Mohon tunggu...
Mary S
Mary S Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

70% insomnia, 20% penulis lepas, 10% pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Lima Tahun yang Lalu

17 November 2022   16:44 Diperbarui: 17 November 2022   16:51 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku lima tahun yang lalu pikir kami tidak akan bertahan lama. Bukannya dia tidak senang ketika lampu podium mengarah kepadanya---aku bertaruh sensasi ketika kepala sekolah menyebutkan namanya di jejeran peringkat umum tidak akan pernah terkalahkan. Semua orang mengatakan mereka iri dengannya tapi bualan mana yang bilang dia sempurna?

Aku rindu diriku lima tahun yang lalu, sering kali waktu aku rupanya tidak bisa mengikuti standar minimum pendidikan. Aku rindu dengan rutinitas paginya waktu dia diam-diam menghapus darah yang mengucur deras dari hidungnya atau menggigit bibirnya di setengah lima pagi demi membaca lagi materi pelajaran hari itu. Dia begitu berbakat dan dia bahkan tidak perlu berusaha. Rentetan kalimat di LKS bukan masalah untuknya---entah sel otaknya yang mana yang bisa memberinya nilai 100 di setiap pelajaran. Orang-orang yang tidak mengenalnya akan mengatakan dia gila atau kadang, tidak bersyukur, waktu dia menangisi nilai 90 di pelajaran sains. Aku lima tahun yang lalu memang dramatik tapi dia murid berbakat yang akan jadi ajang perbandingan orang tuamu.

Ya, di hari lain aku berpikir dia hanya kacau. bukannya dia tidak bermasalah. Jika kau tanya dia apakah dia punya teman dekat, aku yakin dia hanya akan tertawa. Sungguh problematik dan banyak mau. Dia menciptakan peradabannya sendiri dan buku-buku fantasi itu tidak akan menyelesaikan semuanya. Tempat yang ada di luar rumah adalah segala yang ia inginkan dan payahnya adalah dia tidak cukup dicintai untuk menjelajahinya. Dia bertingkah seakan tidak membutuhkan itu semua tapi dia tidak pandai menutupi kebohongannya sendiri. Aku lima tahun yang lalu entah gigih atau bodoh karena sebenarnya dia sudah terlalu sering mendapatkan pembatalan janji-janji dari kawan-kawannya. Aku merindukannya tapi aku tidak mencintainya. Dunia tidak berputar padanya saja dan dia terlalu tidak disenangi untuk memikirkannya.

Aku lima tahun yang lalu pikir kami akan berakhir di hari itu. Dia terlalu sering meromantisasi dunia lain dan itu juga yang sering dia amini selagi memandang langit-langit kamar yang berwarna biru. Dia mati di pertengahan 2020 lalu. Dia memang berhak mendapatkan yang lebih dan ku rasa itulah alasannya dia tidak tinggal lebih lama. Dia pergi. Aku kacau di kelas tapi aku bahagia karena hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun