Mohon tunggu...
M. Suaizisiwa Sarumaha
M. Suaizisiwa Sarumaha Mohon Tunggu... Dosen - Berakit-rakit dahulu. Aeru tebai aetu.

Truth Hunter Founder dan Coordinator Luahawara Young Community (LYC) Founder Komunitas Bale Ndraono (KBN)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menggiring Indonesia Beradab

17 Oktober 2018   08:31 Diperbarui: 21 Oktober 2018   15:30 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Berbagai persoalan bangsa yang kita hadapi saat ini. Mulai dari pemilihan kepala desa, bupati, gubernur, legislatif atau wakil rakyat dan juga memilih kepala negara. Persoalan lain adalah ketika Indonesia dilanda berbagai macam bencana alam. 

Bencana lain ketika sekelompok masyarakat melakukan persekusi, pembohongan publik, penyebaran berita palsu atau hoaks bahkan berusaha melegalkan kampanye negatif. Semua ini sebagai bagian dalam proses hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang harus dikawal yang tidak harus tidak membutuhkan energi dan biaya yang besar dalam mengantisipasi hal-hal negatif.

Menghasilkan kepemimpinan tidaklah terjadi secara spontan apalagi instan, melainkan melalui proses demokrasi, kematangan pribadi dan kedewasaan dalam berpolitik. 

Proses ini bukan saja melibatkan manusia sebagai sumberdaya, melainkan melibatkan kekayaan negara untuk memberhasilkan pemerintahan yang bersih, sehat dan sejahtera. Ternyata, apa yang terjadi berbagai polemik yang harus kita hadapi secara bersama. 

Menghadapi bangsa sendiri karena beda pilihan, beda keinginan dan beda motivasi, menghadapi 'perongrong' bangsa dari bangsa sendiri karena ambisi politik, haus kekuasaan dan terlebih lagi menghadapi penyusup karena ada yang menginginkan negara ini berantakan dan akhirnya hancur.

Proses pemilihan yang dimaksud tertuju pada pemilihan Kepala Negara sekaligus sebagai simbol dan lambang negara. Kepala negara yang baik akan mampu membawa bangsa ke arah yang lebih baik. Proses pemilihan ini juga yang menentukan adalah masyarakat itu sendiri, yaitu masyarakat Indonesia. Dengan harapan kita memiliki masyarakat yang sehat dan bijak.

 Berbagai pertimbangan dan penentuan sikap atas pilihan masyarakat untuk menentukan pilihan dari apa dan siapa yang akan membawa nasib bangsa ini kemudian. Maka dibutuhkanlah manusia-manusia pemilih yang bijak sehingga mampu membawa Indonesia sebagai bangsa yang beradab.

Berbagai program pemerintahan sebelumnya yang mangkrak satu persatu dapat diselesaikan. Begitu juga event internasional dan perhelatan bangsa yang sudah dilakukan dan kita saksikan bersama, misalnya pelaksanaan Asian Games 2018, Asian Para Games 2018, perhelatan dunia bersama IMF dan presiden Indonesia mendapat apresiasi yang tinggi dari berbagai pemimpin negara lainnya, menteri keuangan mendapatkan penghargaan dunia dan lain sebagainya. Hal inipun dianggap salah dimata mereka yang tidak menginginkan negara ini lebih baik lagi.

Plato mengatakan bahwa negara dipimpin oleh para filosof, karena melalui para filosof mampu untuk melihat idea-idea karena dalam idea itu sendiri terdapat kemampuan untuk memahami hakekat realitas yang tidak terdapat pada kesan lahiriah manusia belaka. 

Karena idea yang dimiliki tersebut mampu membawa atau memimpin masyarakat pada tataran hidup yang benar. Hal ini akibat adanya sophia (cinta akan kebijaksanaan). Seorang pemimpin dalam menghadapi dunia yang berubah-ubah dari perspektif idea-idea abadi pasti akan bertindak secara bijaksana. 

Tidak serampangan, tidak amburadul, tidak menyebar kebohongan, tidak membenarkan kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh ambisi pribadi dan kelompoknya atau yang terjadi di luar dirinya, tidak urakan, tidak berpihak pada hal-hal yang merugikan masyarakat banyak dan tentu tidak merusak tatanan hidup bermasyarakat dan bernegara. 

Terdapat ajaran bijak dari Amsal 14:34 "Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa" dan 15:33 "takut akan Tuhan adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahului kehormatan". Ketika kita berbuat tidak sejalan dengan cita-cita pendiri bangsa dan Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara maka kita telah berdosa terhadap bangsa ini, maka kita perlu hikmat agar kehormatan bangsa tetap terjaga sesuai UUD 1945 dan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika sehingga siapapun yang memimpin bangsa ini kedaulatan negara harus tetap terjaga.

Melalui kepemimpinan presiden Joko Widodo yang saat ini memimpin negara besar seperti Indonesia melakukan semua dengan segala daya upaya sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan mampu memahami kepentingan negara serta dicintai oleh rakyatnya bahkan duniapun mengakui idea-idea yang muncul dalam diri seorang presiden Indonesia melalui diri pak Joko Widodo. 

Tindakan ini tentu membutuhkan kebijaksanaan yang disebut pronesis, artinya kebijaksanaan manusia dalam bertindak. Karena kebijaksanaan dalam hal ini adalah bertindak menurut pertimbangannya bukan menurut hukum alam dan bahkan tidak membutuhkan rumus atau tidak dapat dipastikan dan diukur secara science.

Namun, ternyata masih terdapat tokoh nasional dan juga pemimpin yang arogan, mengedepankan emosi bahkan menghabiskan energi pada hal-hal negative. Misalnya ketika seorang pemimpin diwawancarai oleh seorang presenter dengan maksud untuk mendapatkan jawaban bijaksananya dalam menyikapi persoalan bangsa ini. Ternyata yang muncul adalah ketidak-berdayaan ketika memberi argumen "tidak ada urusan anda menanyakan hal itu."

Hukum fisika perlu adanya keseimbangan antara kutub positif dan negatif. Hal-hal negatif inipun dibutuhkan dalam proses hidup tentu dalam tatanan hidup bermasyarakat sebagai penyeimbang dalam kehidupan umat manusia. 

Sikap atau sifat negatif ini menurut saya adalah sebagai kekuatan untuk mempertajam hal-hal positive yang diakibatkan kemudian (fanataro dodo, Nias) artinya ketika cobaan datang; masalah datang; tantangan datang, berguna untuk mempertajam kemampuan berpikir manusia dalam mengatasi permasalahan itu sendiri, bukan lari dari masalah. 

Karena hal-hal positif mendorong manusia untuk terus berbuat dan mampu memberi perubahan dalam diri manusia itu sendiri terlebih untuk kemaslahatan hidup orang banyak.

Indonesia harus kuat dan mampu membawa lebih tinggi ke level yang lebih baik. Mampu mengelola pemerintah dengan baik, mampu mengelola hirukpikuk politik yang lebih baik lagi, mampu mengelola ketidakpastian perekonomian global dan mengambil kebijakan yang tepat, serta mampu menumbuhkan investasi melalui kepercayaan dunia pada kepemimpinan saat ini.

Mari kita kawal demokrasi, pembangunan, kepemimpinan yang sophia dan berada dalam koridor NKRI, Pancasila, UUD 1945 serta dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Karena kita adalah satu, yaitu Indonesai Satu sebagai Indonesia yang beradab. MSS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun