa Pak Beye menghadiri pernikahan anak sang koruptor. Harusnya petinggi negara kita yang menggembar-gemborkan pemberantasan korupsi tidak mendukung perilaku ini. Namun apa lacur, ketika petinggi kita naik ke tampuk kekuasaan dengan bantuan para koruptor ini, jangan harap penguasa bisa secara obyektif memberangus korupsi. Yang ada hanyalah justru mendukung para koruptor tersebut untuk menghisap darah rakyat.

Penyakit Korupsi

Nah,disini memberangus korupsi yang sudah mendarah daging pada mental rakyat diperlukan komitmen bersama. Rakyat harus mulai sadar untuk memilih pemimpin sejati tanpa melihat siapa pemimpin yang memberikan kontribusi ‘finansial’ kepada mereka. Mentalitas rakyat inilah yang justru harus banyak disadarkan bahwa perilaku memilih pemimpin berdasar money politics merupakan hal hal yang akan melanggengkan korupsi.

Disisi lain bisa kita lihat, banyaknya abdi negara yang memberi teladan korupsi. Walaupun dimulai hanya korupsi waktu, namun para abdi negara ini tidak sadar hakekatnya mentalitas ini dicontoh rakyat. Sehingga akhirnya fenomena korupsi dalam wujud apapun itu menjadi hal yang jamak.

Individu merupakan anggota terkecil dari sebuah system. Jika ingin membentuk system yang bebas korup, tentunya kesadaran individu ini diperlukan. Sedikit menyitir kata sang ulama yang terkenal itu, Mulailah dari diri sendiri. Dengan tidak menggunakan kesempatan untuk berkorupsi dan istiqomah, insyaallah penyakit bangsa kita akan musnah dengan sendirinya. Sehingga suatu saat nanti, kita tidak mendapatkan prestasi sebagai lima besar dunia dalam hal korupsi. Bukan tidak mungkin, negara kita nantinya akan menjadi contoh negara lain dalam memberangus penyakit masyarakat yang dinamakan korupsi ini.

Salam prihatin

Nijmegen,November 2010

Mas PINK

Gambar: www.google.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun