Debat merupakan kegiatan komunikasi. Mengkomunikasikan apa yang di dalam pikiran atau memperdebatkan suatu thema dari apa yang akan diperdebatkan.
Ketika isi debat itu jauh dari fokus dan thema debat akan jadi konsumsi pendengar untuk diperdebatkan. Pendengar banyak mempersepsikan isi perdebatan itu menurut kacamata dan mungkin juga berdasarkan fakta yang diketahui atau dimiliki.
Seandainya, pemisalan debat tentang luas lahan pak PS yang diungkapkan lewat debat pilpres kedua 17 Feb. 2019 yang lalu dengan memiliki luas lahan 350 ribu ha yang terletak di Kalimantan dan di Aceh (entah masih ada di daerah lain) dan yang saat inipun turut diperbincangkan oleh masyarakat. Bilamana lahan tersebut dibagi untuk kepentingan rakyat saya yakin akan mampu menghidupi ribuan jiwa. Dengan estimasi petani di Jawa rata-rata 2 ha/KK maka dapat 175 ribu KK. Jika dihitung dalam setiap KK terdapat 4 jiwa maka dapat membiayai 700ribu jiwa. Jumlah tersebut hampir sama dg membiayai hidup satu pulau, yaitu pulau Nias yang jumlah penduduknya lebih kurang 700an ribu jiwa. Fantastis sekali.
Ternyata lewat debat juga dapat mengungkap hal-hal yang diluar perkiraan atau sesuatu yang tersembunyi. Hal ini karena dapat terpancing bahkan dipicu oleh hasrat, emosi, dan mungkin juga karena ingin meyakinkan lawan debat sehingga tanpa mempertimbangkan baik buruknya isi dari debat tersebut. Terlebih ketika debat tersebut menyinggung hal-hal yang sifatnya personal maka akan mudah memancing informasi yang tersembunyi tersebut bisa terungkap.
Pengalaman melalui debat pilpres tahun 2019 ini sungguh menyita perhatian publik bahkan dunia. Karena ketika perdebatanpun meluas kemana-mana maka secara tidak langsung publik pun akan mencari informasi lebih jauh untuk melihat keterkaitan pihak lain dan orang-orang bahkan organisasi/perusahaan yang terkait dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh debator.
Debatpun tidak berhenti di atas panggung. Debat semakin berkembang apalagi karena adanya kepentingan antara dari yang memperdebatkan dan yang diperdebatkan. Saling membela dan membenarkan diri. Debat akan semakin bermakna ketika disertai bukti dan data serta dokumen sehingga informasi dari debatpun semakin terang dan jelas.
Melalui debat, publikpun semakin dibuat melek. Maka, marilah kita terus berargumen dalam debat yang sehat agar masyarakat semakin dicerdaskan. Debat adalah bagian dari literasi masyarakat. Hasil debatpun akan membuat tetap #KitaIndonesiaSatu dalam bingkai #BhinnekaTunggalIka.
Kami rakyat Indonesia bertanah air satu tanah air Indonesia. Mengawal NKRI dengan segala kekuatan dan sumberdaya yang ada. Dan akan memilih pemimpin yang sudah jelas berpihak kepada kepentingan umum bukan kepentingan segelintir orang apalagi golongan. Semoga negara mampu menjamin sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.
Mari kita berdebat! Berdebat ke arah yang positif agar dunia tahu bahwa kita bangsa majemuk yang terbuka untuk di debat. Tidak sebatas adu argumen atau adu urat syaraf leher apalagi adu otot. Terlebih lagi saat ini suasana pesta demokrasi. Walau pilihan kita berbeda dan begitu kuatnya kita membela pilihan kita, janganlah kiranya kita ribut dan gontok-gontokan dalam membenarkan pilihan kita. Pilihan kita pasti yang terbaik menurut kita sendiri, namun janganlah mengganggu kekerabatan kita sebagai anak bangsa, bangsa yang berdaulat dan bangsa majemuk/plural.
Tuhan menolong dan memberkati para pemimpin bangsa Indonesia. #MSS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H